Friday, 18 March 2016

AMAZING TURKEY DAY 3 ULU CAMII, ULUDAG, YESIL CAMII

Sabtu, 27 February 2016
Bangun tidur pagi ini tubuh terasa segar, karena kemarin adalah perjalanan sangat melelahkan. Sejak keberangkatan dari Palembang kami belum merasakan istirahat yang layak. Begitu tiba bandara Ataturk kita sudah langsung melakukan rangkaian kunjungan yang lumayan banyak dan melelahkan. Ada cerita lucu nih tentang semalam.

Menjelang tidur suhu ruang terasa sangat panas, aku berinisiatif menurunkan temperatur AC sampai ke 10 derajat. Tetapi semakin malam semakin terasa panas serasa dipanggang, instink ku langsung jalan. Jangan-jangan panel kontrol didinding ini bukanlah AC melainkan heater. Kulirik mbak Diba sudah tidur nyenyak, tak ada teman diskusi tentang ini. Akhirnya aku menekan OFF untuk panel kontrol tersebut. Hmmm... benar saja sudah tidak panas lagi. Tetapi suasananya tetap aja pengap, bahkan bangun pagi dasterku basah kuyup. Hmmm...anehnya dinegeri dingin seperti ini aku kok basah berkeringat.

Pas sarapan ketika saling bertukar cerita ternyata semuanya mengalami hal yang sama. Mbak Nuke bilang kalau mau gak pengap jendelanya dibuka. Oh..begitu... Aku mikir tetapi ogah ah ... karena kalau kena angin aku malah masuk angin, siapa yang mau kerokin?

Selesai sarapan kita berkemas untuk melakukan trip hari ke-3. Semua koper dibawa karena kita akan pindah kota lagi. Kudengar berita kita akan ganti bis yang lebih besar lagi sebagai kompensasi pihak travel karena kesalahan memberikan hotel semalam. Holiday Inn hotel sebenarnya bukan jatah kita. Salah hotel...katanya. Kami bingung salah hotel? Rasanya hotelnya cukup baik kok!

Dan berita gembiranya lagi bahwa hari ini kita tidak akan pergi ke Troya City, karena atas permintaan sebagian peserta tempat tersebut di “change”, kita akan melihat salju ke Uludag. Yeayyyy..... betapa senang rasa hati. Terus terang aku agak kecewa melihat fix itinerary yang dikirim oleh mbak Iin via email. Tidak ada schedule ke Uludag padahal pada rencana itinerary awal ada. Dan ternyata keberuntungan berpihak kepada kita. Sippplah....!

ULU CAMII
Bursa, kota yang terletak di sebelah barat Turki ini adalah kota keempat terbesar setelah Istanbul, Ankara, dan Izmir. Sebagai salah satu kota terbesar di Turki tentulah ia memiliki banyak pesona yang tidak bisa diabaikan oleh para wisatawan asing. Ibu kota Ottoman pertama di Turki ini memiliki kekayaan alam yang sangat indah. Kota ini dijuluki sebagai “Yesil Bursa” yang berarti Bursa yang hijau. Julukan yang tak berlebihan karena di sini banyak terdapat kebun dan taman. Bahkan Bursa termasuk kota yang menghasilkan buah terbanyak di Turki. 

Selain dari panorama kotanya yang indah, Bursa juga sangat layak dijadikan objek wisata sejarah sebab di kota ini sangat kaya akan monumen keagamaan. Salah satunya Ulu Camii. Ulu Camii adalah salah satu masjid terbesar dan bersejarah di Bursa. Masjid ini dibangun pada masa Ottoman yang disultani oleh Sultan Beyazid I pada tahun 1396. Ulu bermakna tinggi, camii berarti masjid. 

Ulu Camii dibangun atas perintah Sultan Yildirim Bayezid (Bayezid I). Sang Sultan pernah bersumpah, jika memenangkan Perang Nicopolis melawan pasukan Raja Sigismund dari Hungaria, akan membangun 20 masjid. Setelah kemenangan dicapai pada tahun 1396, para penasihatnya menyarankan untuk membangun satu masjid besar saja. Namun dengan 20 kubah sama besar. Tak ada kubah terbesar seperti masjid-masjid Turki masa setelahnya. Dua belas pilar kuat berbentuk segi empat dan dihubungkan dengan lengkungan runcing mengingatkan akan warisan arsitektur Selcuk Ari Neccar mendesain dan membangun masjid ini mulai tahun 1396. Selesai sekitar pada tahun 1399.

