Monday 22 March 2021

DAPUR CINTA KULINER KAMPUNG BINGEN

Bermula dari tayangan promo di PalTV, lalu melihat postingan di berbagai medsos teman, lalu cerita teman, lalu saya pun mulai browsing di google. Semua sangat menarik. Aku orang yang memang suka menjelajah, travelling, menyukai etnik, tradisional dan kearifan lokal suatu daerah apalagi ini tentang "my city town" menjadi sangat antusias. Hasrat untuk sowan ke lokasi sudah dipendam sejak aku mendapat info dari berbagai sumber tersebut.

Hingga datanglah kesempatan itu. Atun sahabat satu instansi tempat aku bekerja dulu mengontak aku via chat WA. Karena sudah lama gak ketemu sejak terakhir ke taman bunga Celosia Springhill. Aku menawarkan untuk refreshing di week end. Kebetulan dia juga kosong acara. Dicarilah tempat yang kira-kira pas. Pada awalnya Atun mengajak ke Pakri, ada sebuah lokasi yang katanya asyik buat refreshing. Tapi sayangnya cuma berupa tempat foto-foto doang. Hmmmm.... Kurang begitu antusias akunya, iseng aku tawarkan gimana kalau kita ke Kuliner Kampung Bingen yang di 13 Ulu aja. Eh.. dia setuju.

Maka akhirnya jam 10 pagi start dari rumahku menggunakan jasa Grab car kami meluncur. Kenapa kami pakai Grab dan gak nyetir sendiri aja, karena lokasinya kami belum tahu dimana dan belum pasti tingkat keamanannya seperti apa. Dari rumahku ke lokasi biaya untuk Grab hanya 27 ribu rupiah aja. Murah! Artinya lokasinya gak begitu jauh. Adanya Musi 4 memang sangat menguntungkan karena bisa memotong jalan dan praktis lebih singkat. Bayangkan kalau gak ada Musi 4 yang namanya daerah Seberang Ulu pastinya harus putar jauh dulu.

Meskipun alasanku naik Grab akan mudah mencari lokasi, ternyata tidaklah sesuai kenyataannya. Apakah memang sopirnya yang kurang paham baca peta ya? Saat sudah naik ke jembatan Musi 4 sang sopir justru bertanya ke kami, kanan atau kiri bu? Aku yang pernah sedikit dapat info langsung jawab aja kanan dengan yakin. Tapi sudah lumayan jauh kok tidak bertemu juga. Sopirnya malah protes. Kok salah ya bu... kata dia kalau di peta dia harusnya ke kiri. Hmmm... Aku jawab yah sudah.. kalau memang salah putar balik aja! Sebelum putar balik si sopir masih ragu juga berusaha turun dan berapa kali bertanya ke penduduk lokal. Tapi kok gak ada yang tahu ya??? Akhirnya diputuskan untuk putar balik. Ehhh... karena mataku menjadi awas membaca setiap nama lorong akhirnya terbaca juga spanduk Kuliner Kampung Bingen di sebuah lorong kecil. Tidak jauh dari setelah belok kanan Musi 4. Artinya tadi aku bener dong nyebutnya. Ehhh...si Abang Grab.. kok baca petanya kurang mahir ya??

Karena mobil tidak bisa masuk akhirnya kami turun di muka lorong. Terik matahari menyengat menyala. Dengan setengah ragu serta takut kami masuk gang tersebut. Kebetulan di gang alias lorong itu sedang ada pesta pernikahan, suasana jadi semrawut sekali. Lorong sempit ini hanya cukup 1 mobil saja. Karena pesta pernikahan itu menjadi kacau balau karena  mobil yang mau keluar masuk. Aku mulai sedikit pusing. Tak ada tanda-tanda ke mana kami harus menuju. Akhirnya aku bertanya kepada bapak yang menjadi panitia pernikahan. Aku bertanya dimana lokasi wisata Kuliner Kampung Bingen. Agak bingung si bapak? Itu loh pak yang jual makanan khas Palembang. Ohhhh... Dapur Cinta jawabnya. Iya pak...! Aku pernah baca postingan orang di instagram menyebutnya Dapur Cinta.

