Monday 31 December 2018

DAY 2ND LEMBANG AREA EXPLORE

Hari ini kami akan explore Bandung. Sejak merencanakan perjalanan aku hanya memilih lokasi wisata di daerah sekitar Lembang saja, maka dengan alasan ini pulalah aku memilih hotel "Pondok Kahuripan". Dari mesin pencarian di google aku mendapatkan informasi untuk ke Farm House tinggal menyebrang jalan saja. Di hari kedua aku pula yang mengeluarkan pengumuman bahwa hari ini kami akan start jam 8 pagi, lalu cari sarapan di sekitaran hotel dan setelahnya langsung menuju Farm House yang merupakan destinasi wisata yang lumayan terkenal itu. Tepat jam 8 pagi kami start explore Lembang area. Sekitar 1 meter dari gerbang hotel agak ke kiri  langsung terbaca  papan nama "Farm House". Di kiri kanan jalan raya banyak sekali gerobak-gerobak yang menjajakan menu sarapan pagi. Hmmmm... bener juga info yang kudapat di google.

Kami langsung memutar mata untuk menemukan warung mana dan jenis makanan apa yang siap dijadikan santapan sebagai menu sarapan. Ada bubur ayam, somay, batagor, soto ayam. ketoprak, kupat tahu dan sebagainya. Secara aku sudah lama tidak menginjak tanah Sunda rasanya semua ingin aku beli , namun aku mesti inget tentang program dietku yang baru berhasil menurunkan berat badan dari 78 kg menjadi 64 kg. Sedangkan untuk ideal harus kembali ke 52 kg, jadi menimbang dan menimbang maka aku memutuskan, menetapkan pilihan pada "Kupat tahu", dengan alasan porsinya tak berlebihan dan ada sayurnya. (Dulu saat SMA di Bogor aku memang tukang jajan banget, karena jajanan di daerah Sunda ini enak-enak dan pas di lidah).

Dari kami ber 5 semua terpencar dengan pilihan masing-masing. Aku, Zaenab dan Syifa memilih Kupat tahu sedangkan Kiki dan Nina pilih bubur ayam yang gerobaknya ada di seberang jalan. Kupat tahunya enak sekali, manis, pedes pas. Yang sangat menarik perhatian aku adalah pemilik dagangan ini seorang ibu yang sudah lumayan berumur, jika ditilik dari penampilannya mungkin terpaut 5 - 6 tahun diatas aku, tapi aku senang sekali lihat gaya dandan si "ibu. Seperti kaum milenia saja. tubuhnya yang putih bersih dibalut dengan jeans ketat, kaos lengan panjang dan dilengkapi dengan sneaker ...hmmmm ... memang ya orang Bandung itu selalu gaya dan modis. 

Meski porsinya kecil, karena sejak melakukan diet aku tak terbiasa makan banyak jadi tetap tidak habis. 4 potong lontongnya tersisa. Sayang sih buang-buang makanan tapi bener-bener gak masuk lagi.... Dan lagi-lagi ciri khas di Bandung selalu dikasih minuman gratis berupa teh tawar panas kesukaanku. Hmmmm.... Harga yang harus dibayar untuk makan kami bertiga hanyalah Rp 21 ribu. Murah kan???

FARM HOUSE
Selesai sarapan kami segera melanjutkan perjalanan menuju "Farm House" yang tak jauh dari situ. Jam masih menunjukkan pukul setengah 9 ketika kami sampai di gerbang masuk, namun pengunjung sudah sangat padat bahkan mencari parkir mobilpun sulit. Loh...infonya tempat ini buka jam 9...kok? Ternyata itu peraturan dulu sudah gak update lagi, lokasi ini sekarang dibuka jam 8 pagi. Salah setting nih..... Aku pikir kami datang di awal waktu sehingga akan leluasa berkeliling maupun foto-foto. Ternyata.....

Farm House Lembang adalah tempat wisata favorit di Bandung bernuansa ala Eropa yang banyak dikunjungi para wisatawan. Sejak resmi dibuka pada tahun 2015, tempat ini selalu dipadati pengunjung terutama saat akhir pekan dan musim liburan. Tempat ini mengemas konsep wisata modern dan edukasi berpadu nuansa pedesaan ala Eropa sehingga para pengunjung bisa merasakan keseruan berwisata. Pengunjung bisa berfoto ala Eropa dengan menyewa perlengkapan lengkap seperti pakaian khas Eropa, topi, payung dan lainnya. Harga sewa cukup murah, sekitar Rp 60.000,- per 2 jam (harga bisa mengalami perubahan). Pengunjung bisa mencari lokasi yang tepat untuk berfoto dengan kostum unik ini. Selain itu, daya tarik utamanya adalah adanya spot Rumah Hobbit yang membuat tempat ini semakin hits di sosial media.

