Thursday 22 September 2022

MAKASAR TRAVELLING KELUARGA

Day 3 

Trip hari ketiga pak Fajar janji akan dijemput jam 8. Check out hotel karena kami akan menuju Tana Toraja dan menginap selama 2 malam. Agak keburu-buru sih, karena break fast hotel baru dibuka jam 7. Namun akal dan taktik harus dipakai agar gak terengah engah. Usai makan naik lagi ke kamar namun gak bisa ke toilet dulu yang biasa kulakukan jika habis makan. Setibanya di Lobby rupanya pak Fajar sudah lumayan lama menunggu. Hiks... padahal kami on time loh. Menurut info pak Fajar perjalanan ke Tana Toraja akan ditempuh lebih kurang 8 jam. Hmmmm...lumayan jauh mirip-mirip kalau mau ke Pagar Alam. Jadi sudah bisa membayangkan penatnya.

Kebetulan hari Jum'at jadi perjalanannya harus ada mampir untuk Ifan dan pak Fajar melaksanakan sholat Jum'at. Baiklah kita nyantai aja gak ada yang dikejarkan? Tepat jam 8 kami sudah otw. Baru aja jalan aku dibuat senang banget pas pak Fajar bilang , cuaca cukup cerah jadi kita nanti pertama-tama mampir ke Rammang-rammang. Alhamdulillah..... kesampean juga datang di Rammang-Rammang. Kalau lihat foto-foto Adhe memang paling indah dan menarik.

Rammang-Rammang
Rammang-rammang adalah sebuah kawasan berupa gugusan pegunungan karst yang terletak di Desa Salenrang, kecamatan Bontoa  Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Kawasan karst ini terintegrasi dengan Kawasan Karst Maros-Pangkep. Kawasan karst ini kini diberikan perlindungan khusus, karena kondisi kelestarian alamnya. Kawasan karst ini berada 42,30 km di sebelah utara Kota Makassar. Sebelumnya pada sekitar tahun 2005, kawasan ini pada beberapa titik dijadikan lokasi tambang marmer dan semen oleh sebuah perusahaan yang telah mendapat izin dari Dinas Pertambangan Kabupaten Maros,Pemerintah Daerah Kabupaten Maros. Namun, kelompok masyarakat lokal, para pecinta alam, pemerhati lingkungan, dan beberapa pihak lainnya turun tangan dan menolak kawasan ini dijadikan lokasi tambang. Pihak-pihak tersebut bahu-membahu menyuarakan penolakan adanya tambang hingga pada akhirnya selama dua tahun izin tambang dicabut dan Dinas Pertambangan Kabupaten Maros dibubarkan. Pada tahun 2007, kawasan karst Rammang-Rammang dirintis dan dijadikan salah satu objek wisata yang saat ini menjadi salah satu objek wisata andalan di Kabupaten Maros. Destinasi wisata Rammang-Rammang telah meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dan menambah Pendapatan Asli Daerah.

Kawasan ini mulai dibuka sebagai kawasan wisata pada 2015 dengan adanya kelompok sadar wisata. Usaha berkembang mulai dengan adanya penyewaan perahu, pemandu, makan minum, hingga pengelolaan penginapan. Pendapatan dari pengelolaan wisata, dipakai untuk keuntungan bersama dan kas desa. Di kawasan ini, ada kampung Berua yang dihuni 15 kepala keluarga dengan 15 rumah panggung yang rerata penghuninya berprofesi petani padi dan jadi pemandu wisata. Sepanjang kawasan ini, tempat karst banyak ditumbuhi tanaman-tanaman nipah. Di dekat sungai ini, disediakan musala dan tempat tetirah untuk beristirahat. Masyarakat sini juga memakai perahu untuk sarana pengangkutan dari dan ke tambak maupun ke sawah. Di kawasan ini, mengalir Sungai Pute dengan hutan batu yang tegak tinggi. Kampung Berua ini sendiri, dikelilingi menara karst dalam gua yang purba.

Allah memang mengizinkan kami ke tempat ini karena cuaca terang benderang. Setibanya di lokasi, kita akan disuguhi pemandangan pepohonan dan persawahan yang ditanami pada oleh warga desa Selenrang, Kabupaten Maros. Petualangan pun dimulai dari sini! Bukit-bukit karst menjadi background dari hijaunya alam Rammang-rammang. Udara yang sejuk menjadikan wisatawan dalam negeri dan mancanegara betah berada di kawasan ini. Keramahan penduduk lokal sebagai pemandu wisata memberikan kenyamanan bagi pengunjung untuk mengelilingi gugusan-gugusan karst.

