Tuesday 28 August 2018

Pelancu, Bukit Serelo Gunung, Jempol, Jembatan Gantung Pagar Batu, Mabed

Short Trip to Lahat Day 2nd

Pagi jam 8 kami sudah ditunggu di Lobby oleh Andre sang pemilik mobil sekaligus driver. Cusss...kami langsung jalan. Baru beberapa menit jalan Andre bertanya mau kemana, trus dia bilang terus terang dia sama sekali tak tahu tempat-tempat wisata di kota Lahat ini karena sebelumnya dia menetap di Bengkulu. Wadowww.....loh piye toh mas...? Tapi beruntungnya Herry tukang ojek kemaren ikut sebagai navigator. Dia banyak tahu. Buktinya ketika aku menunjukkan foto-foto lokasi yang aku ingin kunjungi yang kudapat dari google dia langsung tahu. 

Baiklah kami melaju, tujuan pertama adalah ke Bukit Serelo Gunung Jempol. Jalanan agak macet dan lumayan lama antri, hal ini disebabkan oleh adanya perbaikan jalan, sehingga arus lalu lintas hanya aktif di satu sisi saja resikonya kendaraan arah datang dan kembali harus antri bergantian. Tapi driver kami hebat juga selap selip diantara truk-truk besar pengangkut batubara untuk ambil posisi terdepan. Huuufttt.... Hampir 15 menit antri di posisi jalan yang sedang dicor itu kami melaju. Atas saran Herry sang navigator kami belok dan masuk ke objek wisata “Pelancu” di desa Ulak Pandan, alasan Herry mumpung masih pagi jadi belum ramai, masih mudah cari posisi bagus buat foto-foto. Wahhhh....setuju Herry, kayaknya kamu pantas jadi travel guide deh sehingga tipsnya sangat bagus. Bravo....! 


PELANCU 
Wisata Pelancu terletak di Desa Ulak Pandan, Merapi Barat, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mempunyai daya tarik untuk dikunjungi. Betapa tidak, pesona alam yang alami begitu indah ditambah dengan keindahan Gunung Jempol. Tak memakan waktu lama kami sampai juga ke objek wisata ini. Konon katanya keberadaan objek wisata ini berasal dari kreatifitas tangan-tangan pemuda karang taruna Kedaton, Desa Ulak Pandan, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat yang bekerjasama dengan pemerintah Desa setempat berhasil menyulap pinggiran aliran sungai lematang menjadi objek wisata baru yang menambah deretan panjang objek wisata yang ada di Bumi Seganti Setungguan. 

Saat kami sampai masih sepi dan belum ada pengunjung sama sekali. Bahkan para penjaga tiketnya belum standby di tempat. Mesti diteriaki dulu mereka datang tergopoh-gopoh nampaknya baru selesai dandan dan mandi. Begitu sampai ke loket si bapak langsung menyapa dengan logat Lahat yang khas, suara berat besar dan intonasinya agak keras/kasar. Berapa orang bu....? Judulnya “Kepagian!!!” Hahaaaa.... semangat! 

Harga tiket masuk sangat murah. Hanya 5 ribu rupiah saja. Bagus juga...ide untuk mendirikan tempat ini. Objek wisata ini dikelola, dirawat dan terjaga dengan baik. .Alhamdulillah.... semoga selamanya. Begitu masuk aku langsung terpana, sukaaaaa sekali! Dari salah satu sudut ornamen yang ditawarkan ada sebuah perahu di atas langit yang menjorok ke sungai. Dari Pelancu ini pemandangan gunung Jempol terlihat jelas. Cantik sekali! Tanpa dikomando aku langsung bergerak menuju perahu yang menjorok ke sungai itu. Deg-degan karena aku takut ketinggian. Pertama memotret Kotada mengambil angle dari depan. Aku ngikut saja. Tiba-tiba Andre driver kami berteriak “Dek jangan dari sana ambil fotonya...dari sini!. Andre mempraktekan memotret melalui phone selularnya. Dia ambil posisi di bibir sungai dari pojok kiri. Aku berlarian untuk lihat hasil foto Andre. Dan benar saja bagus sekali. Aku tanya kok kamu tahu Ndre itu posisi angle terbaik. Dia bilang pernah menemani teman ambil foto preweeding. Ohhhhh.....pantes! Akhirnya kami berulang kali foto di spot itu. Pakai phone selular dan camera. 

