Thursday 3 August 2017

MENGEJAR MENTARI SENJA DI ATAS LANGIT JAKABARING

Mengejar mentari senja di langit Jakabaring.

Maka kembalilah dia ke peraduan
dan aku berlari mengejar pancaran cahaya emas jingga di atas langit.
Bergegas karena bila telah ke peraduan langit kan hitam kelam.
Demikian pula perjalanan kehidupan semua hanyalah singkat.
Maka bergegaslah mencari cahaya karena cahaya tak akan datang sendiri kecuali kau cari
(Puisi by me, 29 Juli 2017)


Terhitung 5 bulan aku tak ada refreshing menikmati alam. Memang tak bisa travelling dulu nih beberapa waktu. Pertama karena jatah cuti baru akan timbul di bulan September, dan buat hutang cuti juga tak bisa lagi, aku sudah terhitung 3 kali hutang cuti (ke Bandung, Thailand dan pas nikahan Acep awal Juli kemaren). Kemaren ada tawaran travelling ke Eropah Timur dari mbak Indah, murah banget lagi 19 juta untuk travelling keliling Eropah Timur selama 9 hari. Huuuuhuuu... nangis bombay deh saya...Cuma bisa mupeng doang. Alasannya tak ada jatah cuti lagi, meskipun pundi-pundi uang saya full. Ya iyalah duduk mantep dulu ya, sekalian masih terus menuhin pundi-pundi untuk rencana besar mengajak seluruh keponakan dan adek umroh di bulan Februari tahun depan. Inshaa Allah...terkabul segala niatku yah.

Beberapa minggu belakangan juga aku memandangi mirrorless camera kesayanganku. 5 bulan dia nganggur. Menurut tips penjual camera tempat aku membeli dulu, untuk merawat camera agar dalam kondisi prima, maka camera tak boleh dibiarkan nganggur alias tak dipake dalam waktu lama. Harus dikeluarkan dan dijepret-jepretlah seasalnya, lalu baterenya dilepas dan disimpan lagi. 3 atau 2 bulan sekali dilakukan rutin seperti itu. Hmmmmm...ini sudah 5 bulan ya tanpa rutinitas seperti itu. Sibuk dan males untuk mengeluarkannya karena banyak jahitan dan ide-ide kreatif lainnya. Hehehee...

Dan Rabu malem tiba-tiba Acep sang keponakan yang baru saja nikah kirim WA. “Bik Esi, besok kita jalan keliling Palembang yok. Trus refreshing dan karokean. Kebetulan Vera (istrinya) lagi di Palembang”. Wuihhhh... pas banget nih lagi suntuk di rumah dan Sabtu ini aku gak ikut pengajian di masjid Taqwa karena sedang kedatangan siklus bulanan. Okelah kalau begitu. Meskipun aku sudah punya janji sama Atik untuk ke butik Tria ambil baju pesanan dan ke PTC untuk belanja bulanan. Akhirnya untuk explore Palembang dibuat schedule habis ashar saja, aku memang lagi minat banget buat ambil foto sunset. Malam ini aku mengeluarkan camera dan mencharge baterainya. Siapppp...

Habis ashar sekitar jam setengah 5 sore kami start. Tadinya tujuan awal adalah ke “Kampung Arab” (lokasi wisata ini lagi booming dan viral banget), namun mengingat hari sudah menjelang malam agak rada-rada ngeri kalau harus ke daerah seberang ulu. Aku mengusulkan untuk ambil view sunset sungai Musi, artinya kita harus ke lokasi Ampera. Acep bilang kalau Ampera sunset kurang bagus, yang bagus itu kalau sunrise. Ya sudahlah akhirnya sepakat kami akan menuju Jakabaring saja. Aku penasaran untuk dapat view dan foto-foto di lokasi yang sangat instagramable banget. Ada lokasi yang di sepanjang lorongnya terdapat kursi-kursi taman mirip-mirip di Turki. 