Tiket masuk ke lokasi ini adalah Rp 20 ribu perorang, dan Rp 10 ribu untuk parkir. Karena parkiran penuh Kiki mendrop kami selanjutnya dia keluar lagi cari parkir. Begitu turun aku masih seperti linglung dengan situasi lokasi wisata ini karena tidak sesuai prediksi aku. Sempat bingung mencari jalan masuk area. Sedangkan pengunjung yang membludak membuat aku kehilangan selera. Kami mencoba berputar-putar masih di area parkiran membaca situasi. Aku menemukan sebuah spot "Rumah Hobit", senang dan sebenarnya ingin masuk ke sana meskipun harus beli lagi tiket seharga Rp 20 ribu. Aku pernah lihat foto-foto yang sangat instagramable. Tapi sayang harus kuurungkan karena rekan-rekan yang lain tidak setuju. Hmmmmm...... yah apa boleh buat...!

Kami akhirnya menemukan pintu masuk, bergegaslah kami masuk. Sejak di pintu masuk ini saja situasi sangat tidak nyaman. Para pengunjung yang kurang punya tata krama dan saling menjaga etika di tempat ramai. Tak kenal kata antri, tak punya tepo seliro bahwa orang lainpun mau dapat foto di spot yang baik. Karena sudah kurang nyaman kami hanya sebentar saja tak sampai 1 jam di tempat ini. Setelah menukarkan tiket masuk dengan welcome drink berupa minuman susu segar, kami segera keluar untuk menuju destinasi berikutnya.


Lorong entrancenya keren
Masih baru masuk fotonya cari yang sepi saja
Tetep dapat juga spot eye catching menghindar dari keramaian
Bagus juga desain rumahnya buat ditiru
Lihatlah group dibelakang itu mereka bergerombol, main serobot  dan tidak mau gantian
Tak kalah strategi meski mereka monopoli agar dapat spotnya aku ajak foto bareng sajalah...
Mereka demennn diajak foto bareng...
Pumpkin house
Padat merayap..sulit buat foto sendiri
Harus gerak cepat kalau mau dapat spot foto yang bagus
Tak perlu angle lagi karena baru saja cekrek sekali eh... ada group yg berusaha menerobos masuk


FLOATING MARKET
Sebelum keluar area parkiran aku meminta tolong Kiki search di mapnya dia, lokasi mana yang lebih dekat Floating market atau De Ranch. Ternyata lebih dekat Floating Market, Yah sudah...kami segera menuju kesana.

Floating Market Lembang merupakan tempat wisata yang menggabungkan pasar tradisional dengan alam Lembang yang sangat mempesona. Tempat ini memiliki konsep seperti pasar apung yang ada di sungai kuin Banjarmasin. Anda dapat merasakan sensasi berbelanja di atas perahu yang terapung di danau. Banyak sekali jenis makanan, sayuran, buah dan lainnya yang dijajakan di atas perahu di floating market Lembang ini.

Aku sendiri sebenarnya sudah pernah ke Floating Market bulan April tahun 2016 lalu. Memang konsepnya hanya seperti pasar terapung saja. Aku suka dengan nuansanya. Seiring dengan perkembangan zaman objek wisata ini sudah berkembang. Melalui berbagai media sosial aku sempat tahu dalam area Floating Market sudah banyak sekali tambahan spot-spot menarik seperti Rainbow Garden, Kota Mini, Taman miniatur kereta api dan entah ada apalagi. Ini pulalah alasan aku mencantumkannya dalam itinerary trip aku kali ini.

Hari mulai agak mendung saat kami dalam perjalanan ke sana. Tak sampai setengah jam kami sudah sampai di lokasi. Aku masih agak bingung karena kami masuk dari pintu yang berbeda dengan pintu masuk yang dulu saat aku kesini pertama kali. Tiket masuknya pun beda hanya seharga Rp 20 ribu, sedangkan dulu Rp. 50 ribu. Hatiku bertanya-tanya apa bener ini Floating Market??? Ahhh...sudahlah masuk saja. Sama seperti di Farm House suasana padat pengunjung.

