Monday 31 December 2018

DAY 2ND LEMBANG AREA EXPLORE

Hari ini kami akan explore Bandung. Sejak merencanakan perjalanan aku hanya memilih lokasi wisata di daerah sekitar Lembang saja, maka dengan alasan ini pulalah aku memilih hotel "Pondok Kahuripan". Dari mesin pencarian di google aku mendapatkan informasi untuk ke Farm House tinggal menyebrang jalan saja. Di hari kedua aku pula yang mengeluarkan pengumuman bahwa hari ini kami akan start jam 8 pagi, lalu cari sarapan di sekitaran hotel dan setelahnya langsung menuju Farm House yang merupakan destinasi wisata yang lumayan terkenal itu. Tepat jam 8 pagi kami start explore Lembang area. Sekitar 1 meter dari gerbang hotel agak ke kiri  langsung terbaca  papan nama "Farm House". Di kiri kanan jalan raya banyak sekali gerobak-gerobak yang menjajakan menu sarapan pagi. Hmmmm... bener juga info yang kudapat di google.

Kami langsung memutar mata untuk menemukan warung mana dan jenis makanan apa yang siap dijadikan santapan sebagai menu sarapan. Ada bubur ayam, somay, batagor, soto ayam. ketoprak, kupat tahu dan sebagainya. Secara aku sudah lama tidak menginjak tanah Sunda rasanya semua ingin aku beli , namun aku mesti inget tentang program dietku yang baru berhasil menurunkan berat badan dari 78 kg menjadi 64 kg. Sedangkan untuk ideal harus kembali ke 52 kg, jadi menimbang dan menimbang maka aku memutuskan, menetapkan pilihan pada "Kupat tahu", dengan alasan porsinya tak berlebihan dan ada sayurnya. (Dulu saat SMA di Bogor aku memang tukang jajan banget, karena jajanan di daerah Sunda ini enak-enak dan pas di lidah).

Dari kami ber 5 semua terpencar dengan pilihan masing-masing. Aku, Zaenab dan Syifa memilih Kupat tahu sedangkan Kiki dan Nina pilih bubur ayam yang gerobaknya ada di seberang jalan. Kupat tahunya enak sekali, manis, pedes pas. Yang sangat menarik perhatian aku adalah pemilik dagangan ini seorang ibu yang sudah lumayan berumur, jika ditilik dari penampilannya mungkin terpaut 5 - 6 tahun diatas aku, tapi aku senang sekali lihat gaya dandan si "ibu. Seperti kaum milenia saja. tubuhnya yang putih bersih dibalut dengan jeans ketat, kaos lengan panjang dan dilengkapi dengan sneaker ...hmmmm ... memang ya orang Bandung itu selalu gaya dan modis. 

Meski porsinya kecil, karena sejak melakukan diet aku tak terbiasa makan banyak jadi tetap tidak habis. 4 potong lontongnya tersisa. Sayang sih buang-buang makanan tapi bener-bener gak masuk lagi.... Dan lagi-lagi ciri khas di Bandung selalu dikasih minuman gratis berupa teh tawar panas kesukaanku. Hmmmm.... Harga yang harus dibayar untuk makan kami bertiga hanyalah Rp 21 ribu. Murah kan???

FARM HOUSE
Selesai sarapan kami segera melanjutkan perjalanan menuju "Farm House" yang tak jauh dari situ. Jam masih menunjukkan pukul setengah 9 ketika kami sampai di gerbang masuk, namun pengunjung sudah sangat padat bahkan mencari parkir mobilpun sulit. Loh...infonya tempat ini buka jam 9...kok? Ternyata itu peraturan dulu sudah gak update lagi, lokasi ini sekarang dibuka jam 8 pagi. Salah setting nih..... Aku pikir kami datang di awal waktu sehingga akan leluasa berkeliling maupun foto-foto. Ternyata.....

Farm House Lembang adalah tempat wisata favorit di Bandung bernuansa ala Eropa yang banyak dikunjungi para wisatawan. Sejak resmi dibuka pada tahun 2015, tempat ini selalu dipadati pengunjung terutama saat akhir pekan dan musim liburan. Tempat ini mengemas konsep wisata modern dan edukasi berpadu nuansa pedesaan ala Eropa sehingga para pengunjung bisa merasakan keseruan berwisata. Pengunjung bisa berfoto ala Eropa dengan menyewa perlengkapan lengkap seperti pakaian khas Eropa, topi, payung dan lainnya. Harga sewa cukup murah, sekitar Rp 60.000,- per 2 jam (harga bisa mengalami perubahan). Pengunjung bisa mencari lokasi yang tepat untuk berfoto dengan kostum unik ini. Selain itu, daya tarik utamanya adalah adanya spot Rumah Hobbit yang membuat tempat ini semakin hits di sosial media.

Tiket masuk ke lokasi ini adalah Rp 20 ribu perorang, dan Rp 10 ribu untuk parkir. Karena parkiran penuh Kiki mendrop kami selanjutnya dia keluar lagi cari parkir. Begitu turun aku masih seperti linglung dengan situasi lokasi wisata ini karena tidak sesuai prediksi aku. Sempat bingung mencari jalan masuk area. Sedangkan pengunjung yang membludak membuat aku kehilangan selera. Kami mencoba berputar-putar masih di area parkiran membaca situasi. Aku menemukan sebuah spot "Rumah Hobit", senang dan sebenarnya ingin masuk ke sana meskipun harus beli lagi tiket seharga Rp 20 ribu. Aku pernah lihat foto-foto yang sangat instagramable. Tapi sayang harus kuurungkan karena rekan-rekan yang lain tidak setuju. Hmmmmm...... yah apa boleh buat...!

Kami akhirnya menemukan pintu masuk, bergegaslah kami masuk. Sejak di pintu masuk ini saja situasi sangat tidak nyaman. Para pengunjung yang kurang punya tata krama dan saling menjaga etika di tempat ramai. Tak kenal kata antri, tak punya tepo seliro bahwa orang lainpun mau dapat foto di spot yang baik. Karena sudah kurang nyaman kami hanya sebentar saja tak sampai 1 jam di tempat ini. Setelah menukarkan tiket masuk dengan welcome drink berupa minuman susu segar, kami segera keluar untuk menuju destinasi berikutnya.


Lorong entrancenya keren
Masih baru masuk fotonya cari yang sepi saja
Tetep dapat juga spot eye catching menghindar dari keramaian
Bagus juga desain rumahnya buat ditiru
Lihatlah group dibelakang itu mereka bergerombol, main serobot  dan tidak mau gantian
Tak kalah strategi meski mereka monopoli agar dapat spotnya aku ajak foto bareng sajalah...
Mereka demennn diajak foto bareng...
Pumpkin house
Padat merayap..sulit buat foto sendiri
Harus gerak cepat kalau mau dapat spot foto yang bagus
Tak perlu angle lagi karena baru saja cekrek sekali eh... ada group yg berusaha menerobos masuk


FLOATING MARKET
Sebelum keluar area parkiran aku meminta tolong Kiki search di mapnya dia, lokasi mana yang lebih dekat Floating market atau De Ranch. Ternyata lebih dekat Floating Market, Yah sudah...kami segera menuju kesana.

Floating Market Lembang merupakan tempat wisata yang menggabungkan pasar tradisional dengan alam Lembang yang sangat mempesona. Tempat ini memiliki konsep seperti pasar apung yang ada di sungai kuin Banjarmasin. Anda dapat merasakan sensasi berbelanja di atas perahu yang terapung di danau. Banyak sekali jenis makanan, sayuran, buah dan lainnya yang dijajakan di atas perahu di floating market Lembang ini.

Aku sendiri sebenarnya sudah pernah ke Floating Market bulan April tahun 2016 lalu. Memang konsepnya hanya seperti pasar terapung saja. Aku suka dengan nuansanya. Seiring dengan perkembangan zaman objek wisata ini sudah berkembang. Melalui berbagai media sosial aku sempat tahu dalam area Floating Market sudah banyak sekali tambahan spot-spot menarik seperti Rainbow Garden, Kota Mini, Taman miniatur kereta api dan entah ada apalagi. Ini pulalah alasan aku mencantumkannya dalam itinerary trip aku kali ini.

Hari mulai agak mendung saat kami dalam perjalanan ke sana. Tak sampai setengah jam kami sudah sampai di lokasi. Aku masih agak bingung karena kami masuk dari pintu yang berbeda dengan pintu masuk yang dulu saat aku kesini pertama kali. Tiket masuknya pun beda hanya seharga Rp 20 ribu, sedangkan dulu Rp. 50 ribu. Hatiku bertanya-tanya apa bener ini Floating Market??? Ahhh...sudahlah masuk saja. Sama seperti di Farm House suasana padat pengunjung.

Kami masuk, dari semua perasaan ragu dan ciut akhirnya wajahku sedikit agak riang setelah melihat spot rumah mini yang cantik berwarna kuning ngejreng. Otakku langsung merespon cepat hmmm ... menarik buat foto-foto. Lalu cekrek-cekreklah kita. Mata dan kepalaku berputar lagi , aku melihat sebelah kiri atas ada rumah kecil cantik yang berwarna merah. Kami masuk ke area tersebut, namun kami dicegat oleh petugas. Disuruh beli tiket masuk dulu seharga Rp 25 ribu. Aku bengong....ohhh beli tiket lagi???? Aku bingung.... dan sedikit membangkang, toh kami gak akan masuk area, hanya ingin foto-foto dari kejauhan doang bukan di depan rumah-rumah mini itu. Selain itu aku melihat barisan orang yang antri di loket tiket panjanggggg sekali. Untuk antrian tiket saja bisa memakan waktu sekitar setengah jam.

Ini spot pertama yang dijumpai setelah gerbang masuk
Sudah bisa foto ber-4, ternyata Kiki juru foto yang handal juga
Ini foto dengan angle terbaik menurutku, aku suka. Lihatlah langit sangat gelap
Dengan sangat kasar petugas mengejar aku seakan-akan dia akan menangkap maling. Dia ngotot menyuruh aku keluar dan beli tiket. Sebenarnya bisa saja aku beli tiketnya namun aku sudah merasa ill feel dengan si petugas. Aku tak kalah gigih bertanya... jadi tiket yang saya beli Rp 20 ribu tadi buat apa? Cuma buat masuk gerbang saja???? Dia jawab itu cuma buat area taman yang di bawah rumah kuning tadi. Huftt.... bener-bener gak jelas yah konsep tempat wisata di Bandung saat ini. Dulu tahun 2016 aku gak bete-bete an. Dari kemaren di setiap destinasi wisata di daerah Bandung dan sekitarnya selalu seperti ini. Tiket yang dibeli terlalu banyak dan bertele-tele.