Lalu kami jalan lagi dengan tak pasti. Karena masih banyak beberapa lorong sempit juga. Kiri atau kanan?? Kami jalan berdasarkan instink aja. Alhamdulillah bener. Diujung jalan kami masuk ke pojokan dead end. Untung ada bapak-bapak tukang yang membawa kayu dan material bangunan lainnya. Dia bilang itu bu masuk ke sana kalau ke Dapur Cinta. Akhirnya kami masuk juga.

Kejutan pertama adalah saat akan masuk Dapur Cinta yang merupakan sebuah rumah panggung, kami harus membayar 5 ribu rupiah untuk menempatkan sepatu dalam sebuah box (seperti di masjid). Aku kaget dan protes "Kenapa harus buka sepatu dan sandal?" Dijawab sama pelayannya "Sudah peraturannya bu!" Ohhhh.... Apa boleh buat kami bayar dan buka sepatu. Masih setengah mimpi karena faktanya lokasi ini tak sesuai gambaran dan bayanganku. Begitu masuk aku langsung melihat sebuah counter penjual makanan dan minuman. 

Karena masih lumayan pagi aku pikir nanti sajalah makan, kita survey lokasi dulu mengejar spot foto terbaik. Keluar dari counter makanan aku sedikit kaget lagi. Hmmmm... cuma sergini doang nih lokasinya. Jauh dibayanganku. Kupikir luas. Tapi memang segera terlihatlah lambang cinta yang terbuat dari besi di sepanjang lorong jalan yang menjorok kesungai. Spot foto yang instagramable banget.  Di sebelah kanan terdapat beberapa pondok kayu untuk duduk -duduk sambil makan. Dan di dermaga ujung yang sempit itu ada 2 set meja dan kursi buat makan juga. Matahari menyala menyengat. Aku dan Atun mulai foto-foto seadanya mengobati rasa kecewa karena semua tak sesuai expektasi. 

Pengunjung sepi. Hanya ada aku dan Atun serta sebuah keluarga yang terdiri dari 5 orang. Mereka juga sedang foto-foto. Sambil berjalan anak bungsunya menangis meringis ketika menginjak kayu jalan yang menjorok ke sungai yang sama sekali tak ada pelindung atapnya. "Kakinya panas". Ya iyalah dia gak pakai sandal dan juga gak pakai kaos kaki. Kami  yang pakai kaos kaki aja merasa panas meski tidak sampai meringis. Sambil aku berfoto-foto kulihat di sebuah pondok mangkok-mangkok makanan yang berisi tekwan, model, pempek yang sudah tersentuh tapi tidak dihabiskan. Jumlahnya banyak. paling cuma dimakan sepotong 2 potong. menurut asumsiku itu sajian makanan keluarga itu. memang belum selesai makan karena asyik foto-foto dulu. Tapi ternyata habis foto-foto kok itu keluarga langsung pulang. makanannya ditinggal. Aku sempat mikir... Kok?

Setelah selesai beberapa kali foto aku merasa haus sekali, muka juga memerah disengat matahari. Maka mulailah kami melihat jajanan makanan yang berjejer di counter tadi. Aku bertanya ada jual es gak. Ada beberapa jenis sih. Aku dan Atun memilih Es susu kurma. Saat aku memilih makanan aku merasa kurang tergiur dari penampilannya sama sekali tidak menarik. Entahlah.... Untuk menghargai pedagangnya aku mengambil 1 pempek telur kecil, adaan, otak-otak dan sarikayo. Itu aja. Atun juga mengambil 4 macam juga. Agak kaget ketika bayar dikasir totalnya 65 ribu rupiah. Hmmmm....

Sesudah kaget saat bayar, lebih kaget lagi saat mencicipi makanan itu. Sama sekali tak ada enaknya. Pempek adaan yang asiiiiinnn, bau kepik (binatang malam yang kecil dan bau busuk) dan keras sepertinya itu bukan pempek hari ini (sisa dagangan kemaren), otak-otaknya juga kisut dan kadar ikan yang sedikit sekali (kayaknya panasan sisa kemaren juga). Akhirnya yang termakan oleh aku hanya pempek rebus telor kecil dan sarikayo aja. Hmmmm... sangat kecewa dan diluar ekspektasi banget dah. Tadinya aku membayangkan yang disebut kuliner khas Palembang zaman bingen itu bakal ada celimpungan, laksan, engkak, maksuba, delapan jam, mie celor, nasi minyak. Atau apalah yang khas Palembang. Dengan citarasa khas Palembang yang berkualitas. Paling tidak seperti jajanan di warung Madinah di Kuto itu loh. Bukankah promo tentang tempat ini sempat disiarkan di media televisi dan berbagai medsos. Diresmikan pejabat daerah. Bukan mencela makanan tapi ini testimoni ya...