Kami masuk, dari semua perasaan ragu dan ciut akhirnya wajahku sedikit agak riang setelah melihat spot rumah mini yang cantik berwarna kuning ngejreng. Otakku langsung merespon cepat hmmm ... menarik buat foto-foto. Lalu cekrek-cekreklah kita. Mata dan kepalaku berputar lagi , aku melihat sebelah kiri atas ada rumah kecil cantik yang berwarna merah. Kami masuk ke area tersebut, namun kami dicegat oleh petugas. Disuruh beli tiket masuk dulu seharga Rp 25 ribu. Aku bengong....ohhh beli tiket lagi???? Aku bingung.... dan sedikit membangkang, toh kami gak akan masuk area, hanya ingin foto-foto dari kejauhan doang bukan di depan rumah-rumah mini itu. Selain itu aku melihat barisan orang yang antri di loket tiket panjanggggg sekali. Untuk antrian tiket saja bisa memakan waktu sekitar setengah jam.

Ini spot pertama yang dijumpai setelah gerbang masuk
Sudah bisa foto ber-4, ternyata Kiki juru foto yang handal juga
Ini foto dengan angle terbaik menurutku, aku suka. Lihatlah langit sangat gelap
Dengan sangat kasar petugas mengejar aku seakan-akan dia akan menangkap maling. Dia ngotot menyuruh aku keluar dan beli tiket. Sebenarnya bisa saja aku beli tiketnya namun aku sudah merasa ill feel dengan si petugas. Aku tak kalah gigih bertanya... jadi tiket yang saya beli Rp 20 ribu tadi buat apa? Cuma buat masuk gerbang saja???? Dia jawab itu cuma buat area taman yang di bawah rumah kuning tadi. Huftt.... bener-bener gak jelas yah konsep tempat wisata di Bandung saat ini. Dulu tahun 2016 aku gak bete-bete an. Dari kemaren di setiap destinasi wisata di daerah Bandung dan sekitarnya selalu seperti ini. Tiket yang dibeli terlalu banyak dan bertele-tele.

Ini foto Kota Mini dimana aku diuber kayak maling...terlalu...!
Akhirnya aku meninggalkan tempat tersebut (Kota Mini). Hanya berfoto-foto di depan rumah yang bentuknya hampir mirip dengan rumah tadi harus ada tambahan biaya lagi. Aku jadi ingat saat di Volendam Holland, foto-foto di depan rumah yang artistik itu "free". Kami segera turun ke tangga yang menuju taman. Begitu menuruni anak tangga aku menemukan spot foto yang instagramable , hamparan bunga warna warni yang disusun memanjang (apakah ini  "Rainbow Garden" ?), Untuk dapat foto di spot ini kita harus rela antri. Senangnya disini pengunjung cukup tertib dalam antri. Kami (aku dan Zaenab saja, karena Nina dan Syifa rupanya lolos masuk ke lokasi rumah mini saat petugas mengejar aku) dibantu oleh sekelompok anak remaja hanya mengambil 3 kali foto saja, karena antrian cukup banyak.

Hamparan tanaman warna warni cantik sekali
Usai di Rainbow Garden kami turun ke bawah, di situ kami dapati spot kolam ala-ala Jepang. Agak sepi tempat tersebut. Saat cekrek-cekrek tiba-tiba ada seorang wanita rupanya dia manajer area itu, menyapa dan menolong kami untuk ambil beberapa foto. Sempat kenalan dengan wanita tersebut, namanya Eni. masih asyik foto-foto di spot ini tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Kami segera berlarian pada sebuah area yang di situ juga menjadi ramai sebagai tempat berteduh.

Kolam kecil dengan nuasa ala-ala China atau Jepang ya?
Duduk manjahhhh...
Satu spot saja banyak banget objek foto yang menarik
Ini nih foto yang diambil oleh manajer areanya...baik banget yah... Eni..pantes karirnya menanjak , orangnya ramah dan helpfull
Ala-ala pre-wed...
Masih ala-ala pre-wed besutan Eni...
Foto terakhir inipun ditengah hujan, baru cekrek sekali untuk moment ber-4 eh ..hujannya deras,  kaburrrr....
sempat foto bareng Eni... posisi depan yang pegang HP
Lebih dari 1 jam menanti hujan tidak reda juga, ketika hujan mulai agak reda (gerimisnya basah), Zaenab pamit buat mengantar Nina ke mobil karena saat itu Nina sedang kurang sehat (flu berat). Aku mengajak Syifa keluar dari tempat berteduh itu, karena type hujan seperti ini biasanya awet. Kalau cuma nunggu bisa-bisa sampai sore gak akan reda.  Kami berjalan tanpa arah di tengah gerimis. Aku melihat ada danau... dan sempat melihat ada jembatan bambu tempat dulu aku pernah kasih makan ikan (didalam hati aku ambil kesimpulan bahwa kami masuk tadi dari bagian belakang 180 derajat berbeda arah dari dulu aku pernah ke sini). Karena hujan lokasi menjadi becek dan air tergenang di mana-mana, aku benar-benar kehilangan selera explore.