Tapi sebelum sampe lokasi kami harus mampir dulu ke Tegal Binangun karena Acep harus meninjau progress proyek jalan kampung yang dikerjakan oleh perusahaannya. Jadi yah memang sudah hampir malem bener sih kita nyampe Jakabaringnya. 6 kurang seperempat. 

JAKABARING SPORT CITY

JSC adalah komplek olahraga terintegritas Jakabaring. Kawasan ini dibangun pertama kali dalam rangka penyelenggaraan PON 2004. Lalu fasilitas kawasan kompleks olahraga ini kembali berbenah menyambut penyelenggaran Sea Games 2011. Sejak itu Palembang terkenal dengan sebutan kota olah raga. Ibukota Sumsel ini dijuluki dengan sebutan tersebut, dikarenakan berbagai multi event olahraga pernah digelar di kota pempek ini.

Beberapa event olah raga tingkat nasional maupun international yang pernah diselenggarkan di kawasan ini adalah PON 2014, Sea Games 2011, Islamic Solidarity Games (ISG) 2013, ASEAN University Games (AUG) dan pada tahun 2018 Asian Games juga siap digelar di kota pempek. Menyambut Asian Games yang akan digelar tahun 2018, pembangunan dan penambahan fasilitas besar-besaran terjadi diantaranya pembangunan infrastrukur untuk LRT. 

Banyaknya gelaran olahraga di Palembang menjadi berkah tersendiri bagi kota Palembang. Di sana terdapat belasan venue olahraga bertaraf internasional. Bahkan, JSC disebut-sebut terbaik di kawasan ASEAN atau negara-negara di Asia Tenggara. Keberadaan JSC ini pun kini menjadi daya tarik tersendiri di Palembang. Hampir setiap orang yang tiba ke bumi Sriwijaya selalu menyempatkan waktu menyinggahi lokasi yang sudah terkenal ini.

Memasuki kawasan Jakabaring aku melihat perubahan yang sangat drastis di sepanjang jalan pembangunan LRT sangat pesat perkembangannya. Beberapa bulan lalu (5 bulan lalu kalau gak salah) aku, Acep dan Kotada pernah kesini untuk olah raga pagi, tiang pancang saja belum ada dan saat ini sudah berdiri kokoh sepanjang jalan ke arah Jakabaring. Hmmm... jalanan sangat ramai, wajarlah ini kan Sabtu sore alias malem mingguan. Memasuki gerbang JSC ada semacam loket restribusi, pengunjung yang datang ke JSC harus membayar Rp. 5.000,- untuk roda dua dan Rp. 10.000,- untuk roda empat untuk bisa berkeliling kompleks olahraga tersebut. Apakah restribusi ini akan masuk ke pemerintah daerah? Meski orang bilang murah tapi menurutku cukup mahal kok . 

Acep dan Kotada cukup paham tentang lokasi yang aku deskripsikan. Ketika mobil memasuki area parkir aku segera paham kalau dulu di Idul Fitril 2013 aku dan rombongan keponakan dari Cilegon dan Bogor pernah ke sini. Tapi dulu lokasinya belum seperti ini. Belum ada fasilitas kembatan dan walking track, lalu kursi-kursi taman yang cantik. Aku turun dengan semangat akhirnya dapat nih lokasi yang pernah aku lihat di IG orang-orang. 

Nuansa hijau di pinggir danau buatan sungguh merupakan tatanan landscape yang sangat indah bagiku. Aku sih exited banget... dan Kotada pun langsung paham dengan jobdescnya sebagai photographer. Hmmmmm.... Tapi sayangnya lokasi ini terlalu padat pengunjung, dan seperti kebiasaan turis lokal adalah tidak mengerti arti “in turn” (bergantian dan beri kesemptan orang lain agar bisa ambil foto di best view nya). Jadinya yah itu... waktu kami hampir habis hanya karena nunggu sepi... nunggu orang lain sudahan. Lumayanlah dapat juga foto-fotonya yang lumayan bagus


Sangat antusiasnya aku menemukan ini
.
Walking Track dengan angin yang kencang



Danau buatan dan langit gelap menjelang malam
Gelap...