Masjid ini terletak di jantung kota Bursa, sekitar 100 km sebelah selatan Istanbul. Di sekitarnya adalah pertokoan dan keramaian. Dari luar Ulu Camii terlihat seperti konstruksi batu berbentuk persegi dan berwarna terang. Sebagian dindingnya tertutup keramik. Bagian luarnya punya pahatan lengkung dan punya jendela-jendela kecil. Ia dilengkapi dua menara. Pelatarannya sangat luas. Memiliki deretan tempat wudu bertempat duduk dari batu rendah. Sering digunakan orang untuk sekadar duduk-duduk.

Jika bagian luar terlihat sederhana, interiornya sebaliknya. Luar biasa! Pintu masuknya ada tiga. Salah satu menghadap bazaar, satu lagi ke arah pelataran dan taman kota. Masing-masing terbuat dari kayu dan kaca. Para pengunjung yang masuk harus membuka sepatu di depan pintu dan membawanya masuk ke dalam. Sepatu diletakkan di dalam rak-rak sepatu yang tersebar di bagian dalam masjid. Atau memasukkan dalam tas plastik. Masjid ini terdiri dari satu lantai.

Area pintu masuk, lihatlah kaligrafinya cantik sekali
Tulisan kaligrafi pada dinding masjid menjadi hiasan interior yang indah
Mihrabnya konon salah satu yang terindah di dunia. Warna keemasan mendominasi, di bawah kaligrafi lengkung dipahat mengikuti lengkungan tersebut. Dihiasi lukisan seperti batik dan kaligrafi baik bagian samping dan atasnya. Pahatan kayu coklat tua mimbarnya pun tak bisa dibilang biasa. Penuh pahatan halus bagai ukir-ukiran. Sekelilingnya dibatasi oleh kaca tinggi.

Peringatan untuk tidak melewati batas pagar kayu
Pahatan kayu coklat tua mimbarnya pun tak bisa dibilang biasa. Penuh pahatan halus bagai ukir-ukiran. Sekelilingnya dibatasi oleh kaca tinggi.
Di tembok sebelah barat, bisa kita temukan sebuah pigura panjang. Dengan kaligrafi dari Quran surah Ali Imraan : 159. Sedangkan di atas pintu sebelah barat terpampang Surah Al- Buruuj : 20. Di daerah sembahyang para wanita, empat huruf wau besar saling membelit. Simbol dari umat yang melingkupi Rasulullah SAW. Sebuah kaligrafi berbentuk bunga, semua diawali dengan huruf wau, adalah tulisan indah S

Satu lagi keistimewaan Ulu Camii adalah seni kaligrafi yang menghiasi interior. Hampir keseluruhan dinding dan pilar jamik dipenuhi lukisan kaligrafi. Ada 192 karya para seniman Turki Utsmani terkenal di zaman tersebut. Menjadikannya sebagai salah satu contoh kaligrafi terbaik di dunia. Selain kaligrafi sebagian tembok tertutup lukisan unik. Di sekitar satu pintu masuk misalnya. Berlukis lipatan gorden di sekelilingnya.

Sementara kaligrafinya ada yang berada dalam dipigura. Atau dilukis dengan warna hitam di permukaan dinding. Pilar sebelah kanan atas menggambarkan sebuah kaligrafi awal Ayat Kursi. Ayat ini kemudian dilanjutkan ke pilar sebelah kiri, mengelilingi tempat wudu di tengah masjid, lalu berakhir di tempat salat wanita. Demikian pula dengan kaligrafi Surah Al-Fatihah, dimulai dari pilar yang sama hingga kelima.

Kaligrafi yang tertulis dalam sebuah pigura
Masuk ke dalam masjid, pandangan mataku  segera tertuju ke bagian tengah masjid. Sebuah ruangan rendah berpagar kayu rendah dengan kolam air dan air muncrat di tengah. Terbuat dari keramik. Ini adalah tempat wudu. Karena terbuka, hanya para pria menggunakannya.