Ini foto Kota Mini dimana aku diuber kayak maling...terlalu...!
Akhirnya aku meninggalkan tempat tersebut (Kota Mini). Hanya berfoto-foto di depan rumah yang bentuknya hampir mirip dengan rumah tadi harus ada tambahan biaya lagi. Aku jadi ingat saat di Volendam Holland, foto-foto di depan rumah yang artistik itu "free". Kami segera turun ke tangga yang menuju taman. Begitu menuruni anak tangga aku menemukan spot foto yang instagramable , hamparan bunga warna warni yang disusun memanjang (apakah ini  "Rainbow Garden" ?), Untuk dapat foto di spot ini kita harus rela antri. Senangnya disini pengunjung cukup tertib dalam antri. Kami (aku dan Zaenab saja, karena Nina dan Syifa rupanya lolos masuk ke lokasi rumah mini saat petugas mengejar aku) dibantu oleh sekelompok anak remaja hanya mengambil 3 kali foto saja, karena antrian cukup banyak.

Hamparan tanaman warna warni cantik sekali
Usai di Rainbow Garden kami turun ke bawah, di situ kami dapati spot kolam ala-ala Jepang. Agak sepi tempat tersebut. Saat cekrek-cekrek tiba-tiba ada seorang wanita rupanya dia manajer area itu, menyapa dan menolong kami untuk ambil beberapa foto. Sempat kenalan dengan wanita tersebut, namanya Eni. masih asyik foto-foto di spot ini tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Kami segera berlarian pada sebuah area yang di situ juga menjadi ramai sebagai tempat berteduh.

Kolam kecil dengan nuasa ala-ala China atau Jepang ya?
Duduk manjahhhh...
Satu spot saja banyak banget objek foto yang menarik
Ini nih foto yang diambil oleh manajer areanya...baik banget yah... Eni..pantes karirnya menanjak , orangnya ramah dan helpfull
Ala-ala pre-wed...
Masih ala-ala pre-wed besutan Eni...
Foto terakhir inipun ditengah hujan, baru cekrek sekali untuk moment ber-4 eh ..hujannya deras,  kaburrrr....
sempat foto bareng Eni... posisi depan yang pegang HP
Lebih dari 1 jam menanti hujan tidak reda juga, ketika hujan mulai agak reda (gerimisnya basah), Zaenab pamit buat mengantar Nina ke mobil karena saat itu Nina sedang kurang sehat (flu berat). Aku mengajak Syifa keluar dari tempat berteduh itu, karena type hujan seperti ini biasanya awet. Kalau cuma nunggu bisa-bisa sampai sore gak akan reda.  Kami berjalan tanpa arah di tengah gerimis. Aku melihat ada danau... dan sempat melihat ada jembatan bambu tempat dulu aku pernah kasih makan ikan (didalam hati aku ambil kesimpulan bahwa kami masuk tadi dari bagian belakang 180 derajat berbeda arah dari dulu aku pernah ke sini). Karena hujan lokasi menjadi becek dan air tergenang di mana-mana, aku benar-benar kehilangan selera explore.

Lalu aku mengajak Syifa kembali mencari tempat berteduh dan mencari tempat mengganjal perut yang sudah merasa lapar, karena memang waktu sudah menunjukkan jam 1-an. Akhirnya kami menemukan sebuah kedai Bakso. Kami berlarian dan segera masuk,. Kedai itu penuh dan padat... Alhamdulillah saat mataku memutar mencari meja kosong ada pengunjung yang sudah selesai, aku segera mengajak Syifa menempati posisi tersebut. Kami memesan bakso komplit seperti biasa minumnya gratis teh tawar panas.

Menurut aku pengelolaan kedai ini masih belum begitu professional  sehingga mengolah pesanan harus memerlukan waktu yang sangat lama. Sistem pemesanannyapun tak jelas, sehingga banyak sekali pengunjung yang berteriak-teriak ingin pesan. Untuk citarasa lumayanlah...NOT SO BAD, tapi belum bisa dibilang maknyus. Untuk harga 2 mangkuk bakso kami harus membayar sebesar Rp. 77 ribu. Rada mahal.... untuk santapan sekelas itu.  Usai membayar pesanan aku mengajak Syifa menuju mobil saja, karena sudah lebih dari 1 jam Zaenab kok tidak muncul lagi.

Benar saja begitu sampai ke mobil Zaenab memang tidak berniat balik ke lokasi, dia sedang menukarkan tiket masuk dengan welcome drink. Akhirnya kami memutuskan segera keluar dari Floating Market. Dalam suasana hujan sangat deras, dan situasi lalu lintas macet merayap sebenarnya aku sudah tak mau ke mana-mana lagi, tapi apa boleh buat harus tetap lanjut. Kalau dalam skenario awal habis Floating Market destinasi selanjutnya adalah De Ranch, namun aku pikir kondisi tanah dan lokasinya tak beda jauh dengan Floating Market pasti becek dan air tegenang juga akan kami jumpai. Dan akupun memutuskan untuk ke Dago Dreampark saja. Seingatku di foto-foto destinasi ini tak banyak berpijak pada tanah, sehingga mungkin tidak becek

Kami melaju tanpa mencari makan siang lagi, aku menawarkan kepada yang lain untuk makan saja, tapi aku tidak makan karena masih kenyang. entahlah semua tak berkomentar, untung masih banyak bekal makanan yang dibawa.

DAGO DREAMPARK
Setelah berhasil menembus macet sampai juga kami di lokasi ini. Lokasi wisata yang terhitung masih baru di Bandung ini terletak di Jalan Dago Giri km 2.2, Mekarwangi, Lembang, Bandung Barat. Dago Dreampark adalah sebuah kawasan resort wisata kekinian di Kota Bandung yang berdiri di atas lahan seluas 11,6 hektar dan telah hadir sejak januari 2016.

Dago Dream Park adalah resort di Bandung yang dibuat dengan mengusung konsep sebuah resort paduan etnic Jawa – Sunda & Bali yang sangat eksotik, Lingkungan Tempat wisata di Bandung utara ini di desain dengan tata ruang bernuansa kental pulau Dewata dengan arsitektur bangunan kombinasi Jawa – Sunda yang unik


Gerbang masuknya yang cantik
Tiket masuk ke tempat ini adalah Rp 20 ribu per orang dan untuk parkir mobil Rp 10 ribu, usai membeli tiket kami masuk. Agak bingung karena tak ada sign petunjuk arah masuk. Barulah sudah agak kedalam ada beberapa petugas yang memandu untuk ke lokasi parkir. Setelah mobil terparkir kami segera keluar. Ternyata aku salah prediksi, lokasi ini juga berpijak pada tanah yang basah karena hujan. Kami berjalan tanpa arah, karena tak paham tentang konsep dan cara berwisata di tempat ini.

Sempat dapat spot ini di area parkir
Di tengah kebingungan aku melihat seorang petugas berseragam, secara lugas aku bertanya. Apa sih spot yang ada di lokasi ini, terus bagaimana cara mencapainya? Petugas itu menjelaskan tentang ada daerah bagian bawah, bagian atas atas bla...bla...bla. Lantas ketika ada mobil seperti tuk-tuk mondar- mandir akupun bertanya itu mobil buat apa? Dijawab bahwa mobil itu untuk berkeliling di area yang luas dan cuma buat lewat dan lihat-lihat doang. Tiket mobil keliling itu adalah Rp 10 ribu. Ohhh...    Padahal masih kurang jelas...sih keterangannya tapi aku malas bertanya lebih detail lagi. Kami terbengong-bengong, akhirnya woles aja. Kami berjalan ke arah pintu keluar dimana ada jembatan yang lumayan cantik buat foto-foto. Puas foto-foto , tanpa sengaja aku mendongak dan melihat ada spot rumah kecil yang tergantung di langit. Aku ingat pernah melihat di instagram orang yang sedang act di situ. Baguss....! Maka aku ajaklah rombongan naik kesana.

Duduk dulu karena bosan dan lelah dengan situasi yang tak jelas. Atur nafas dulu...
Dapatlah objek ini di jalan masuk
Langit semakin gelap
Untuk naik ke lokasi cukup menguras tenaga.....curam dan tinggi. Sampai di lokasi ternyata banyak spot untuk adu nyali alias memacu adrenalin sekalian mengabadikannya dalam bentuk foto. Ada permadani terbang, sofa terbang, vespa terbang, dan termasuklah rumah balloon itu. Dari semua spot aku hanya tertarik dengan rumah balloon itu saja, sedangkan Zaenab ingin naik sepeda terbang. Dari informasi yang kudapati dari seorang pengunjung yang sedang antri foto di rumah ballon bahwa harus beli tiket dulu di loket, terus antri sampai tiba giliran. Lama aku mikir antara mau dan takut...Akhirnya aku nekad juga. karena terlalu lama mikir akhirnya antrian sudah panjanggggg banget. Apa boleh buat.

Harga tiket yang harus dibayar untuk masuk area rumah ballon adalah Rp 30 ribu. Nanti kita akan di foto sesuai arahan pemandu dan Photographernya. Dan dengan harga sebesar itu semua hasil foto akan jadi milik kita dalam bentuk transfer file langsung ke HP tanpa harus bayar lagi (berbeda saat di Lodge Maribaya, dimana setiap 1 buah foto harus bayar Rp 20 ribu, aku ingat aku sampai harus mengeluarkan uang Rp 200 ribu untuk tebus foto doang). Setelah menunggu lebih dari 1 jam akhirnya giliranku tiba. Ternyata setelah dijalani tidaklah terlalu mengerikan kok meski berada di ketinggian karena kita berada di dalam rumah kecil itu. Alhamdulillah senang sekali akhirnya ada juga kenangan menarik yang bisa di bawa pulang dan di sebarkan di Instagram dan media sosial (hehee..).  Berikut pose-pose yang berhasil aku lakukan .

Antara takut dan gaya

Keren juga yah...

Seorang diri menanti

Tengok kiri

Uh...lala
Usai dari rumah ballon kami sepakat keluar saja karena hujan mulai turun lagi. Keluar dari Dago Dreampark sebenarnya kami kebingungan mau apalagi. Memang dalam skenario itinerary yang aku susun setelah dari sini aku ingin kulineran di cafe-cafe sekitaran Dago, namun karena hujan dan macet akhirnya kami putar balik. Aku sih dari tadi sudah mau bilang pulang sajalah, namun tak berani bersuara, bukankah ini trip ramai-ramai. Apalagi Syifa ingin banget kongkow-kongkow ala anak muda di jalanan Dago. Setelah muter-muter dan terjebak dalam macet parah dan hujan sangat deras, Zaenab nyeplos ahh... kita pulang saja. Aku senang...! Ayolah balik hotel saja biar bisa istirahat.

Di jalan pulang kami mampir makan di rumah makan pinggir jalan di daerah Punclut. Rumah makan sederhana, tak begitu bersih, namun karena sudah sangat lapar (berhubung siang tadi tak makan) kami masuk saja. Rumah makan citarasa khas Sunda. Yang paling berkesan adalah sambel terasi dadakan yang pedesssnya minta ampun, tapi maknyus. Ternyata meski rumah makan sederhana harga yang harus dibayar sekelas rumah makan elit.

Menjelang Isya' kami sudah sampai di hotel. malam itu meski dingin aku harus mandi, karena rambut ini sudah 2 hari tidak dikeramas. Habis mandi, sholat, bebenah koper karena besok harus check out, dan harus berangkat lebih pagi lagi. Agak kecewa karena perjalanan hari ini tidak seperti yang kubayangkan dan kurencanakan. Semua itinerary failed. Okelah next...artinya masih ada pe-er buat ke Bandung lagi, karena untuk area Lembang masih belum ke Begonia, De Ranch , dan Floating Market lagi.


Wednesday 26 December 2018

BANDUNG WEEK END VACATION

Rencana akan menghabiskan akhir pekan ini sudah lama direncanakan. Seingatku akhir bulan Juli 2018 lalu aku sempat cuti dan berakhir pekan di Bogor. Pada saat itu sempat berwisata ke daerah puncak seharian. Kesannya sangat menyenangkan. Maka kita kembali janjian akan libur dan wisata akhir pekan lagi kapan-kapan.

Waktu berlalu ....tiba-tiba di hampir pertengahan Agustus Zaenab mengontak via chat WA, kirim foto-foto wisata Bandung, kalau gak salah destinasi wisata Dusun Bambu dsb. Dia membumbui ayoo.. Es kita jalan lagi yok. Tadinya Zaenab mengajak sekitar bulan Agustus itu saja. Aku menolak karena bulan Agustus sampai November akan sangat sibuk dengan urusan rencana pernikahan Idham (keponakanku). Akhirnya disepakati bulan Desember saja minggu ke 2 supaya tidak bersamaan dengan liburan sekolah. Ya sudah... sepakat!

Namun ketika janji sudah terlanjur disepakati banyak sekali hal-hal diluar dugaan terjadi. Mulai dari aku dimutasikan ke unit kerja baru (khawatir tak diperbolehkan cuti dalam jarak yang sangat berdekatan), bencana alam dimana-mana. anomali cuaca dan terakhir kecelakaan pesawat Lion Air. Hmmmm... ibu Angga dan yang lain-lainpun sebenarnya memperingati aku untuk janganlah pergi-pergi dulu. Tapi......

Dengan segala dilemanya akhirnya aku berangkat juga memenuhi janji yang sudah terlanjur disepakati. Saking ragunya aku, tak biasanya aku memesan tiket dan hotel online, juga mengajukan cuti hanya 3 hari sebelum hari H. Bahkan packing baru kulakukan 2 hari sebelum berangkat. Sangat tidak biasa buat aku karena lazimnya untuk travelling aku selalu packing paling lambat 1 minggu bahkan 2 minggu sebelum hari H. yah..... meski deg-deg an takut terjadi apa-apa karena kualat sama orang tua (alias kakak-kakak ku).

DAY 1st SUKABUMI SHORT ADVENTURE
SITU GUNUNG SUSPENSION BRIDGE
Seperti biasa untuk travelling aku harus fix dalam menyusun itinerary, aku tak mau hari-hari cuti  terbuang percuma. Dari pencarianku melalui mesin google maka dapatlah aku sebuah destinasi wisata yang membuatku sangat penasaran untuk menjelajahinya yaitu Situ Gunung. Ada banyak spot menarik di lokasi ini; ada jembatan gantung (suspension bridge), danaunya, dan terakhir aku baru tahu bahwa adapula air terjun yang indah (ini aku dapat setelah aku di lokasi)..

Kami berangkat dari Bogor sangat pagi yaitu jam 6. Strategi ini aku yang mengatur, sengaja berangkat Jum'at dan pagi-pagi sekali agar tidak terjebak macet, biasanya kalau hari Sabtu orang ibukota mengungsi alias refreshing ke Bandung atau Bogor. Disamping itu dalam itinerary untuk hari pertama ini aku sudah punya target dapat 2 objek wisata. Sukabumi  dan saat sampai di Bandung menjelang sore masih dapat 1 lagi objek wisata yaitu Tebing Keraton untuk dapat sunset. Lalu City tour sambil kulineran.

Aku tak paham lewat mana jalur yang ditempuh, karena kami memakai jasa rental mobil perhari. Yang aku pahami adalah kami tidak lewat tol melainkan masuk jalan kampung. Senang sih karena melewati perkampungan pedesaan, pasar-pasar tradisional. Yang paling aku ingat adalah sepanjang jalan banyak sekali jajanan tradisional yang dijajakan dipinggir jalannya seperti rujak, kupat tahu dsb entahlah aku lupa mencatat dan mengingatnya karena aku hanya tertarik sama rujaknya saja, dan tidak juga meminta driver berhenti untuk beli. Yahhh dinikmati dalam khayalan saja... Hiks...hiks

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh akhirnya sekitar jam 10 kami sampai juga ke lokasi yang kuimpikan ini. Tiket masuk ke lokasi adalah Rp. 20 ribu perorang, dan parkir mobil Rp 10 ribu. Pada saat beli tiket ini penjaga tiket bilang biaya sebesar ini hanya untuk masuk lokasi saja sampai muara jembatan. Jika ingin menaiki alias menyebrangi jembatan ada biaya tambahan lagi sebesar Rp. 50 ribu. Aku berkeras untuk tak mau nambah tiket yang Rp 50 ribu itu, karena rencananya aku tak ingin menyebrang. Tujuannya aku hanya ingin foto-foto di ujungnya saja, mengingat aku masih terbayang sensasi naik jembatan gantung saat wisata ke Lahat. Masih terngiang jelas lengkingan dan jeritan ketakutan aku karena goyangan jembatan gantung berasa horor banget. Zaenab dan keluargapun setuju. Baiklah...lanjut.


Gerbang masuk setelah area  parkiran
Sampai ke lokasi parkir pengunjung tidak terlalu ramai, hanya beberapa group kecil. Udara sangat dingin menggigit segera menyapa ketika kami turun dari mobil. Hmmmmm.... masuklah kami menuju gerbang masuk, ternyata disana ada loket lagi yaitu untuk beli tiket terusan menyebrang jembatan dan curug Sawer. Harga tiketnya Rp 50 ribu. Akupun tetep ngotot tak mau beli tiket, si penjaga loket keukeh maksa dengan bilang tak bisa masuk jembatan loh bu.... Akupun keukeh ngotot emang saya tak mau nyebrang. Akhirnya penjaga loket tak bisa memaksa.

Kami masuk melalui jalan tanah berlapis batu kali dan kerikil kecil yang basah karena saat ini sedang musim hujan. Masih beruntung jalannya berlapis batu dan kerikil jika tidak pasti becek. Belum masuk terlalu jauh begitu banyak motor melintas wara wiri yang rupanya sebagai ojek motor menawarkan untuk pakai jasa mereka sampai ke lokasi. Karena banyak sekali ojek motor yang menawarkan jasanya, aku sempat berdialog dengan salah seorang. Memangnya berapa jauh sih untuk sampai ke lokasi jembatan dan berapa sewa motornya. Mereka jawab sekitar 7 km lagi untuk sampai ke muara jembatan biaya ojek motor Rp 30 ribu. Kalau mau ke Curug Sawer masih lebih jauh lagi dan biayanya nambah lagi seharga itu juga. Waduh.....!


Lintasan yang harus dilalui menuju gerbang Suspension Bridge
Hutan kecil di kiri dan kanan lintasan
Kuputuskan menolak tawaran mereka, aku pikir 7 km sih gak jauh kok, bukankah aku kemaren ikut jalan sehat aja rutenya lebih dari 20 km aku masih oke saja kok. Ya sudah...kami lanjut jalan lagi. Tapiiii ternyata medannya agak lumayan berat jalanan becek berbatu membuat tak bisa lincah berjalan , naik, turun dan dengkul yang sudah kurang pelumas..... Subhanallah...adek lelah bang! . Sabarrrr...ini ujian dek! Wkwkwkwkw... Beruntungnya cuacanya adem alias sejuk jadi tak membuat gampang lelah. Tambahan lagi arenanya di kiri kanan jalan adalah pohon-pohon seperti hutan kecil begitulah.....! Malah ada papan peringatan untuk berhati-hati terhadap binatang hutan. Di beberapa spot dibuat rest area tempat untuk foto-foto atau cafe.

Papan peringatan dimana-mana
Ada juga jurang
Akhirnya sampai juga ke muara jembatan. Disana yang antri lumayan banyak tapi tidak begitu padat. Sampai disini aku mulai ragu dan berubah pikiran...untuk beli aja tiket terusannya. Karena untuk masuk berfoto di jembatan meski di pintu masuk itu harus bayar tiketnya. Tak mungkinlah jauh-jauh dari Palembang dengan khayalan yang setinggi langit semua ini aku sia-siakan. Meski ada rasa takut, menjadi sedikit menipis karena support dan bujukan menenangkan dari kaum milenial yang jadi pengunjung. Akhirnya aku nekat. Kami berdua Zaenab saja yang beli tiket sedangkan Nina dan Sifa tetep takut. Ya sudah...! Harga tiketnya menjadi agak lebih mahal nih jadi Rp 55 ribu bila beli di on the spot.

Kesibukan memasang safety belt di gerbang masuk jembatan, kaum milenial yang duduk dan bertopi itulah yang support aku buat berani
Jantungku berdegup kencang saat kami dipasangi safety belt besar yang dililitkan dipinggang. Aku paham sih tentang safety first, namun menurut pendapat aku masih kurang lengkap panduan ini. Kami tak dijelaskan bagaimana teknik penggunaan safety belt itu saat keadaan emergency, karena aku agak cerewet aku tanya buat apa, bagaimana cara penggunaan dan apa fungsi tuas pengaitnya. tapi aku tak dapat jawaban rinci dan memuaskan dari petugas di sana. Hmmmmm......

Akhirnyaaa..... tercapai juga kesini
Sensasinya tuh...hmmmm. Untung sepi mau guling-guling juga bisa
Kalau terlalu goyang pegangan dulu. Tapi goncangannya tak kencang kok masih nyaman
Situ Gunung Suspension bridge merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia, bahkan digadang-gadang sebagai salah satu jembatan gantung terpanjang di Asia. Suspension Bridge memiliki panjang 243 meter dan lebar 18 meter yang melintang di atas ketinggian jurang mencapai 161 meter di atas permukaan tanah. Kontsruksi jembatan gantung Situ Gunung dapat menampung berat dengan beban 55 ton atau sekitar 150 orang. Dan diperkirakan hanya bisa menampung 60 orang yang dapat naik dalam waktu bersamaan. Namun pada kenyataannya jembatan gantung ini hanya boleh dilintasi oleh 40 pengunjung saja dalam sekali menyeberang

Menurut informasi bahwa jembatan gantung ini menggunakan bahan dasar berbahan kayu ulin yang dikirim dari Provinsi Papua. Ulin atau juga yang disebut kayu besi merupakan pohon khas dari daerah Kalimantan. Spesifikasi kayu besi ini tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat berat dan keras. Ulin tumbuh dengan berbagai keistimewaan tersendiri yang belum tentu dimiliki oleh kayu-kayu lain. Kayunya yang mampu melebar dengan diameter yang besar, tapi juga cukup tinggi, serta memiliki sifat yang sangat keras dan juga tidak mudah dimakan rayap.

Sling adalah alat bantu angkat khususnya barang yang besar dan berat di berbagai industri dan pembangunan konstruksi. Menurut informasi yang beredar bahwa jembatan gantung ini menggunakan 5 sling sekaligus, jika pada umumnya jembatan gantung hanya menggunakan 3 sling saja. Selain itu untuk pengaman Jembatan Gantung Situ Gunung (Situ Gunung Suspension Bridge), juga telah dipasangi jaring kawat  dengan ukuran 4 mm dengan tinggi 120 meter, sebagai bentuk nyata kepedulian terhadap keamanan pengunjungnya.

Benar saja saat melintasi jembatan goyangannya tidaklah seperti yang aku bayangkan seperti saat aku di Lahat. Bahkan dibecandain oleh pengunjung lain yang sengaja menggoyangkannya aku tak takut. Alhamdulillah....! Seneng banget ....puas foto-foto di sini mau guling juga bisa karena pengunjung tidak begitu ramai. View di sekelilingnya indah sekali Ma shaa Allah...!

Ketika sampai di pintu seberang safety belt dilepas, lantas beberapa orang melintas dengan nafas terengah-engah, kami bertanya ke petugas memangnya ada apalagi di dalam. Dijawab ada air terjun "Curug Sawer". Aku tanya lagi masih jauhkah? Tidak jawabnya...hanya sekitar 7 - 8 km saja. Kami saling pandang ...ahhhh kecil...segitu sih...tadi aja terlewati kok. Oke lanjut....

Namunnnnn.... baru beberapa meter saja nafas kamipun tersengal-sengal juga karena medannya lebih berat dari yang telah kami tempuh tadi. Bagi kami yang sudah berusia diatas 50 tahun medan ini lumayan berat. Jalan terjal mendaki, menurun tajam dengan jalanan tanah basah berbatu dan kondisi sekitar seperti hutan kecil. Waduhhhh....! Tapi sekali layar terkembang maka Malin Kundang pantai surut ke daratan...hahahaaaa. Bayangkan saja udara dingin membeku seperti itu bajuku basah mandi keringat. Subhanallah...Subhanallah.... ! Memakan waktu sekitar 20 - 30 menitan untuk sampai ke air terjun yang dimaksud. Tapiiiii....ternyata perjuangan kami tidaklah sia-sia....pemandangan sekitar air terjun itu sangaaattttttttt awesome....!
Plang nama Curug Sawer dan air tejun itu telah terlihat
Taraaaaa.... indahnya
Mendekat dan di atas jembatan
Beda angle ... tak puas sih foto-foto yang difotoin orang but thank you anyway
Cakeeepppp....
Hmmmm... ya begitu deh! ...seperti biasa saya langsung action cekrak cekrek. Agak sedikit kecewa juga karena seperti biasa wisatawan lokal agak kurang bertoleransi. Padahal pengunjung tidak ramai. Kami berdua sabarrr bergantian dengan pengunjung lain untuk dapat spot foto yang baik. Pas kami baru saja foto 2 atau 3 take...eh ada sebuah keluarga terdiri dari ibu, bapak dan 3 orang anaknya main nyelonong saja merebut posisi kami. Audzubillah...! Aku diam saja mundur teratur merelakan mereka ambil posisi kami. Masih cukup muda kok usia mereka kalau kulihat dari raut wajahnya kalau dilihat plat mobil mereka berasal dari jakarta (saking agak kesel di hati aku jadi kepo sama mereka). Hmmm.... sudah gitu mereka gak nyadar lagi buat gantian...padahal pengunjung lainpun sudah nunggu mau juga berfoto ria. Semoga Allah mengampuni.... do'a aku dalam hati.

Kawasan Curug Sawer berada pada ketinggian antara 900 -1300 mdpl. dengan curah hujan berkisar antara 1.500 – 4.500 mm per tahun, nah makanya airnya cukup deras, sehingga dilarang berenang kebagian tengahnya. Dari sebuah sumber di google, konon semua rangkaian Curug Sawer tersebut tercipta setelah seorang sakti yang tinggal di kaki gunung Ciremai, yang merupakan leluhur masyarakat Argalingga, menyelenggarakan upacara Saweran di sungai Cipada untuk mendapat berkah Tuhan bagi dirinya dan semua keturunannya. Selanjutnya, ia bertapa selama bertahun-tahun hingga wafat. Menurut cerita yang beredar di kalangan masyarakat, jasad pertapa itu tidak hancur melainkan menjelma seekor ular raksasa yang kemudian hidup secara gaib dan menjadi penjaga kawasan tersebut. Selama tapanya, terjadi banyak peristiwa alam yang luar biasa sehingga di sepanjang aliran sungai muncul lima buah curug yang airnya memancar menyerupai upacara saweran. Itulah sebabnya, kelima rangkaian curug ini dinamakan Curug Sawer.

Kami hanya ambil gambar dari atas jembatan saja, tidak turun dan bermain air di sungai yang mengalir di bagian bawahnya. tak cukup lama kami berniat balik dan keluar. Sempat membeli jagung bakar yang enak, empuk dan manis banget. 1 biji jagung seharga Rp 10 ribu.

Hijau itu bikin hati adem...
Akang tukang jagung bakar, jagungnya manis dan krenyes-krenyes
Kembali kami melintasi rute yang penuh tantangan tadi dengan nafas lebih terengah-engah lagi dengan sisa-sisa tenaga yang ada menuju lokasi cafe tempat mengambil welcome drink. Di rest area itu sudah ramai sekali. Ada resto cepat saji prasmanan dengan hidangan khas Sunda. Berbayar loh...! Kami hanya mengambil jatah welcome drink saja... Nina dan Syifa sudah menunggu di sana sambil sedikit komplain kok lama bener... ! Ya iyalah ...wajar mereka kesel nungguin karena bolak balik memerlukan waktu 1, 5 jam.... Mereka sudah berkali-kali nambah teh dan snack. Makanya ketika kutawari makan siang mereka bilang masih kenyang, lagipula Kiki sang driver ada di parkiran. Tak enaklah kalau kami makan sedangkan Kiki tidak. Jadi makan siangnya nanti sajalah.

Aku dan Zaenab segera ambil snack... dan yang paling antusias itu aku,  karena minuman yang disajikan ada kopi dan teh. Aku kan paling suka aroma teh di Jawa Barat....suka banget. Sedangkan snacknya tradisional banget, singkong, pisang dan ubi semuanya direbus. Wah mendukung program diet aku nih.... Akupun nambah berulangkali, sampe wareg. Hehehee... tak apalah kalorie gak perlu dihitung dulu toh tadi kerja keras.... 

Jalan menanjak seperti ini makanan kita... wkwkwkwk... semangat!
Habis menanjak menurun... entengggg...tapi mesti hati-hati licin
Dari jalur pintu seberang ini viewnya lebih bagus karena keliatan indah, ujungnya dapet
Sefie dulu...
View sekeliling tuh ijo-ijo gini. Seger kannnn
Hmmmm...gayamu nduk...!
Enak banget kalau sepi pengunjung gini
Spot foto di rest area (cafe tempat ambil welcome drink)
Itu dikejauhan lintasan suspension bridge tadi

Papan warning bagi pengunjung
Cuaca mulai mendung dan gerimis, maka kami bergegas melintasi rute yang 7 km di awal tadi untuk sampai ke parkiran. Kerja kerassss..... langsing gratis! Karena suara adzan Dzuhur sudah dari tadi berkumandang maka kami sholat dulu di masjid alias mushollah yang merupakan fasilitas di lokasi ini. Mushollahnya bersih, besar, airnya jernih dingin dan banyak. Alhamdulillahlah...!

Usai sholat kami bergegas ke parkiran buat melanjutkan perjalanan ke Bandung. Keinginan untuk menjelajah danau yang indah di situ dibatalkan karena hari mulai rintik. Review yang bisa aku kasih tentang destinasi wisata ini adalah konsep pengelolaan wisata di tempat ini sudah sangat baik, namun sayang tidak dikelola dengan baik. Sistem pembayaran tak jelas. Awal masuk bayar tiket 20 ribu perorang, lantas untuk melintas jembatan bayar lagi 55 ribu. Hmmm...aku bertanya-tanya dana itu buat apa saja. Terus aku melihat system gate yang elekronik dan otomatis itu semua sudah tak berfungsi lagi. Entah kenapa???

But anyway aku bangga Indonesia punya destinasi wisata seindah ini . Pembangunan jembatan gantung Situ Gunung ini diharapkan bisa bermanfaat untuk pengembangan wisata di Sukabumi. Apalagi dengan adanya lokasi destinasi lain dalam satu kawasan tersebut yakni Curug Sawer dan Situ Gunung.

Kami melanjutkan perjalanan lagi, masih di daerah Sukabumi kami mampir ke pondok makan kecil yang menyajikan menu ayam dan ikan bakar. Murah tapi maknyusss... terutama sambalnya pedes mantap! Akupun berhasil memenuhi keinginan beli rujak ulek... mantap juga. Dan puas makan siang kami kembali melanjutkan perjalanan.

Sepanjang perjalanan hujan deras mengguyur bumi. Mana tiket e-toll Kiki sudah habis pula sedangkan berkali-kali mampir di Alfamart dan Indomaret jaringan buruk jadi gak bisa top-up. Maka terpaksalah kami tak jadi lewat tol. Lewat jalan kampung malah melalui jalur-jalur gak dijalani oleh umum. Jam 10 malam kami baru tiba di Pondik Kahuripan hotel yang aku booking via Traveloka. Malam ini aku gak sanggup mandi, ganti baju, wudhu, sholat dan langsung tidur. Hmmm rencana itinerary hari ini failed....

View indah di sepanjang jalan
Beruntungnya lewat jalan kampung bonusnya view seperti ini..