Sayang sekali yang mengelolanya tidak diberikan arahan atau dibimbing. Bagaimana aku bisa merekomandasikan ke sahabat-sahabatku dari luar kota untuk kesini kalau aku saja kapok? Ah... padahal ide pendirian spot wisata ini sebenarnya sudah sangat bagus. Sayang belum dikelola secara professional. Belum difasilitasi secara baik. Infrastruktur menuju lokasi juga kurang memadai. Lorong kecil yang sempit dan tak ada lahan parkir. Untung banget aku tidak bawa mobil sendiri kesini, kalau tidak  pasti bingung mau lewat dan cari tempat parkir. Penunjuk arah yang kurang. Yahhhh... sayangnya! Bukan aku mencela, ini kritik dan saran. Semoga dengan kritik dan saran ini bisa menjadi masukan agar menjadi lebih baik lagi. Aku sih ingin spot wisata ini tetap bertahan dan menjadi lebih baik.  Inshaa Allah bisa...!

Spot foto terbaik

Meja makan di teras anjunganberlatar belakang Jembatan Musi 4 dikejauhan

Gerbang Cinta

Jembatan Musi 4 dikejauhan

Ada 2 perahu yang sandar. Entahlah apakah bisa diuganakan atau hanya properti buat foto aja

Lorong masuk ke Dapur Cinta

Rumah yang menarik perhatianku saat masuk lorong sempit

Tempat penitipan sepatu berbayar

Tempat makan dalam teras rumah

Itu pondok yang tadinya ditempati keluarga yang menyisakan makanan

Counter makanan


Ini pilihanku

Ini pilihan Atun, dengan banyak sekali catatannya hehe....pempek adaan ada rambut dan asiiiin, otak-otaknya kisut, serundeng ketan bumbu tengik

Sejarah pempek

Spot foto 3D di dalam rumah

Counter minuman es

Lorong masuk

Pondok-pondok kayu seperti kedai terapung untuk tempat tempat makan

Deretan kursi di pojok dermaga

Meja makan di pojok dermaga beratapkan langit.. dan berpayung matahari. Hmmm...


Tuesday 16 March 2021

REUNI TEMAN PUTIH MERAH

Reuni atau temu kangen dengan sahabat sekolah masa lalu. Banyak istilah yang dibuat tentang reuni teman sekolah. Teman putih merah untuk SD, putih biru untk SMP dan putih abu untuk SMA. Nah.. kemaren itu aku "mencoba mau" untuk reuni putih merah alias teman SD (padahal masa aku SD kami belum pake seragam sekolah alias gak ada seragam). Masa SD kami ke sekolah pakaian bebas, bahkan ada sebagian besar ke sekolah masih nyeker alias gak pake alas kaki. Ada yang pake sandal. alhamdulillah aku lebih beruntung ke sekolah sudah pake sepatu. Inget banget merk sepatu yang sangat hits saat itu adalah "Famous" dan tas yang ngetop banget merk "Echolac". Banyak syukurku kepada Allah semasa SD disaat orang masih nyeker aku sudah pake sepatu. Disaat orang bawa buku ditenteng aku sudah pake "Echolac".

Sebenarnya aku paling anti ikut reuni-reunian. Entahlah malas banget. Selama hidupku aku baru 2 kali reunian. Pertama buka puasa bersama teman biru putih di tahun 2011, kedua temu kangen teman putih merah sekitar 2018. Dari 2 kali ikut reunian itulah aku malas atau bisa dibilang "OGAH" ikut yang beginian. Kenapa? Gak suka aja situasi dan aroma pertemuan ini. Katanya temu kangen alias menyambung tali silahturahim, faktanya gak banget dah. 

Dalam setiap reunian selalu aku menemukan beberapa orang sikapnya agak arrogant. Mungkin karena merasa sudah hebat, kaya, punya jabatan hebat. Semua dipamer. bahkan sikapnya agak jaim terhadap yang lain. Sehingga dia ingin dihormati. Duh...bukannya bertemu kembali dengan teman masa kecil harusnya kita mengenang kelucuan, keluguan dan kegokilan kita pada masa kecil yang lalu. Sehingga kita bisa terbahak-bahak...lucu. Maka jika begini manfaat positif reuni bisa merefreshing diri.

Seperti reuni teman SD ini sebenarnya sudah beberapa kali terselenggara. Namun aku gak pernah ikut sejak pengalaman pertama kali ikut aku bener-bener gak berasa nyaman dan trauma. Berkali-kali ditawarkan aku menolak dengan berbagai alasan. Namun kali ini aku mentok gak mampu beralasan-alasan lagi. Terpaksa ikut.

So..tanggal 13 Maret 2021 kemaren aku ikut juga. Reuni diadakan di kolam pemancingan ikan milik Nelly  Yah... acaranya begitu-begitu aja. Lumayanlah! Situasinya masih ada beberapa orang (2 - 3 orang) yang berasa superior. Namun bagiku kali ini lebih nyaman karena yang ikut agak lebih banyak dan setara tingkat kehidupannya dengan aku, jadi masih ada teman ngobrol. Yah...lumayanlah ikut ngariung dan nyorein hari.

Para wanitanya

Dulu kami agak "Close friend"

 

Aksi foto gue yang ngarahin

Lumayanlah jadi fotografer kita

Giliran minta fotoin gini nih hasilnya


Wednesday 10 March 2021

BERTANAM BUNGA

Corona...oh...Corona...! Efekmu sangat beragam. Mulai dari kekhawatiran, ketakutan, kematian, ancaman rakyat kehilangan pekerjaan dan berujung kemiskinan. Namun dibalik semua negatif Effect ada banyak positifnya. Dengan WFH maka saya jadi semakin rajin, rajin bebersih membuat rumah jadi kinclong, rajin masak berujung baju gak muat, lalu rajin melihat-lihat IG, FB, bahkan saat jalan pagi keliling komplek mata rajin melihat-lihat halaman rumah orang yang dilewati. Lalu muncullah ide-ide kreatif untuk menata perkarangan.

Ide-ide mulai dilancarkan, yang tadinya berniat ingin menata sendiri. Persiapan sudah dimatangkan batu koral putih dan hitam, pasir, semen sudah dibeli. Udah nekad banget buat ngegarap sendiri. Contoh pola aku sampe membuka koleksi majalah dan tabloid Rumah baheula. Hmmmm...semangat 45.

Tapi pas beli tanah pupuk di Reza (penjual bunga langganan aku) iseng ngobrol nanya-nanya bisa gak dia buat taman. jawaban Reza sangat menyenangkan. Dia bilang itu memang kerjaan dia. Aku mikir ngapain aku capek kerjain sendiri kalau ahlinya ada. Lalu negolah kita berdua. Dia check lokasi kerumahku. Hitung-hitungan dia untuk biaya pengerjaan plus tanaman rumput gajah adalah 500 ribu rupiah saja. Itupun dia balik bertanya "kemahalan gak sih bu". Duh Reza baik amat sih. Bagiku murah segitu mah!. Ya sudah deal. Akhirnya dengan material yang sudah aku beli pembuatan taman ini dikerjain Reza. Cuma menata dan gak perlu beli tanaman lagi, karena Reza bilang "Waduh bu, tanamannya banyak banget, kok ibu masih suka beli di saya lagi?". hehehe... itulah ibu-ibu. pengen yang anyar dan viral.

Senang sih memandang perkaranganku yang rapih, menghijau dan indah. Sebenarnya saat tengok-tengok koleksi bunga di depot Reza aku masih pakai logika dan akal sehat juga sih. aku hanya beli yang harganya masuk akal. 200 ribu aja sudah sangat kemahalan bagiku. Apalagi yang jutaan. Ogah ah... Bagiku sangat gak mau dipermainkan oleh taktik pemasaran orang-orang yang pandai mempermainkan perasaan pelanggan. Tanaman yang dulu cuma tanaman liar gak ada harga dibuat booming hingga harganya bisa seharga mobil Alpard. Ahhhhhh...ogah banget!

Dari iseng menjadi indah. Karena aku orangnya gak mau diem dan selalu ingin sibuk jadi merawat tanaman itu benar-benar sangat menyenangkan. Dan sebagai tanda bakti mereka yang kurawat sepenuh hati, mereka juga memberikan kepuasan yang luar biasa. Tanamanku lebat, besar, hijau dan jika itu tanaman berbunga mereka akan memberikan pesona merah, kuning hijau yang maksimal. Dududu....!

Kadangkala karena hati ini senang dan puas aku suka foto-fotoin untuk dipasang di status WA, FB atau instagram. Cilakanya..melihat postinganku jadi banyak teman-teman yang minta. Hmmmm...Banyaklah teman-teman yang mampir dan singgah kerumah buat minta tanaman.  Sebagai orang yang gak tegaan kadangkala aku memendam korban perasaan. Apalagi jika teman itu sudah jauh-jauh datang gak tegalah gak dikasih. Mereka yang datang asal main tunjuk aja. Minta yang ini minta yang itu. Aku langsung main potong atau cabut aja buat ngasih. Rupanya tanaman bisa marah juga. Karena dipotong sembarang, dicabut sembarang mereka jadi mati. Contohnya black pink aku sampai sekarang sekarat, padahal dulu rimbun dan cantik sekali. Pengen nangis banget. Apalagi pas aku mau beli lagi di depot penjual bunga harganya sekarang sudah jadi 500 ribu per pot untuk ukuran tanaman yang masih sangat kecil. Dulu sebelum booming aku beli masih kecilnya cuma 50 ribu. Hiks...

Pengalaman ini membuat aku evaluasi diri. Aku sengaja beli polybag dan tanaman yang sudah rimbun sengaja aku pecah menjadi beberapa kutanam di Polybag. Jadi kalau ada yang minta langsung tinggal angkat aja. Cilakanya lagi sistem inipun membuat aku jadi keteteran. Belum siapkan benih baru stock buat ngasih orang sudah habis. Kalau begini kadangkala aku gak tega maka kukasih aja sekalian potnya, jika aku punya koleksi di beberapa pot. Hmmm... lebih parah dong. For free untuk potnya juga. Ya sudahlah...! Mungkin ini jalan aku buat beramal baik ya.

Karakter kami, ibu, saudara-saudaraku dan aku yang memang suka dan rajin bertanam  "TIDAK" pernah meminta tanaman di halaman orang, teman atau saudara. Kalau melihatnya cantik dan suka maka kami akan cari di penjual bunga dan beli. Jujur seluruh tanaman yang ada di rumahku semua hasil beli atau dikasih sesama saudara kandung (Catat! Dikasih bukan minta). Karena kami tahu bagaimana proses suatu tanaman menjadi indah di pot. Perlu proses. Disiram (kalau pupuk hampir tak pernah kami main pupuk), ganti tanah, pemecahan jika sudah besar. Jadi perlu proses, tenaga, usaha juga biaya. makanya gak mau main minta atau main cabut aja. Tapi inilah dunia..karakter orang beragam.

Sejak itu aku jadi males buat posting di medsos. Yah itulah....sekilas info tentang aktifitas bertanamanku. Moga-moga tetap kuat buat merawatnya. Terlebih lgi akhir ini aku sudah mulai menyukai anggrek yang harus lebih telaten disiram pagi sore, dipupuk 3 kali dalam seminggu. Inshaa Allah mereka akan berbakti juga. Aamiin...

Kamboja Jepang merah di rooftop

Adenium

Gladiol

Mawar merah

Euphorbia yang pernah jaya dimasanya

Bunga jalanan.. aku beli 15 ribu per pot


Bukan kaleng-kaleng. Segede ini dia

Mawar pink kesayangan. Bunganya seperti plastik. Aku beli 25 ribu per pot

Kesayangan banget ini. Beautiful ya..

Kreasi taman by me. Executor Reza

Bahkan sampah sayurpun jadi seperti ini.

Terbaik...inilah yang banyak dimintai orang

Lebat besar

Kucing Kelinci


Rame sampe susah lewat



Susah lewat


Ini beli 25 ribu per pot. aku sengaja nyari untuk beli karena pas lihat di perkarangan tetangga indah banget.

Koleksi anggrek


Di bawah jendela dapur...