Lalu aku mengajak Syifa kembali mencari tempat berteduh dan mencari tempat mengganjal perut yang sudah merasa lapar, karena memang waktu sudah menunjukkan jam 1-an. Akhirnya kami menemukan sebuah kedai Bakso. Kami berlarian dan segera masuk,. Kedai itu penuh dan padat... Alhamdulillah saat mataku memutar mencari meja kosong ada pengunjung yang sudah selesai, aku segera mengajak Syifa menempati posisi tersebut. Kami memesan bakso komplit seperti biasa minumnya gratis teh tawar panas.

Menurut aku pengelolaan kedai ini masih belum begitu professional  sehingga mengolah pesanan harus memerlukan waktu yang sangat lama. Sistem pemesanannyapun tak jelas, sehingga banyak sekali pengunjung yang berteriak-teriak ingin pesan. Untuk citarasa lumayanlah...NOT SO BAD, tapi belum bisa dibilang maknyus. Untuk harga 2 mangkuk bakso kami harus membayar sebesar Rp. 77 ribu. Rada mahal.... untuk santapan sekelas itu.  Usai membayar pesanan aku mengajak Syifa menuju mobil saja, karena sudah lebih dari 1 jam Zaenab kok tidak muncul lagi.

Benar saja begitu sampai ke mobil Zaenab memang tidak berniat balik ke lokasi, dia sedang menukarkan tiket masuk dengan welcome drink. Akhirnya kami memutuskan segera keluar dari Floating Market. Dalam suasana hujan sangat deras, dan situasi lalu lintas macet merayap sebenarnya aku sudah tak mau ke mana-mana lagi, tapi apa boleh buat harus tetap lanjut. Kalau dalam skenario awal habis Floating Market destinasi selanjutnya adalah De Ranch, namun aku pikir kondisi tanah dan lokasinya tak beda jauh dengan Floating Market pasti becek dan air tegenang juga akan kami jumpai. Dan akupun memutuskan untuk ke Dago Dreampark saja. Seingatku di foto-foto destinasi ini tak banyak berpijak pada tanah, sehingga mungkin tidak becek

Kami melaju tanpa mencari makan siang lagi, aku menawarkan kepada yang lain untuk makan saja, tapi aku tidak makan karena masih kenyang. entahlah semua tak berkomentar, untung masih banyak bekal makanan yang dibawa.

DAGO DREAMPARK
Setelah berhasil menembus macet sampai juga kami di lokasi ini. Lokasi wisata yang terhitung masih baru di Bandung ini terletak di Jalan Dago Giri km 2.2, Mekarwangi, Lembang, Bandung Barat. Dago Dreampark adalah sebuah kawasan resort wisata kekinian di Kota Bandung yang berdiri di atas lahan seluas 11,6 hektar dan telah hadir sejak januari 2016.

Dago Dream Park adalah resort di Bandung yang dibuat dengan mengusung konsep sebuah resort paduan etnic Jawa – Sunda & Bali yang sangat eksotik, Lingkungan Tempat wisata di Bandung utara ini di desain dengan tata ruang bernuansa kental pulau Dewata dengan arsitektur bangunan kombinasi Jawa – Sunda yang unik


Gerbang masuknya yang cantik
Tiket masuk ke tempat ini adalah Rp 20 ribu per orang dan untuk parkir mobil Rp 10 ribu, usai membeli tiket kami masuk. Agak bingung karena tak ada sign petunjuk arah masuk. Barulah sudah agak kedalam ada beberapa petugas yang memandu untuk ke lokasi parkir. Setelah mobil terparkir kami segera keluar. Ternyata aku salah prediksi, lokasi ini juga berpijak pada tanah yang basah karena hujan. Kami berjalan tanpa arah, karena tak paham tentang konsep dan cara berwisata di tempat ini.