 Kolam dan air macur ditengah masjid berfungsi sebagai tempat wudhu pria
Kubah masjid yang terbuat dari kaca berfungsi sebagi jendela sehingga cahaya matahari dapat masuk guna menerangi bagian dalam masjid

Kubah di atasnya berfungsi ganda sebagai jendela. Memberi cahaya ke dalam ruangan masjid seluas sekira 5000 meter persegi ini. Jika panas, jendela bisa dibuka. Udara masuk dan air akan menyejukkan suasana di dalam. Menciptakan harmoni dalam masjid. Tak heran suasana nyaman akan sangat terasa di sini. Apalagi dengan karpet tebal berwarna dominan merah.

Karpet merah yang mendominasi dalam masjid

Bersyukur sekali aku dapat melaksanakan sholat tahyatul masjid dan dhuha di masjid ini.

Tampak luasr masjid sangat sederhana, dikejauhan terlihat deretan bangku batu yang berfungsi sebagai tempat wudhu wanita
Dinding bagian luar yang terbuat marmer , tabir hijau itu adalah pintu masuk masjid
Hujan yang cukup lebat menemani kami yang terus berusaha mengambil foto disisi bagian luar
Segera setelah sholat kami mengambil beberapa posisi dalam masjid untuk diabadikan sebagai kenangan. Hujan yang turun cukup deras membatasi kami untuk dapat berpuas-puas mengabadikan bagian luar masjid . Tapi kesan megah dan menakjubkan aku simpan dalam hati.


ULUDAG
Schedule ke-2 untuk hari ke-3 adalah melihat salju di Uludag. Puncak bukit Uludag bisa dijangkau menggunakan kereta gantung (cable car). Tiket untuk kereta gantung seharga 35 TL perorang.  Menurut cerita dari teman-teman yang pernah kesini dari ketinggian kereta gantung, yang membawa kita naik dan turun bukit salju Ulugadag kita dapat merasakan sensasi keindahan hamparan salju putih yang mempesona. Selain putihnya salju yang membungkus dahan-dahan hutan cemara yang sangat luas itu, kita juga dapat menyaksikan sekawanan serigala yang hanya bisa berjalan perlahan di atas timbunan salju yang sangat tebal dan dingin itu. Sepertinya mereka tengah berusaha mencari kehangatan bersama, sembari mencari hewan buruan yang mungkin saja lewat untuk makanan mereka di musim dingin.

Loket pembelian tiket cable car

Tetapi keberuntungan tidak berpihak pada kami. Semua cerita itu “zonk”, karena hujan yang turun lumayan lebat menyebabkan kaca kereta gantung berembun dan tidak bisa melihat pemandangan luar sama sekali. Jadilah kita seperti manusia yang disimpan dalam lemari es. Hiks...! aku sempat mikir kenapa gak dipasang whipper aja ya, supaya embun yang menempel dikaca bisa disapu habis supaya kita bisa melihat pemandangan luar. Ahhaaaa.... ide menarik :D.

Sesampai di puncak bukit salju Uludag, aku terpana melihat hamparan putih bersih seluas mata memandang. Udara sangat dingin yang menyergap tidak aku rasakan sama sekali saking “exited”nya. Jelas ini sesuatu yang amazing bagi kami yang hidup di negara 2 musim belum pernah melihat dan merasakan pemandangan ini. Kulihat anggota rombonganpun sangat antusias dan berteriak senang.  Tak ayal lagi, berbagai pose foto bersama dan “selfi” pun kami lakukan, seolah tak pernah puas melakukannya “ritual” itu secara bergantian.

Exited memandang warna putih yang membentang tak berbatas
Euphoria ditengah kebekuan

With our handsome, patient and kind tour guide, Ramazan Abi
Diajari act oleh bu Andi Sukma, secara aku selalu pose dalam keadaan anggun sempurna
Tak perlu menunggu lama tanpa ada komando, aku, Sapta dan Kotada segera naik untuk mencapai bukit dengan hamparan salju yang memutih, kulihat banyak sekali pengunjung yang melakukan kegiatan bermacam-macam seperti bermain ski, kereta luncur atau hanya sekedar mengambil gambar dan tentunya berselfie ria. Tidak mudah ternyata untuk menaiki bukit salju ini aku saja beberapa kali merosot. Aku sadar bahwa sepatu boot yang kupakai ini bukanlah diperuntukkan untuk jalan diatas salju karena tapaknya memang datar. Seharusnya yang bergerigi. Tapi beruntungnya Sapta dan Kota memakai sepatu yang memang diperuntukkan untuk naik gunung. Jadilah aku dipapah (lebih pantesnya seperti digendong oleh mereka berdua, malu pada sendiri jadi berasa nenek-nenek yah dipapah begini).

Kami naik tidak terlalu tinggi (= Bukannya kami sih! Tepatnya aku! Kalau mau jujur sebenarnya Sapta dan Kotada ingin naik lebih tinggi lagi. Tapi kularang) . Lebih takjub lagi tak lama kemudian hujan salju turun. Bulir-bulir putih seperti kapas yang luruh kebumi satu persatu merupakan pemandangan yang indah sekali (secara aku seorang pengarang ingin rasanya segera menciptakan puisi cinta atau prosa cinta yang terkait dengan putihnya salju. Ahaaaa...!). Meski dalam diam aku bertasbih dan berdzikir dalam hati. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, Masha Allah.

Kotada sedang asyik menikmati hasil fotonya
Lihat bulir-bulir putih yang luruh ke bumi itu. Hujan salju. Maa shaa Allah indahnya...!
Nempel terus sama Kotada atau Sapta karena 2 alasan , takut licinnya salju dan juga mencari kehangatan

Tadinya Sapta dan Kotada ingin mencoba belajar main ski. Mereka sudah tanya harga sewa peralatan adalah seharga 50 TL perjam, sudah mau oke. Tapi mbak Evi bilang kita tidak akan terlalu lama disini paling lama 30 menit. Hmmmm...jadi batal deh. Tapi tak apalah merasakan sensasi salju secara nyata merupakan pengalaman berkesan yang luar biasa (padahal biasanya cuma dapat dilihat dari drama Korea atau Turki).

Karena suka cita aku tidak merasakan sebenarnya cuaca dan udara sekitar sangat dingin. Sapta dan Kota saja sampai menggigil. Aku tidak merasakan menggigil sama sekali. Tetapi tak lama setelah itu kakiku sedikit kraammm. Dingin menusuk tulang kaki, meskipun sepatu bootku dari kulit asli dan kaos kakinya cukup tebal. Aku terdiam sesaat tanpa mengeluh, tanpa berteriak takutnya Sapta dan Kotada merasa khawatir. Setelah kakiku sudah bisa digerakkan aku mengajak mereka segera turun, kebetulan pula Ramazan sudah mengisyaratkan turun. Kami turun. Kasian juga kedua anak-anak belum merasa puas berada disini. Ya sudahlah...mungkin lain kali kita bisa kembali lagi ketempat ini sayang....!

Sampai dibawah beberapa ibu-ibu peserta juga sudah menunggu. Seperti biasa bu Andi Sukma sangat sibuk meminta tolong untuk difoto. Aku hanya menepi dipinggir jalan karena takut terserempet  beberapa mobil melintas dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Asyik menunggu..tiba-tiba ada 2 orang pemuda Turki yang lewat menyapa. Aku sedikit bisa menjawab sapaan kecil (efek suka nonton drama Turki) tapi selebihnya bahasa isyarat karena mereka tak bisa bahasa Inggris. Begitu mereka ingin foto bersama gubrak...bu Andi berteriak-teriak ingin ikut! Hayoooo....! Kami harus menunggu lumayan lama untuk meninggalkan tempat ini karena mbak Evi belum muncul, masih menunggu hasil cetak foto yang diambil oleh fotograper bayaran.

2 pemuda Turki yang ramah menyapa ketika aku menepi di pinggir jalan

YESIL CAMII (GREEN MOSQUE)
Yesil Camii dibangun pada 1421 oleh Sultan Mehmed I, yang telah bersatu kembali Kekaisaran Ottoman setelah perang sipil sebelas tahun. Yesil Camii (= Green Mosque) adalah salah satu masjid unik. Yesil Camii didominasi oleh warna turquoise yang indah pada ubin nya. Halaman dan area sekitar masjid menyajikan pemandangan yang indah menghadap ke lembah di bawah.

Area sekitar Yesil Camii yang teduh
Tepat di belakang masjid dan lanjut ke atas bukit, adalah Yesil Türbe. Makam segi delapan ini memegang sisa-sisa kejayaan Sultan Mehmed I, dan mungkin bahkan terlihat lebih mencolok daripada masjid itu sendiri.
Berkunjung ke tempat ini aku sudah tidak merasakan begitu exited lagi, tidak seperti perasaanku pertama berkunjung ditempat kesini tahun lalu. Aku hanya berkeliling disekitar halaman tanpa masuk ke dalam masjid karena saat itu masjid penuh dengan jamaah yang melaksanakan sholat Dzuhur berjamaah. Sebenarnya aku ingin ikut sholat Dzuhur berjamaah, tetapi khawatir waktunya tidak cukup karena pada saat awal Ramazan telah menyebutkan estimasi waktu yang disediakan berkunjung disini. 
Setelah berkeliling aku, Sapta dan Kota masuk ke dalam Yesil Turbe yang cukup padat pengunjung. Membacakan doa dan langsung keluar tanpa mengambil foto di bagian dalam. Keluar dari Yesil Turbe kami bergegas ketempat berkumpul yang telah dijanjikan Ramazan, ternyata masih sepi dan hanya ada beberapa orang yang sudah disana (rombongan umroh dari Ujung Pandang). Rupanya sebagian besar peserta masih didalam toko “Silk Market”, aku tidak berniat masuk. Bukankah tahun lalu aku sudah puas belanja di toko tersebut. Segala piring keramik dan lampu kristal sudah kubeli. Kami harus menunggu cukup lama sampai akhirnya harus meninggalkan tempat ini (Hmmm ... kalau tahu bakalan lama menunggu mending ikut sholat Dzuhur berjamaah saja tadi ;(( ... )

View di depan Yesil Turbe
Bangku taman di depan Yesil Camii yang dulu saat aku tour pertama kali ke Turki menjadi posisi favoritku untuk capture foto
Yesil Camii
Dua orang ABG yang ikut dalam rombongan wisata pelajar suatu sekolah. Wisatawan lokal, lihat mereka inget anakku Ardi yang sudah tiada, aku jadi rindu. Untungnya 2 ABG ini ramah ketika diajak ngobrol, bahasa Inggrisnya lumayanlah.
Mengeliling Area Yesil Camii, indah sekali
Icon kota Bursa
Sembari menunggu peserta lain kumpul di depan Silk Market bertemu seorang ibu membawa "Kiz bebek". Gemes sekali dengan bayi laki-laki ini begitu kugendong tiba-tiba dia menyodorkan mukanya ke mukaku dan kagetnya aku ternyata dia mencium bibirku. Ahaaaa...genitnya. Dia gak mau kulepas untuk kembali ke ibunya. Ihhhhh...seneng ayo ikut aku ke Indonesia. Aku mauu....!
Perjalanan selanjutnya adalah makan siang disuatu restoran lokal yang menyajikan menu “Grilled meatball. Taste masakan di resto ini sama sekali tidak terasa cocok dilidahku meski sudah kuracik ala-ala aku. Aku hanya menyentuh salad, sepotong daging yang dipaksa masuk perutku dengan dorongan bergelas-gelas air. Untuk antisipasi daya tahan tubuh aku harus meminum 2 sachet milkshake WRP diet. Sipppp....never mind ! 

Tetapi ada pemandangan yang sangat menarik di resto ini, yaitu melihat sosis segede “gaban” (alias gede banget yang tergantung di etalase resto. Waduh gede amat ! Sholat dzuhur dan Ashar dilakukan di masjid resto dan selanjutnya kita harus road to Kusadasi selama 4 – 5 jam untuk schedule perjalanan esok.
Jam 8 malam lebih kami check in di Suhan 360 hotel, sembari menunggu pembagian kamar kami langsung menuju ruang makan. Ada live musik yang dipentaskan di resto hotel tersebut. Suka sekali sama penyanyi tunggalnya yang membawakan lagu-lagu tempo dulu yang sudah sangat terkenal. Alunan suaranya keren dan bagus sekali. Lucunya lagi ada beberapa peserta yang ingin ikut menyumbangkan suara tetapi sayangnya home singernya gak mengerti dan gak bisa mengiringi. Aku tersenyum...sungguh luar biasa keberanian ibu-ibu ini! Usai makan dan sudah mendapatkan kunci kamar yuk kita istirahat dan mengistirahatkan diri dari perjalanan panjang yang melelahkan (tapi menyenangkan) hari ini supaya besok bisa bugar. Selamat malam kawan!

1 comment:

Echie said...

Aduh...pengen banget ke sini