Hamparan balok warna warni apa ya? Fungsinya buat apa, aku sangat tertarik sekali sayangnya ditutup. Entah kenapa alasannya ditutup. Tapi aku sempat baca dibibir jembatan yang menjorok peringatan dilarang mencuci motor. Masa sih... cuci motor ???
Penganten anyar foto pasca wedding

Puas disatu lokasi itu aku masih menginginkan bisa menikmati dan ambil foto di anjungan yang menjorok ke danau yang biasa dipakai orang-orang untuk foto preweeding. Dari lokasi kami berdiri lokasi yang aku inginkan itu terlihat di kejauhan. Acep bilang nanti saja bik Esi, kita sebaiknya ke padang ilalang saja mengejar foto sunset dan setelah itu baru kesana. Ohhhh masuk akal dan ide cemerlang. Kami langsung ke TKP. Lokasinya berlumpur kaena ada beberapa galian tanah entah untuk pembangunan apa. Aku jadi inget lagi sekitar tahun 2009 kami (teman kantor) pernah foto-foto disini setelah acara halal bi halal di rumah pak Husni. Dulu ilalangnya tinggi-tinggi dan lebat. Sekarang sudah gundul semua karena di gali buat membangun apa aku tak tahu (dari internet rupanya di situ dibangun arena untuk motor GP).

Di lokasi yang dikatakan Acep banyak juga anak muda yang tergabung dalam sebuah club photographer, aku bisa mengatakan begitu karena melihat mereka yang berusaha ambil foto di lokasi membawa peralatan camera DSLR canggih lengkap. Camera besar lengkap dengan tele, tripod bahkan gaya mereka ambil foto sampai gegulingan di jalan. Aku suka dan rasanya pengen gabung dengan mereka. Mereka masih sangat muda, aku mengenali salah satu dari mereka. Seorang anak laki-laki berpostur mungil dengan kacamata lumayan tebal. Aku tahu anak itu karena sempat buka blog photographer dia saat aku browsing tentang Kampung Arab hari Jum’at lalu. Hasil foto-fotonya memang bagus banget. Eh.. ternyata aku ketemu orangnya langsung. Sayang aku tak sempat menyapa atau berdiskusi dengannya karena posisi mobil kami berhenti agak jauh.

Matahari memang sudah sisa sedikit lagi sebelum kembali ke peraduan. Cahaya merah jingganya sangaaat indah bagiku. Sibuk sekali kami sore itu lari-lari untuk dapat shot yang baik. Alhamdulillah Kotada dan Sapta sudah baik teknik ambil fotonya. Senengnyaaa....du dud du du. Hanya dalam hitungan menit matahari sudah tenggelam. Hari sudah gelap ketika kami meninggalkan lokasi dan pas aku meminta ke lokasi yang menjorok ke tengah danau, Acep bilang sudah gelap bik Esi, danaunya sudah tak kelihatan lagi jadi viewnya sudah tidak indah. Hiksss... next time saja. Okelah kalau begitu.

Pas nyampe langit sudah gelap begini.ayooo buruannn keburu malem

Best picture sunset

Kotada... in action matahari semakin tenggelam

Yang foto pasca wedding...

Maka malampun telah datang
Adzan Maghrib berkumandang ketika kami sedang di atas jembatan Ampera, maka rencana baru dibuat lagi. Sholat maghrib dulu di masjid Agung, lalu makan malam, mampir lagi di jalan jendral Sudirman untuk menikmati pegelaran jalanan yang mirip di Sabuga Bandung atau Malioboro. Yah... kita menuju masjid Agung. Aku hanya menunggu di parkiran saja, berhubung sedang tidak sholat. Tadinya mau nyempetin foto di bundaran air mancur tapi karena air mancurnya mati diskip saja rencana itu. 

Keluar dari pelataran parkir masjid Agung tiba-tiba Tami telpon minta dijemput karena dia mau ikut karokean, terpaksa kami harus ke Picon dulu jemput Tami dan pulangnya balik lagi ke jalan jendral Sudirman. Namun sampai ke TKP aku sudah tak minat lagi buat mampir atau singgah di sana, ramainya itu luar biasa. Dari mobil kulihat sepertinya sedang ada event perlombaan apa entahlah. Gegap gempita suara musik membuat suasana area itu hingar bingar. Ah...sudahlah ogah banget, secara aku tahu tentang Palembang. Malah takut bahayanya, copet atau apalah.

Keluar dari area itu kami mencari makan malam. Pilihan jatuh pada bebek Slamet, rencana mau makan di bebek Slamet ini sudah berkali-kali gagal karena pas kesana selalu sudah tutup. Dan kali ini berhasil, malah sangat ramai pengunjung. Aku agak ill feel melihat lokasi resto tersebut, sedikit jorok sih menurutku. Pada saat pelayan menawarkan menu, pilihan menu yang tersisa hanya bebek saja katanya. Memangnya ada menu apa saja ya kalau semua lengkap. Hmmmm... tak jelas. Ya sudah kita memesan menu yang ada saja. Menurutku cita rasa bebeknya recomended banget, gurih dan krispi. Lebih recomended dari taste bebek Garang di jalan Braga Bandung. Kalau soal harga relatif murah. Untuk makan berempat dengan minuman yang beraneka (bukan air putih) saat itu aku kena charge sekitar 161 ribuan. 

Bebek Slamet
Martabak sayur Malabar, pesen untuk bekal sarapan besok. Hmmm

Habis makan maka kita meluncur ke tujuan terakhir kita yaitu karokean. Tadinya mau ke tempat karoke Master Piece di PTC, tetapi karena Tami sudah berulang kali ditelpon ibunya agar pulang cepat maka supaya cepat sampai dan juga cepat pulang kami menuju pertokoan Rajawali. Hush Puppies. Tempat karoke ini masih anyar, lokasi, sarana, fasilitasnya masih bagus semua. Hanya aku agak sedikit empet sih, karena ada semacam sistem yang memperkosa hak pelanggan. Biaya 1 jam itu 100 ribu. Kalau 2 jam 200 ribu, tetapi kalau ambil paket 2 kena charge sebesar 255 ribu. Aku tanya 55 ribu itu buat apa? Pelayan jawab akan dikonpensasi berupa minuman dan snack. Karena merasa sudah kenyang dan gak butuh makan maka aku menolak untuk ambil paket. Lalu pelayannya bilang kalau tidak ambil paket maka harus tetap wajib ambil minum minimal 1 botol teh dengan tambahan biaya 25 ribu. Waduh harga teh botol 25 ribu??? Mahal amat nek....! Ya dengan terpaksa aku ambil paket saja. Saat mau bayar, pelayan itu bilang nanti saja kalau sudah selesai.

Ini nih karoke Hush Puppies yang transaksi biayanya gak jelas
Cukup sekali ini kesini

Ternyata pas transaksi akhir saat kami selesai karokean aku ditarik biaya sebesar 299.500 rupiah. Loh kok....???? Dengan kritis aku bertanya kenapa sebesar itu. Pelayannya bilang itu kena pajak 20%. Praktek-praktek dagang seperti ini dalam Islam haram, karena transaksi yang sangat tidak fix dan tidak jelas. Pemaksaan untuk membeli minuman saja aku sudah merasa sangat teraniaya, belum lagi pajak yang begitu besar. Pantesan dia bilang bayar nanti saja, kalau sudah tahu akan sebesar itu dengan cara-cara yang tak fair seperti itu di awal sudah aku batalin deh. 

Cukup dijadikan pengalaman saja. Ini pertama dan terakhir aku kesini. Lain kali mending di tempat karoke Master Piece saja. Tak ada yang seperti begituan.... malah ada diskon bila kita mengambil 2 jam. Dengan hati yang masih empet akhirnya kami pulang ke rumah. Lumayanlah refreshing hari ini. Lain kali masih ingin explore dan hunting foto untuk spot-spot menarik di kotaku tercinta.