Sempat dapat spot ini di area parkir
Di tengah kebingungan aku melihat seorang petugas berseragam, secara lugas aku bertanya. Apa sih spot yang ada di lokasi ini, terus bagaimana cara mencapainya? Petugas itu menjelaskan tentang ada daerah bagian bawah, bagian atas atas bla...bla...bla. Lantas ketika ada mobil seperti tuk-tuk mondar- mandir akupun bertanya itu mobil buat apa? Dijawab bahwa mobil itu untuk berkeliling di area yang luas dan cuma buat lewat dan lihat-lihat doang. Tiket mobil keliling itu adalah Rp 10 ribu. Ohhh...    Padahal masih kurang jelas...sih keterangannya tapi aku malas bertanya lebih detail lagi. Kami terbengong-bengong, akhirnya woles aja. Kami berjalan ke arah pintu keluar dimana ada jembatan yang lumayan cantik buat foto-foto. Puas foto-foto , tanpa sengaja aku mendongak dan melihat ada spot rumah kecil yang tergantung di langit. Aku ingat pernah melihat di instagram orang yang sedang act di situ. Baguss....! Maka aku ajaklah rombongan naik kesana.

Duduk dulu karena bosan dan lelah dengan situasi yang tak jelas. Atur nafas dulu...
Dapatlah objek ini di jalan masuk
Langit semakin gelap
Untuk naik ke lokasi cukup menguras tenaga.....curam dan tinggi. Sampai di lokasi ternyata banyak spot untuk adu nyali alias memacu adrenalin sekalian mengabadikannya dalam bentuk foto. Ada permadani terbang, sofa terbang, vespa terbang, dan termasuklah rumah balloon itu. Dari semua spot aku hanya tertarik dengan rumah balloon itu saja, sedangkan Zaenab ingin naik sepeda terbang. Dari informasi yang kudapati dari seorang pengunjung yang sedang antri foto di rumah ballon bahwa harus beli tiket dulu di loket, terus antri sampai tiba giliran. Lama aku mikir antara mau dan takut...Akhirnya aku nekad juga. karena terlalu lama mikir akhirnya antrian sudah panjanggggg banget. Apa boleh buat.

Harga tiket yang harus dibayar untuk masuk area rumah ballon adalah Rp 30 ribu. Nanti kita akan di foto sesuai arahan pemandu dan Photographernya. Dan dengan harga sebesar itu semua hasil foto akan jadi milik kita dalam bentuk transfer file langsung ke HP tanpa harus bayar lagi (berbeda saat di Lodge Maribaya, dimana setiap 1 buah foto harus bayar Rp 20 ribu, aku ingat aku sampai harus mengeluarkan uang Rp 200 ribu untuk tebus foto doang). Setelah menunggu lebih dari 1 jam akhirnya giliranku tiba. Ternyata setelah dijalani tidaklah terlalu mengerikan kok meski berada di ketinggian karena kita berada di dalam rumah kecil itu. Alhamdulillah senang sekali akhirnya ada juga kenangan menarik yang bisa di bawa pulang dan di sebarkan di Instagram dan media sosial (hehee..).  Berikut pose-pose yang berhasil aku lakukan .

Antara takut dan gaya

Keren juga yah...

Seorang diri menanti

Tengok kiri

Uh...lala
Usai dari rumah ballon kami sepakat keluar saja karena hujan mulai turun lagi. Keluar dari Dago Dreampark sebenarnya kami kebingungan mau apalagi. Memang dalam skenario itinerary yang aku susun setelah dari sini aku ingin kulineran di cafe-cafe sekitaran Dago, namun karena hujan dan macet akhirnya kami putar balik. Aku sih dari tadi sudah mau bilang pulang sajalah, namun tak berani bersuara, bukankah ini trip ramai-ramai. Apalagi Syifa ingin banget kongkow-kongkow ala anak muda di jalanan Dago. Setelah muter-muter dan terjebak dalam macet parah dan hujan sangat deras, Zaenab nyeplos ahh... kita pulang saja. Aku senang...! Ayolah balik hotel saja biar bisa istirahat.

Di jalan pulang kami mampir makan di rumah makan pinggir jalan di daerah Punclut. Rumah makan sederhana, tak begitu bersih, namun karena sudah sangat lapar (berhubung siang tadi tak makan) kami masuk saja. Rumah makan citarasa khas Sunda. Yang paling berkesan adalah sambel terasi dadakan yang pedesssnya minta ampun, tapi maknyus. Ternyata meski rumah makan sederhana harga yang harus dibayar sekelas rumah makan elit.

Menjelang Isya' kami sudah sampai di hotel. malam itu meski dingin aku harus mandi, karena rambut ini sudah 2 hari tidak dikeramas. Habis mandi, sholat, bebenah koper karena besok harus check out, dan harus berangkat lebih pagi lagi. Agak kecewa karena perjalanan hari ini tidak seperti yang kubayangkan dan kurencanakan. Semua itinerary failed. Okelah next...artinya masih ada pe-er buat ke Bandung lagi, karena untuk area Lembang masih belum ke Begonia, De Ranch , dan Floating Market lagi.


No comments: