Thursday 31 March 2016

AMAZING TURKEY DAY 9 TAKSIM SQUARE, SULEMANIYE CAMII, GRAND BAZAAR

Jum'at, 04 Maret 2016

Yuhuuu...ini hari terakhir travelling kami. Senengnya mau pulang ke kampung halaman. Bener juga ya kata pepatah sejauh-jauhnya burung bangau terbang pasti akan pulang ke kubangan juga. Beres dandan dan meletakkan koper di depan pintu kamar, aku dan mbak Diba langsung ke resto hotel yang terletak di lantai 7. Karena hotel berkelas maka restonyapun terlihat luxury bangets. Tapi tiba-tiba jadi rada shock waktu mau ambil menu ternyata dideretan sajian itu disana sini tersaji juga “PORK” alias babi. Audzubillah...! Biarpun dipasang tanda mana sajian pork atau bukan agar kita gak salah ambil tetap saja jadi ill feel. Langsung eneg, kebayangkan panci yang dipakai buat masaknya gak mungkin dipisah-pisah.

Aku langsung pindah ke meja lain yang cuma menyajikan buah, ambil salad buah dan ke meja sebelah yang terdapat sajian roti. Ambil 1 roti puding. Takut banget aku mendekati meja yang ada pork, padahal disitu tersaji sosis, telur dll. Gak ah...mending puasa aja. Inilah kalau hotelnya skala international. Kemaren-kemaren biasa-biasa aja dan halal, karena hotelnya tradisional dan Turki banget, jadi menunya halal secara orang muslim. Hadehhhh...

Setelah makan kami langsung ke lobby dan siap berangkat, meski peserta yang lain belum ada yang muncul. Lumayanlah bisa foto-foto dengan mbak Diba yang harus pisah karena dia harus melanjutkan perjalanannya ke Dubai. Jam 8 akhirnya kita kembali melaju untuk melanjutkan perjalanan hari terakhir ini.

Lobby Hilton Park SA Hotel, with my roomate mbak Diba


TAKSIM SQUARE

Taksim Square terletak di Istiklal street adalah pusat perbelanjaan di istanbul.  Di kiri dan kanan jalan kita bisa menemukan toko barang-barang mewah/branded, cafe, bar, galeri, restaurant, dll. Tidak heran jika jutaan pengunjung selalu memenuhi istiklal street ini setiap hari hingga malam nya

Diiringi hujan yang lumayan lebat (karena memang gak bisa dibilang rintik, buktinya bajuku basah kuyup sampai ke dalem-dalemnya) kami berjalan kaki menyusuri jalan ke Taksim Square. Kami di drop di depan Starbuck coffee dan diberi waktu 2 jam buat belanja. Saat sampai ke sini ditengah hujan yang lumayan lebat dan sebagian besar pertokoan belum buka. Jadilah kami seperti anak jalanan yang terbengong-bengong dipinggir jalan karena sangat sulit mencari tempat berteduh. Belum lagi dinginnya hembusan angin yang sangat mengigigit. (Sungguh terlalu..! Schedule ini sama sekali tidak memakai perikemanusiaan dan perhitungan. Aku beristighfar berulang kali untuk meredakan rasa sebalku dengan kondisi ini. Apakah Ramazan tidak memperhitungkan pertokoan masih belum buka karena terlalu pagi? Apakah Ramazan tidak bisa merasakan hujan dan dingin sedangkan tidak ada tempat buat berteduh sama sekali. Ya iyalah dirinya sendiri memakai payung kok. Keterlaluan sekali!).

Schedule ini dibuat seakan untuk memenuhi target day yang ditetapkan untuk trip kami saja. Astaghfirullah..! Memang di 2 hari terakhir aku melihat sepertinya Ramazan sudah agak lelah dan tidak begitu telaten lagi dengan servicenya dia. Mungkin dia lelah seperti kami juga lelah? Hmmm bener juga terlalu panjang untuk trip 10 hari, yang maksimum adalah 7 hari saja.

Kami berempat (plus bu Andi Sukma yang ikut gabung bersama kami) seperti orang linglung mencari pertokoan yang sudah buka, tetapi ya memang belum ada. Akhirnya perlahan kami menyusuri pertokoan ditemani hembusan angin dingin dan tepisan air hujan, kalau mau mengeluh sebenarnya seluruh bajuku ini sudah basah dari ujung kepala sampai ujung kaki, tetapi aku diam dan tak mengeluh aku senantiasa beristighfar untuk meredakan kejengkelan terhadap schedule ini. Setelah hampir setengah jam lebih luntang lantung gak tentu arah, akhirnya aku lihat ada 1 toko kecil yang buka kami mampir dan melihat-lihat. Toko ini menjual pasmina, square jilbab, topi pucut, syal dll. Aku membeli beberapa helai pasmina, square jilbab, syal dan topi untuk oleh-oleh teman kantor. Masih asyik memilih tiba-tiba beberapa peserta lain, kak Tina, mbak Ris , mbak Nuke masuk dan ikut membeli juga.

Berlindung dari hujan

Keluar dari toko ini mulai banyak toko yang sudah buka. Aku sempat masuk ke toko pakaian, ingin sekali membeli coat panjang yang sering dipakai wanita Turki, sudah lama kuimpikan karena gaya pakaian ini sesuai dengan tuntunan pakaian syari, panjang dan tak membentuk badan. Sepakat dengan harganya senilai 280 TL/pcs aku malah mau beli 2 sekaligus, tapi pas dicobain ternyata sempit dibagian ketiaknya, badannya sih pas. Masa sih? Padahal itu sudah nomer paling besar loh, dan warnanya maroon serta dark tosca, aku sudah kesengsem banget. Sedihnya....! Aku tetep maksa penjaga toko cariin 1 nomer lebih besar (“ihhh...perasaanku wanita Turki itu badannya gede-gede kok mereka bisa ada coat yang cukup, aku kan gak gede-gede amat .....”, rajukku). Ngotot banget ya aku kalau sudah suka.... Tapi tetep penjaganya bilang maaf ibu itu sudah size yang paling besar. Hiks...aku keluar toko dengan sedih! Soalnya aku tuh jarang langsung suka ke suatu barang, nah kalau sudah suka artinya suka banget. Yo wis lah bukan rezeki.

Monumen of Republik
Alun-alun Taksim Square 

Kami masuk ke toko sepatu yang didepan tokonya tertulis sale up to 70%. Kulihat banyak sepatu boot yang dijual. Aku dan bu Sukma berkeliling melihat-lihat sepatu yang didisplay, sedangkan Sapta dan Kota terduduk di kursi yang tersedia di dalam toko (mungkin mereka lelah! :D). Tak lama kami berkeliling mencari, kak Tina dan mbak Ris juga masuk toko. Aku mendapatkan beberapa sepatu yang model dan harganya pas untukku. Kebetulan boot kesayanganku ini agar pudar warnanya karena kena salju di Uludag kemaren. Akhirnya aku membeli juga 2 pasang sepatu. 1 pasang boot untuk persiapan Europe Travelling next November dan 1 lagi sepatu wedges buat ke kantor. Aku menawari Sapta dan Kotada untuk memilih sepatu, tapi mereka menolak, “ngapain mending beli di Indonesia!”, jawabnya. Good rasa nasionalis kalian sama dengan saya.

Yup...sudah yok karena waktu yang disediakan sudah habis. Kami segera ke Starbuck cafe sementara beberapa peserta lain juga sudah ngumpul. Akhirnya kami kembali menyusuri jalan ditemani hujan rintik yang cukup lebat dan membuat baju kuyup menuju tempat bis kami mangkal. Itinerary selanjutnya adalah masjid Sulaiman.


MASJID SULAIMAN
Masjid Raya Sulaimaniah adalah sebuah masjid peninggalam kekaisaran Ottoman yang terletak di Bukit ketiga Istanbul, Turki. Masjid ini adalah masjid terbesar di kota, dan salah satu objek wisata paling terkenal dari Istanbul. Masjid Raya Sulaiman dibangun atas perintah Sultan Sulaiman. Dia meminta tolong pada seorang arsitek bernama Mimar Sinan, seseorang yang dianggap jenius di bidang arsitektur. Pembangunannya dimulai tahun 1550 dan berakhir pada 1558.

Masjid Sulaiman

Desain arsitektural masjid ini menggabungkan elemen struktural bangunan Islam dengan Bizantium. Bangunan berdiri tinggi, dengan menara yang ramping, kubah besar yang juga didukung oleh setengah kubah dalam gaya gereja Bizantium Hagia Sophia. Desain Sulaimaniah menurut Sultan Suleyman sendiri menjadi bangunan Solomon kedua, sebab referensi kubah batu yang dibangun di atas kuil Solomon, yang sangat dibanggakan oleh kaum Justinian sangat mirip dengan kubah di masjid tersebut. Bangunan ini, sampai sekarang tetap menjadi simbol kota.

Attic of Sulemeniye Camii
Halaman masjid yang terik tapi dinginnya menusuk hati dan tulang
Ditempat yang sama landscape
Aku sudah lelah...
Tempat water treatment, aku berteduh
View di sekitar Sulemeniye Camii dimana sisi Asia dan Eropa bertemu
Entah apa nama tempat ini gak tahu karena sejak masuk di masjid ini Ramazan tidak memberikan cerita apapun

Seperti masjid kekaisaran lainnya di Istanbul, masjid itu sendiri memiliki halaman depan yang cukup monumental (Avlu) di sisi baratnya. Halaman Sulaimaniah menunjukkan keagungan yang luar biasa dengan peristyle bertiang dengan kolom marmer, granit, dan porfiri. Desain interior masjid hampir berbentuk persegi yang berbentuk ruangan yang luas. Kubah diapit oleh semi-kubah, bagian utara dan selatan berbentuk lengkungan dengan jendela tympana penuh, didukung dengan monolit porifiri besar. Dekorasi interior sangat halus, dengan menggunakan Ubin Iznik yang ditata dengan sangat teratur. Mihrab terbuat dari marmer putih dan mimbarnya didesain utnuk tampil sederhana, terbuat dari kayu, gading, dan mutiara.

Di taman belakang masjid utama ada dua makam. Di dalam makam itu disemayamkan jenazah Sultan Suleiman I, istrinya Hurrem Sultan dan putrinya Mihrimah Sultan, Sultan Sulaiman II, Ahmed II, dan Sliha Dilasub Sultan, dan Safiye Sultan (wafat tahun 1777), putri dari Mustafa II. Mereka semua dimakamkan di sana. Di luar tembok masjid, di sisi utara terdapat sebuah makam, itulah makam arsitek Sinan yang memerbaikai masjid hingga nampak seperti sekarang.

Dari pelataran parkir kami masih harus menyusuri jalan menanjak yang cukup jauh untuk sampai ke masjid Sulaiman, tetapi gembiranya cuaca sudah mulai bersahabat matahari mulai menampakkan sinarnya. Lumayanlah bisa bikin bajuku agak kering. Sesampai di pelataran mesjid kak Tina memaksa untuk segera ditunjukkan dimana letak toilet karena sudah kebelet. Akhirnya sebagian peserta juga menuju toilet, sekalian berwudhu.

Pengunjung masjid ini cukup ramai, karena hari ini hari Jum’at. Hari Jum’at adalah hari besar bagi negara Islam. Ramazan segera menunjukkan pintu masuk untuk jamaah pendatang (foreigner), ternyata di masjid ini dibedakan pintu masuk untuk pendatang dan penduduk lokal. Aku masuk bersama kak Tina sedangkan peserta lain entahlah ada dimana. Belum terlalu penuh jamaah yang ada. Aku mendapat tempat yang masih lumayan lega sehingga masih bisa memilih tempat yang aku suka. Seketika setelah mendapat tempat aku melaksanakan sholat tahyatul masjid. Hmmm...lucunya ibu-ibu disebelahku ini bergeser menjauh, karena ketika dia mepet denganku dia rasakan bajuku yang basah bangets... Inilah bu nasib schedule kami hari ini... kuyup! Tapi alhamdulillah aku tidak masuk angin. Nasib...ikut group travel! (Ayo...gak boleh jengkel Esi!)

Bubar sholat sempet mejeng sejenak
Ditempat yang sama tapi opposite

Usai sholat Jum’at (ini sholat Jum’at yang kedua selama aku di Turki, pengalaman berharga buat aku). Aku segera ke pintu keluar, cukup padat dan berdesakan. Aku memilih duduk diundakan di dekat tangga keluar untuk dapat memakai sepatu bootku yang cukup sulit untuk dikenakan kembali. Ketika asyik memakai sepatu aku menunduk dan tidak melihat sekelilingku, tiba-tiba seseorang duduk dan nempel banget dengan aku. Aku terlonjak kaget dan langsung berdiri menjauh karena dengan gaya busana bagian bawahnya yang memakai celana jeans aku menyangka orang tersebut laki-laki. Orang tersebut juga merasa kaget karena aku berlari menjauh. “Oh...sorry” teriaknya. Aku terpana karena ternya orang tersebut seorang gadis muda berjilbab yang sangat cantik . Anak itu langsung memeluk aku sebagai permintaan maaf atas ketakutanku.
“I am really sorry...”
“Its okay... I think you are a man” jawabku
Dia tersenyum.
“Oh yeah... really”, tanyanya tak percaya
“Yeah...I just look you from the bottom, your pants”

Akhirnya kami ngobrol sesaat, dia berasal dari Azarbaijan. Nah loh aku agak bingung juga...negara mana tuh. Seneng sekali bisa ngobrol dengan anak ini bahasa Inggrisnya lancar dan bagus, jadi nyambung banget, dia seorang mahasiswa yang sedang belajar di Turki. Kembali dia memeluk dan mencium pipiku kiri kanan. Seneng sekali ketika dia memanggilku mom... Uhuuuu.... inget Nabila jadinya!

Aku segera ke halaman masjid yang dijanjikan Ramazan untuk kembali berkumpul. Peserta lain juga sudah kumpul dan sangat sibuk foto-foto. Aku sendiri sudah sangat letih dan kehilangan semangat buat foto-foto. Sapta saja yang berusaha motoin aku secara candid. Huft.....!

Pemakaman sultan-sultan. Raja Sulaeman dan Hurem seperti dalam film Abad Kejayaan juga dimakamkan disini

Jam sudah menunjukkan jam 1 lebih ketika kami keluar dari masjid ini dan masih harus berjalan kaki cukup jauh menuju parkiran bis diterik matahari. Perutku sudah sangat perih malah sampai hampir mau muntah karena lapar (sarapan di hotel tadi pagi sekedarnya saja gara-gara ill feel ada pork). Tujuan selanjutnya memang adalah makan siang di suatu resto yang menyajikan menu masakan China.

Hiphodrome
Lihatlah piringnya licin tandassss....

Masih perlu perjuangan juga, jalan lagi di area Sultan Ahmed, di pelataran Hagia Sophia, Hipodrome. Duh...pengen nangis rasanya. Akhirnya jam 2 lebih 15 menit kita sampai juga di sebuah resto China. Nih mata sudah berkunang-kunang. Menu pertama yang sudah tersaji adalah sop tomyam dan green tea hangat. Seluruh peserta seperti kalap menyantap tomyam... dan rasanya memang enak banget. Masakan Asia memang pas di lidah kita. Dan menu-menu selanjutnya menyusul ludes tandas di meja kita. Apalagi menu ikan tenggiri panggang yang tidak begitu besar itu, tinggal tulangnya doang. Aku mau muntah saking kenyangnya (iyalah ini tanda-tanda maag (asam lambung) sudah naik ke atas , lapar dan pas selesai makan pasti berasa mau muntah. Emang schedule hari ini semuanya menyiksa! Hiks....).

Selesai santap siang kami masih harus berjalan lagi kurang lebih 20 – 30 menitan ke Grand Bazaar yang merupakan schedule terakhir untuk trip kami. Hadehhhh....aku gak suka banget sama yang namanya belanja. Pengen pulang langsung aja ke Indonesia.


GRAND BAZAR
Keluar dari rumah makan China kami menyusuri jalan yang agak menanjak dan lumayan jauh (padahal Ramazan bilang hanya sekitar 10 menitan dan faktanya hampir setengah jam), dan setelah melalui jalan-jalan yang sempit, ramai dan khusus untuk pejalan kaki, akhirnya kami pun sampai di pintu gerbang pasar tertutup terbesar di Istanbul ini yaitu gate 7. Begitu sampai Ramazan memberikan sedikit pengarahan dan estimasi waktu yang diberikan untuk mengelilingi tempat ini.

Aku terkaget-kaget dan berteriak “Innalillahi”, ketika Ramazan mengumumkan bahwa kami diberikan waktu selama 4 jam untuk berbelanja disini. Ya Allah...lama sekali. Waktu 1 jam saja saat di Spice Bazaar aku sudah merasa jenuh dan lama banget, apalagi ini 4 jam. Mau ngapain aja selama itu. Tapi yah...apa boleh buat ini schedule. Saat itu jam 3 sore lewat  jadi jam 7 malam diharapkan sudah kumpul kembali di gerbang gate 7 tersebut. Hmmm....

Kami bertiga masuk, berjalan lenggang dan santai karena memang tidak berniat belanja terlalu banyak. Hanya lihat-lihat dulu, target utama beli pernik si mata biru dalam bentuk apapun untuk oleh-oleh temannya Sapta dan kotada, sedangkan aku masih mencari jilbab atau dompet kecil untuk oleh-oleh teman kantor. Tidak terlalu tergesa kami keluar masuk beberapa toko. Tapi belum sampai 30 menit tiba-tiba kepalaku pusing dan pandanganku berkunang-kunang, wajahku putih memucat. Pemilik toko, Sapta dan Kota terlihat amat cemas. Aku menenangkan mereka dengan mengatakan tidak apa-apa. Pemilik toko memberikan kursi kecil untuk aku duduk. Aku duduk dan setelah tidak pusing lagi aku berdiri dan mengajak Sapta dan Kotada untuk segera keluar dan tak lupa aku mengucapkan terima kasih pada pemilik toko atas kursinya.

Mendung menggantung
Hadehhh.... belum beli apa-apa lagi (aku memang dari masih remaja gak bisa masuk pasar yang padat pengunjung dan tertutup. Inget dulu saat aku masih SMP menemani mamaku belanja ke pasar sayur. Saat itu memang ramai sekali karena besok harinya lebaran, belum juga lama aku pucat pasi dan hampir roboh. Akhirnya aku dinaikan ke becak dan minta dianterin pulang oleh tukang becak itu, sedangkan mama melanjutkan belanja lagi untuk persiapan lebaran. Sejak kejadian itu mama tidak pernah mau ngajak kalau aku mau ikut ke pasar sayur. Hiks...!).

Kami keluar dan bingung mau ngapain, toh masih 2,5 jam lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke Doge Cafe saja. Cafe tersebut terletak sekitar 2 meter dari gate 7 dan pengunjungnya sangat ramai. Pelayannya sangat ramah mempersilahkan kami masuk. Aku memesan capucino dan French Fries (kentang goreng) karena cuma 3 menu itu yang kami cocok. Fasilitas free wifi membuat kami tidak bosan disitu. Malah sampai 3 kali tambah kentang gorengnya. Setelah istirahat 1 jam lebih kami keluar dan berusaha masuk lagi ke Grand Bazaar, karena toh kami belum dapat barang yang kami inginkan.

Gate 7

Kami masuk lagi ke Grand Bazaar tetapi hanya di bagian depan saja, asal sedapetnya aja dan gak niat untuk mendapat harga murah. Dapat gantungan kunci, dompet dan hiasan dinding mata biru bertuliskan Allah dan Muhammad. Kami segera keluar dan bingung mau istirahat kemana lagi, waktunya tinggal 1 jam lebih. Beruntung sekali saat menunggu di gerbang seorang petugas keamanan berseragam warna navy meminjamkan kursinya untuk aku (apakah aku terlihat lemas sehingga dia mau pinjemin aku kursi). Tak berselang lama peserta lain bermunculan, mbak Evi cs, juga kak Tina dan ibu Sukma. Karena terlihat berkumpul dan agak sedikit heboh petugas kemanan mengusir kami, namun saat aku akan berdiri dia memberi isyarat agar aku tetap duduk aja istirahat gak apa apa katanya. Deuhhhh...baik amat security ini. Aku kembali duduk dan si ibu-ibu pada bubar. Tapi mbak Evi berteriak memanggilku untuk gabung aja, akhirnya kami ikut mereka. Kasiannya nasib kami, berdiri dan ngobrol di depan-depan toko eh diusir oleh pemilik tokonya. Berkali-kali diusir (ih sadis-sadis banget nih ya orang-orang disini. Kasar sekali cara ngusirnya, pake teriak-teriak dengan suaranya yang nge”bass” gitu). Hmmmmm.....

Inside Grand Bazaar
Kami masuk ke sebuah cafe (disebelah kanan Doge cafe tempat kami nongkrong tadi). Beberapa orang memesan minuman seperti jus delima, tapi kami bertiga tidak memesan apapun. Masih terasa kenyang sekali, makan french friesnya sampai 3 mangkok besar tadi. Semua peserta sudah lengkap tetapi justru Ramazan yang tidak terlihat. Ternyata Ramazan pergi bersama Dhana anak gadis pak Ari. Nah gara-gara ini si ibu-ibu ngegosip tentang 2 insan tersebut. Sampai keluarlah cerita tentang malam-malam di Cappadochia dimana sang putri menghilang dan baru pulang ke kamar menjelang pagi....bla...bla... Waduh masa iya sih...? Bah cerita macam apa pula ini?

Aku diam dan beristighfar, tiba-tiba Sapta dan Kotada berdiri dan mengajakku berdiri alasannya mau masuk Grand Bazaar lagi, ditengah jalan mereka menasehatin aku agar gak ikut-ikutan bergossiping ria. Ya iyalah...dosa tahu! Tapi aku sih didalam hati...wah sebuah inspirasi nih kenapa aku gak buat cerpen aja tentang cinta yang hadir antara seorang tour guide dan seorang travellernya. Hmmmm .... dasar otak pengarang!

Kami kembali ke gerbang masuk Grand Bazaar dan berdiri disana, eh....si bapak security yang ganteng tadi tersenyum kepadaku sembari mengisyaratkan apakah butuh kursinya. Aku membalas tersenyum menggelengkan kepala sembari menangkupkan kedua tangan didada, mengisyaratkan aku gak butuh tuh kursi dan terima kasih untuk kebaikannya. Si bapak tersenyum manis lagi (Deuhhh...securitynya aja seganteng ini .. mirip Karim di film Sherazat...masha Allah!). Cukup lama kami bertiga disini, tak lama kemudian Ramazan mendatangi kami mengisyaratkan untuk kumpul.

Laki-laki yang berseragam jas itu security yang baik benget
Selanjutnya kami menuju Warung Nusantara untuk makan malam sekalian sholat Maghrib dan Isya. Karena masih sangat kenyang (efek makan dan nongkrong di Doge Cafe) aku makan sangat sedikit bahkan hampir gak makan sama sekali. Cuma makan bakwan gorengnya saja.

Usai makan malam kami segera melaju ke bandara Ataturk. Sesampai di bandara , kulihat bandara tidak ramai (hmmm...sepertinya memang tak banyak wisatawan yang berani ke Turki, karena saat kedatangan juga terlihat sepi saja). Kesibukan group terjadi disini. Ibu-ibu yang sangat maniak dalam shopping mulai repot karena harus repacking kopernya masing-masing. Barang-barang yang membludak setelah seharian ini mengunjungi Taksim square dan Grand Bazar, malah ada beberapa orang yang mulai khawatir bagaimana menghadapi masalah “overweight”. Ibu Winda yang mendatangi kami untuk meminta jatah bagasi kami, karena koper kami sama sekali gak nambah beratnya dari awal. Bener aja kami gak beli apa-apa yang ada hanya souvenir-souvenir kecil si mata biru, jilbab dan sepatu. 2 kilo aja gak nyampe kali ya...hahaaaa....! Aku dengan senang hati mengiyakan permohonannya. Segera setelah memasukan sepatu dan jilbab yang tadi kubeli ke dalam tas kabinku yang memang kosong, aku segera melihat-lihat suasana bandara sambil foto-foto sedangkan yang lain sibuk repacking.

Last moment sebelum ke bamdara
Hmmmm... memang tujuan orang travelling itu berbeda-beda. Untuk diriku pribadi tujuan travellingku sama sekali tidak mencantumkan item shopping. Shopping itu hal yang sangat memualkan bagiku. Pertama untuk apa membeli hal-hal yang tidak urgent (bukankah dalam syariat dinyatakan hal yang mubazir itu sama dengan syetan dan berdosa), kedua memang aku gak punya budget buat itu (untuk biaya travel aja aku harus nabung selama 1 tahun), ketiga aku sangat mencintai Indonesia andai aku mau buang devisa ngapain harus ke negara orang lain, keempat produk LN jauh sangat mahal, sebagai contoh saja saat di silk market square jilbab sutra seharga 280 TL dan kalau dikalkulasikan ke rupiah adalah sekitar 1,5 juta rupiah. Hanya jilbab??? Semahal itu? Mendingan aku beli jilbab desainer terkenal Dian Pelangi yang kualitasnya sudah mendunia paling mahal sekitar 300 ribu rupiah. Masuk akalkan kalkulasiku?

Kecerdasan emosi memang harus ditingkatkan. Karena pandai mengelola emosi dan memandang segala sesuatu dari sisi manfaat itu sangatlah penting. Manfaatnya terlihat kok secara nyata, lihat aja tuh ibu-ibu sibuk dengan koper dan bagasi sejak dari hari pertama travel hingga sampai di bandara saat mau masuk pesawat. Ini terpampang nyata loh coba bayangkan aku kasian sekali melihat teman sekamarku yang setiap malam selalu pusing dan bingung ngatur koper untuk menempatkan belanjaannya (sedangkan aku sampe kamar hotel, mandi, sholat, keluarin baju buat besok, nyusun baju kotor dan langsung tidur). Dan pada saat di bis aku lihat bu Winda cs sibuk nyusun hasil belanjaannya (dan aku masih bisa senyum-senyum bbm-an dengan teman atau malah tidur). Yah...hidup itu pilihan...dan diri kita pribadilah yang memilihnya untuk kita.

Akhirnya jam 1.30 waktu Istanbul pesawat kami lepas landas meninggalkan bandara Ataturk. Selamat tinggal Turki negeri secantik bidadari. Banyak hal yang dapat dibawa dan dijadikan pelajaran selama perjalanan ini. Tentang keindahan ciptaan Allah, tentang budaya dan peradaban, tentang sistem pengelolaan pariwisata negara lain dan yang paling penting aku banyak belajar tentang bagaimana cara yang baik kita berinteraksi kepada sesama. Harus sabar, tidak menyakiti dan paling penting tepo seliro. Aku menjadi tahu dan aku janji tidak akan melakukan segala seuatu yang telah dilakukan orang lain yang membuat aku tersinggung, tidak nyaman dan di”neglecting”. Insha Allah aku bisa berkaca dengan semua itu sehingga bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Amin....

Mungkin akan kembali lagi ke Turki di season yang berbeda. Musim semi mungkin? Disaat Tulip bermekaran disana sini. Insha Allah. Tapi yang jelas bukan dalam waktu dekat karena Mei sudah rencana travel ke China 5D 4N dan November travel ke Europe 11 days 10N. Sedangkan tahun 2017 ingin umroh Ramadhan sekalian ke masjidil Aqso di Palestine. Yah...bermimpilah karena dengan mimpi kamu akan punya kekuatan untuk mencapainya.

AMAZING TURKEY DAY 8 BOLU VAN HOTEL, SULTAN EYUP CAMII, PIERE LOTTI CAFE, SPICE BAZAAR, YENI CAMII, BOSPHORUS CRUISES

Kamis, 03 Maret 2016
Setelah sarapan tepat jam 7.30 kami sudah mulai melanjutkan perjalanan ke Istambul, jarak antara Bolu dan Istanbul dalam kondisi lalu lintas yang biasa akan memakan waktu sekitar 3 jam. Sepanjang perjalanan ini beberapa kali kami mampir ke rest area, aktifitas yang umum dilakukan adalah toilet visiting, karena udara yang sangat dingin disertai hujan yang cukup lebat menyebabkan aku dan juga sebagian peserta harus sering ke toilet.


Sayonara Bolu Van Hotel

Sejak kemarin aku merasa sudah sangat lelah dan bosan dengan trip ini. Sudah sangat kangen rumah! Berdasarkan pengalaman trip kali ini Aku menyimpulkan bahwa trip selama 10 hari itu terlalu lama dan bosan, menurut hematku yang paling pas adalah 5 day 4 night atau maksimal 7 day 6 night. Analisisku perjalanan ke Turki ini cukup sampai selesai trip ke Cappadochia di hari ke 6 kemaren. Selebihnya itinerary yang gak begitu penting, objek wisatanya juga tidak begitu menarik, apalagi untuk 2 hari terakhir full schedule shopping, bener-bener wasting time dan budget tentunya. 

Perjalanan ke Istabul memakan waktu yang lebih lama diluar prediksi, ini disebabkan kondisi lalu lintas yang macet parah. Menjelang tengah hari kami menuju suatu resto lokal yang menyajikan menu sayap bakar, Buhara Restaurant. Harus melakukan sedikit perjuangan mencapai resto ini, berjalan cukup jauh ditengah hujan menyusuri lorong-lorong pertokoan. Sesampai di resto sembari menanti menu disajikan mataku tertuju pada dapur resto. Aku melihat sebuah lobang menganga seperti sumur dengan bara api membakar. Rupanya di situ adalah tempat pemanggangannya. 

Dapur resto dengan tungku pembakaran seperti sumur
Roti tipis dan krispi, jika dimakan saat masih panas. Bila dingin melempem dan sensasinya hilang

Menu yang pertama kali disajikan adalah roti yang berbentuk tipis lebar yang ketika dimakan terasa sangat krispi. Aku menyantapnya beberapa dengan mengolesi dengan sajian seperti sambal terasi tapi bukan, entah apa rasanya asam asin. Enak.... tapi bila dibiarkan agak lama (5 menit) roti tersebut akan segera layu alias lempem dan hilang sensasinya. Setelah merasakan sensasi roti yang krispi, menu utamapun datang. Potongan-potongan sayap kecil yang disediakan lumayan banyak (6 – 7 potong) per porsi. Rasanya seperti ayam bakar kecap meski tidak ada kecapnya, rasa manis mungkin dari madu. Aku menyantap habis jatah 1 porsi ayam bakar tersebut ditemani separuh porsi dari nasi gurih yang disajikan. Recomended deh cita rasa menu di resto ini. 

Keluar resto kita harus jalan lagi ditengah rintik hujan menyusuri lorong-lorong pertokoan yang cukup rame menuju bis. Selanjutnya kita akan sholat dzhur (jamak Ashar pastinya) dan ziarah ke masjid Sultan Eyüp. 

Masjid Sultan Eyüp 
Kunjungan pertama di hari ke-8, adalah mengunjungi masjid Sultan Eyüp. Masjid Sultan Eyüp merupakan masjid pertama yang dibangun oleh kesultanan Turki Ottoman setelah penaklukan Konstantinopel di tahun 1453. Di dalam kompleks masjid terdapat makam Abu Ayyub al-Ansari yang juga dikenal dengan nama Khalid bin Zaid Al-Anshari. Masjid Sultan Eyüp (Turki: Eyüp Sultan Camii) terletak di distrik Eyüp dari Istanbul, di luar tembok kota dekat Golden Horn. Bangunan ini berasal dari awal abad ke-19. 

Sultan Eyüp adalah salah satu sahabat yang diyakini wafat dan dikebumikan di Istanbul. Dalam sejarah Islam diceritakan bahwa beliau membuka pintu rumahnya ketika Rasul hijrah ke Madinah. Sebelumnya Rasulullah sudah memuji sosok yang akan menaklukkan ibukota Byzantium ini. Dalam satu sabdanya, Baginda Rasul berkata, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.“ (H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335) 

Lokasi makam beliau awalnya tak diketahui. Penasihat spiritual Sultan Mehmed II, Syeh Aksemsettin mengetahui keberadaannya lewat mimpi. “Aku mendengar baginda Rasulullah SAW mengatakan seorang lelaki soleh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut dan aku juga ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik pemimpin yang mana dia akan memimpin sebaik-baik pasukan seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda.”

Desain Attic dari Sultan Eyup Camii, kermaik biru yang cantik
Bagian dalam Eyup Camii
Sultan Eyüp diyakini telah meninggal selama pengepungan Arab pertama Konstantinopel di 670s. Makamnya sangat dihormati oleh umat Islam dan menarik banyak peziarah. Makam Sultan Ayub Al Anshari terletak di sisi utara dari sebuah halaman di seberang pintu masuk utama ke ruang doa dari masjid. Dinding makam menghadap masjid dilapisi keramik khas berwarna biru dengan motif yang sangat indah .

Dinding keramik biru di gedung tempat pemakaman Khalid bin Zaid Al-Anshari.Ini yang ambil foto asal  karena sudah diteriakin untuk kembali, berdiri aja belum lurus mata masih merem, arrggghhhh...bener juga ya aku kan minta objek dan orangnya abaikan saja

Pengunjung sangat padat di masjid ini, setelah menyelesaikan sholat aku ikut dalam deretan antrian pengunjung untuk masuk dan ziarah ke makam Khalid bin Zaid Al-Anshari, membacakan doa dan segera keluar agar pengunjung lain yang antri dapat masuk. Diluar mesjid aku kebingungan karena tak melihat Sapta ataupun Kotada, padahal aku ingin sekali berfoto. Sempat minta tolong Dhana untuk ambil foto, tetapi baru foto 2 kali raut wajah mbak Nuke agak kurang senang (Aku memang baper-an orangnya, melihat wajah jutek jadi gak enak hati).

Dua orang turis dari Rusia kalau gak salah, yang awalnya minta difotoin dan akhirnya minta foto bareng, mereka takjub dengan cara aku pake jilbab. Hmmmm...biasa aja kalee (inilah foto yang minta tolong Dhana memotonya)

Aku cuma melihat-lihat saja sambil sesekali membantu wisatawan asing yang minta tolong difoto. Lucu wisatawan asing sangat takjub dengan gaya pakaianku, sampai jilbabku dipegangin, mungkin dia nanya gimana sih cara pakenya. Aku menjawab dengan senyuman saja, terakhir mereka minta foto bareng (foto bareng inilah aku minta tolong Dhana dan wajah mbak Nuke langsung asam, padahal cuma sekali ini loh..... ya Allah). Setelah bengong beberapa saat Sapta dan Kotada muncul rupanya mereka sengaja menunggu aku di pintu masuk pertama kali kami di drop. Yah...karena waktu kunjungan sudah harus berakhir aku hanya sempat pose dikit dan hasil fotonyapun terlihat bahwa terlalu buru-buru. 

Pengunjung yang cukup ramai
Kebagian juga yang disekitarnya agak sepi
Halaman depan Sultan Eyup Camii

Keluar dari komplek mesjid Sultan Eyüp kami antri untuk naik “cable car”, perjalanan di atas kereta gantung melintasi dalam kota dan dibawahnya terdapat pemakaman orang-orang terkenal (tempat pemakaman mahal alias elit). Kukira kita naik cable car karena untuk menyebrang ternyata tidak. Entah apa tujuan kita naik cable car ini, hanya 10 – 15 menit kita kembali lagi ke tempat awal kita naik

PIERE LOTTI COFFEE SHOP
Pierre Loti (1850-1923) adalah seorang pengelana dan novelis legendaris asal Prancis. Loti terpikat oleh sihir keindahan dunia Timur. Ia pun berkelana ke kota-kota legenda yang dikatakannya sebagai penjelmaan mimpi: mulai dari Fez, Rabat, Tunis, Kairo, Alexandria, Sinai, Sahara Arabia, Jerusalem, Galilea, Damaskus sampai akhirnya berlabuh dan menghabiskan sisa usianya di Istanbul, kota yang paling ia cintai dari kota-kota lain yang pernah ia singgahi.

Di kota dua benua ini, Loti memiliki tempat favorit untuk merenung, menghabiskan waktu dan menuliskan novel-novelnya, yaitu di atas puncak bukit kompleks pemakaman Abu Ayyub Al-Anshari (Sultan Eyüp . dari atas sana, pemandangan kota Istanbul terlihat indah menghampar, dengan langitnya yang biru, dengan selat Tanduk Emas(Golden Horn) dan Bosphorusnya yang berkelok-kelok, dengan ratusan kubah dan menara yang menjulang indah.

Pemandangan dari Bukit Piere Lotti
Apakah karena langit mendung dan gelap sehingga gak dapet pemandangan yang indah seperti cerita orang?

Di puncak bukit terdapat semacam cafe yang menyajikan minuman khas Turki, pelayan segera menawarkan kepada kami untuk memilih jenis minuman khas Turki. Aku memilih nescafe latte karena tidak terlalu suka dengan cita rasa kopi Turki yang sangat pahit. Memandang sekeliling tak nampak pemandangan indah yang diceritakan beberapa blogger. Mungkin karena hujan dan mendung yang menghalangi pandangan. Aku melihat deretan kursi dan keadaan tanaman disekitar cafe tidak tersusun rapih, sangat berbeda dengan suasana di Camlica Hill yang benar-benar indah dan rapih. Ketika aku tanyakan ke Ramazan dia bilang untuk masa sekarang pemandangan di Camlica Hill sedang tidak bagus (mungkin juga ya di musim dingin kan semua pohon jadi gundul). Puas menikmati kopi kami harus melanjutkan perjalanan.

Sebuah cafe yang menyediakan minuman khas Turki, kopi, teh dan coklat
Jamuan minum kopi Turki di Cafe Piere Lotti. Aku cuma pilih nescafe gak sanggup minum kopi Turki pahittt dan kental sekali.

SPICE BAZAAR
Tujuan selanjutnya adalah shopping time di Spice Bazar (hmmm...untuk tiap tour aku paling tidak suka dengan schedule shopping time, aku paling gak suka belanja. Sehari-hari aja aku selalu belanja online kalau harus beli sesuatu).

Spice Bazaar atau disebut juga Misir Carsisi, seperti pada papan di gerbang masuknya tertulis bahwa berdiri tahun 1664, disebut juga Egyptian market. Ini merupakan pasar terbesar ke dua setelah Grand Bazaar. Lokasinya di daerah Fatih, dekat dengan Eminonu, dan satu area atau satu bagian dengan Yeni Camii, atau masjid baru. Cukup melangkahkan kaki beberapa langkah saja ke sebelah kanan Spice Bazaar kita akan memasuki halaman masjid tersebut.

Yeni Camii
Udaranya tuh biasa aja disini tapi anginnya tuh menusuk hatiku dan tulangku
Pengunjung yang berkeliaran cukup banyak

Ratusan burung yang mangkal di pelataran masjid ini
Istirahat dan berlindung dari teriknya matahari
Barang-barang yang dijual di Spice Bazaar, hampir sama saja dengan yang terdapat di Grand Bazaar. Hanya saja di Grand Bazaar memang lebih lengkap. Seperti yang aku lihat sekilas, untuk produk kerajinan kulit seperti jaket, tidak terlihat di pasar ini. Namun, souvenir, t-shirt, keramik, makanan seperti turkish delight dan baklava, bumbu-bumbu, pashmina, tas, peci, perhiasan emas, perak dll, semua ada di sini. Sama saja dengan di Grand Bazaar, di sini juga diperlukan keahlian menawar.

Memasuki pertokoan Ramazan segera membawa kami ke sebuah toko milik temannya. Toko ini menyediakan berbagai rempah-rempah herbal, penganan khas Turki. Tadinya aku tertarik untuk membeli shafron. Karena ada tawaran discount jika membeli 5. Beberapa orang diantara kami sepakat untuk bergabung beli biar dapat discount, mbak Nuke, mbak Ris cs, Dan setelah dilihat lagi semua mundur teratur. Mahal sekali untuk kemasan 10 gram seharga 600 TL. Haaaaaa....tadinya dikira 60 TL.

Aku langsung ke luar dari toko tersebut karena tidak berminat untuk membeli apapun. Rempah, minyak zaitun dan turkish delight sudah kubeli dalam perjalanan ke Pamukkale kemaren. Sempat melihat-lihat ke lorong-lorong pertokoan, semua biasa-biasa saja dan tidak ada satu pernikpun yang membuat aku tertarik. Akhirnya kami bertiga keluar pasar, dimuka gerbang aku lihat bu Andi Sukma juga sedang bengong sendirian diluar. Akhirnya si ibu foto-foto bersama Kotada dan aku sempat bermain-main memberi makan merpati yang berkumpul di halaman mesjid Yeni. Cukup lama rasanya menunggu mereka yang semuanya doyan belanja. Terik matahari sore dan dinginnya hembusan angin sangat mengganggu, aku segera mencari tempat istirahat dan berteduh dibangku taman di pinggiran depan Yeni Camii , mengamati pengunjung yang ramai dan lalu lalang.

Berbagai ramuan dan rempah herbal
Extract herbal dan minyak-minyak
Bumbu dan rempah khas Turki
Lorong-lorong pertokoan, sedang mencari yang gak dijual :D
With Bu Andi Sukma, awalnya jutek nih si ibu tapi lama-lama jadi deket juga dia
Yeni Camii

DINNER DAN BOSPHORUS CRUISES
Schedule terakhir trip hari ini adalah makan malam dan Bosphorus Cruises.Hari sudah menjelang Maghrib ketika kami sampai ke te dermaga kapal. Angin dingin yang menghembus kencang dipinggiran dermaga sangat menusuk tulang. Satu persatu kami naik ke kapal. Kapal yang kami tumpangi terlihat lebih mewah tetapi jauh lebih kecil dari yang pernah kami tumpangi tahun lalu saat group tour kami melintasi Bhosphorus (bayangkan yang dulu jauh lebih besar saja aku merasa sangat sempit dan sulit untuk ambil foto, apalagi yang ini).

Dermaga, bergegas untuk masuk kapal niar gak kedinginan
Begitu masuk kekapal dibagian tengah kulihat meja makan panjang dengan sajian yang penuh. Aku tidak tertarik sama sekali. Yang aku cari adalah lokasi dan posisi agar aku dapat mengambil foto view di sekitar Bosphorus. Aku segera naik ke geladak setelah menemukan anak tangga. Tetapi lagi-lagi sangat sulit. Ombak besar, angin kencang dan peserta yang banyak dan gak punya rasa pengertian untuk bergantian membuat aku sulit sekali ambil foto. Hmmmm...aku sangat kecewa. Padahal tadinya aku sangat antusias bisa mengambil view di sekitar Bosphorus saat senja atau malam. Zonk....! Akhirnya kami bertiga turun dan santap malam aja deh. Aku sedih sekali!

Masjid  Otakoy di pinggiran selat Bosphorus

Bangunan elit di pinggiran Cruises

Jembatan Bosphorus
Kata Ramazan ini rumah-rumah mahal, jadi inget rumahnya Cansu
Suasana pinggiran menjelang sunset tp gak dapet momentnya
Usai santap malam alunan musik menghentak diperdengarkan oleh Ramazan. Secara spontan seluruh peserta hingar bingar menggoyang kapal kecil ini. Aku hanya memandang dari kejauhan ulah peserta. Aku tidak terbiasa dan dalam tuntunan syariatkupun dilarang bagi seorang muslimah mengumbar goyangannya. Ketika mereka sibuk berpesta pora, aku terniat ingin mengintip kembali view Bosphorus dari geladak kapal, kuajak serta Sapta dan Kotada, baru saja dapet 4 – 5 foto tiba-tiba ada beberapa peserta ikut naik ke geladak kapal juga. Kami langsung bubar karena bu Winda dan mbak Yuyun juga ingin berfoto disitu, gantian yah..!

Makan malam di cruises
Akhirnya dapet juga suasana malam di Bosphorus, kilau lampu selalu memancarkan keindahan
Jembatan Bosphorus biarpun gak sempurna viewnya karena kapalnya ngebut banget

Dan makan malam terakhir ini ditutup dengan moment sedih, disaat kami membuat lingkaran dan bernyanyi bersama lagu “Kemesraan”. Ah...terasa sedih juga ya harus berpisah, tapi yang paling sedih raut wajahnya adalah Ramazan, mungkin dia sedih karena harus berpisah dengan gadis cantik anak pak Ari. Entahlah aku tak tahu ada jalinan apa...ada sebagian ibu-ibu yang cerita bahwa terjalin sesuatu diantara mereka. Wallahu alam...dosa bila harus ikut bergosip ria, bukankah sah saja seorang laki-laki dan wanita single saling jatuh cinta. Aku gak mau ikut ngerumpi.

Loket pembelian tiket Cruises di Uskudar
Menuju tempat pemberhentian bis

Malam itu kami kembali menginap untuk terakhir kalinya di Istanbul. Sesampai di lobby hotel Hilton Park Sa, proses penurunan bagasi dan pembagian kamar agak rada lama, karena barang-barang harus diturunkan semua untuk di packing rapih. Disamping itu ini hotel berbintang jadi agak rada jelimet aturannya. Yah...akhirnya setelah nunggu lama dan dapat jatah terakhir (entah kenapa kami bertiga selalu terakhir kalau pembagian gini). Kamar 214, sampe kamar langsung mandi, sholat dan packing sedikit aku cuma masukin baju kotor yang tadi kupakai, ngeluarin baju buat besok. Bukankah aku sudah mulai menata rapih koper sejak di Cappadochia dan ini juga efek samping yang menyenangkan kalau kita gak terlalu banyak shopping. Yeayyyy...mbak Diba masih pusing bagaimana cara menyusun belanjaan dan baju-baju kotornya aku sudah lelap. Senang karena besok malam kita pulang. Selamat mimpi yang indah .

Hilton Park sa Hotel