Saat baru saja memasuki kawasan aku terpana Maasyaa Allah indah sekali. Batu karst menjulang menampilkan view yang indah, cucanya sejuk dan segar. Karena pak Fajar memang duta wisata sejati beliau tahu banget di mana spot foto yang menarik. Di tengah jalan kami diberhentikan untuk foto-foto. Katanya sebentar saja ternyata khilap.

Indah... ayooo jempol siapa itu

Masih asri, belum ada sentuhan art tangan manusia

Ketemu sawah dikelilingi batu karst bikin khilap..hehe

Pak Fajar mengajak segera melanjutkan perjalanan. Kami akan turun di dermaga 2,  lalu naik perahu menuju kampung Berua yang terletak di dalam. Awal naik perahu nyaliku ciut dan segala dzikir serta ucapan terlontar. Ngeri juga sih meski danau itu tidak begitu dalam namun aku khawatir tanahnya seperti tanah gambut. Dan satu hal yang paling penting adalah aku gak bisa berenang Harga sewa perahu bervariasi tergantung kapasitasnya. Untuk perahu berkapasitas satu hingga empat orang, misalnya, disewakan dengan harga Rp 200.000 pulang-pergi, karena kami berlima sewa perahu seharga Rp. 250.000,-

Sepanjang perjalanan dengan perahu kiri kanan dipenuhi tanaman Nipah, air danau cukup jernih bahkan sampai terlihat reruntuhan daun Nipahnya. Perjalanan dengan perahu ini hanya memakan waktu sekitar 20 - 30 menit untuk sampai di Kampung Berua. Sampai di kampung Berua kami naik dan masuk ke dalam dimana disajikan pemandangan bentang alam yang asri dan indah. Meski jalan yang kami lewati hanya berupa jembatan kayu yang sempit dan sebagian ada yang rusak aku tetap exited berlari-lari tertawa bahagia.

Ada beberapa tempat yang wajib dikunjungi ketika kita berada di kawasan Rammang-rammang, antara lain Taman Hutan Batu Kapur, Gua Bulu’ Barakka’ Telaga Bidadari, Gua Telapak Tangan dan Guan Pasaung. Untuk mengunjungi semuanya, cukup diperlukan waktu satu hari saja. Sebab, ditempat ini belum terdapat fasilitas penginapan. Namun kami cum mengunjungi Taman Hutan Batu, Kapur Telaga Bidadari dan naik ke puncak Batu Karst (inipun karena dibujuk pak Fajar, beliau bilang gak tinggi kok, atau bentar lagi nyampe tapi gak nyampe-nyampe). Pas nyampe napas terengah-engah keringat bercucuran. Dan bayarannya setimpal... dapat view yang indah serta udara segar serta minum dogan manisss. 

Muka tegang saat berperahu
Entri menuju Padang Amarung


Danau bidadari yang sejuk jernih banyak ikan didalamnya antara lain Bandeng air tawar

Semak belukar alias hutan kecil dalam perjalanan ke puncak

View di puncak 


Wajah-wajah ceria nyampe di puncak

Mampir ngaso sejenak setelah turun terilah kan mendung menggantung untuk sudah hampir selesai

Nayanyi riang sepanjang perjalanan
Danau bidadari yang indah sayang yang ambil fotonya gagal fokus hiks



Menuju dermaga 1 untuk pulang

Sudah berani angkat tangan gak tegang lagi

Dalam perjalanan pulang dengan perahu menuju dermaga 1 hatiku sedih sekali karena dipermukaan danaunya banyak sekali sampah plastik seperti bekas snack dan botol-botol minuman. Bahkan sampai mesin perahu kami mati karena banyak sampah yang tersangkut. Aduhhhhh... kok gitu sih. Pengunjungnya juga tak bisa disiplin buang sampah pada tempatnya. Kebayang kalau habits ini gak di rubah nanti danaunya bisa hilang tertimbun sampah. Hiks...

Hujan mulai turun rintik-rintik lebat

Saat kami masih dalam perahu hujan mulai turun dengan rintik tipis, dan setelah naik ke dermaga menuju mobil hujan turun dengan derasnya. Alhamdulillah... kami sudah selesai. 

Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan menuju Tana Toraja. Banyak mampir-mampir juga untuk sholat bahkan sempat turun di Pare-Pare kota kelahiran pak Habibi. Tiba di penginapan di Toraja sudah jam 11 malam. Asyikk gak tuh. Setibanya di kamar kami hanya berbersih dikit tidak mandi karena airnya seperti es, tak ada pemanas karena kami hanya menginap di sebuah homestay sederhana murah meriah namun lumayan bagus. Sholat dan tidur. Cusss.....

Patung Ainun dan Habibi icon kota Pare-Pare