Best view di Pelancu (taken by smartphone Sony Experia Z3)

Best point (taken by Olypus EPL-3 mirrorless camera)
Saat belum tahu trik fotonya diambil dari depan..
Selanjutnya foto-foto di sebagian tempat lainnya. Tadinya petugas objek wisata ini menawarkan naik perahu menyusuri sungai Lematang sampai ke sebuah pulau di kaki bukit Serelo. Aku langsung mau, ingat foto seorang blogger di danau bukit Serelo (aku pikir pasti di situlah). Tapi lucunya si bapak pemilik perahu keberatan dia bilang penumpang sedikit. Dia ingin penumpang perahunya penuh. Meski kami bilang sewa perahunya seharga penumpang penuh dia tetap tak mau. Waduhhhh....aku rasa sang bapak belum paham apa yang aku tawarkan makanya dia menolak. Berkali-kali aku menjelaskan 

“ Isi perahu bapak jika penuh berapa orang? 
“10 orang ..” jawabnya. 
“1 orang bayar berapa? “, tanyaku lagi 
“15 ribu...” jawabnya lagi 
“ Nah kalau gitu, perahu bapak saya sewa seharga 150 ribu” 

Ehhhh... si bapak tetap geleng kepala. Aduhhh.....! Andre dan Herry bilang gak apa bu, kita tunggu saja sampai ramai pengunjung. Ahhhh...lama dong. Terpaksalah aku merelakan tak dapat menikmati danau Serelo. Lama kalau tunggu pengunjung lain sedangkan destinasiku banyak. Yahhh apa boleh buat.... Hiks..hiks !



Di bibir tepian sungai 

Spot selfie

Icon Pelancu
Jalan setapak di lorong setelah pintu masuk


BUKIT SERELO 

Keluar dari Pelancu, Herry mengarahkan mobil menuju spot menarik untuk Bukit Serelo. Mobil terus melaju lumayan jauh di jalan yang agak tersembunyi dan jalanan naik turun menukik. Kiri kanan kami pohon-pohon besar tinggi menjulang, anehnya meski hutan lebat udara tetap panas. Menurut Andre dan Herry efek adanya tambang batubara. Benarkah? Sedangkan kendaraan yang lewat di tempat yang kami lewati hanyalah truk-truk besar pengangkut batubara. Semakin ke dalam terlihat ada 2 atau 3 kantor/perusahaan. Menurut Herry itu adalah perusahaan batubara. Ohhhh.... Ada juga pembukaan jalan baru sebagai akses jalan bagi truk-truk besar milik mereka. Sambil mobil melaju aku berdo’a semoga saja pemilik perusahaan itu tetap memikirkan keseimbangan ekosisitem dalam pembukaan lahan untuk akses jalan tersebut. Aku takut sekali alam kabupaten Lahat yang indah dan sangatttt kaya ini rusak bila dikelola dengan serakah. Aku berdo’a pada Allah jagakan negeri kami ini dari tangan-tangan penguasa yang khilaf. 

Sepanjang perjalanan view bukit Serelo terasa makin mendekat. Aku takjub sekali.. indah.. Tibalah di sebuah tikungan aku melihat sebuah bukit gundul (gundul karena tak ada lagi rumput yang melekat pada tanahnya) mungkin ini adalah sebagian akses jalan tersebut terlihat jelas bekas roda ban mobil besar mungkin juga traktor di situ. Aku meminta Andre untuk berhenti sebentar. Kami ingin foto-foto di situ, karena dari semua jalan yang telah kami lalui menurut penglihatan aku di sinilah posisi yang paling pas buat best view. Herry juga bilang iya... di sini memang sering dibuat tempat ambil foto. Cussss...kami langsung semangat berlarian ke bukit itu sesaat setelah Andre memarkir mobilnya di pinggir jalan. Maa shaa Allah...luar biasa indahnya. Aku terpana... dan tak henti bertasbih. Ya Allah...indah sekali lukisanMU.

Lukisan alam yang indah

Angin kencang menerbangkan khimarku...

Actionnya Atik passs

Angin kencang dan matahari terik menemani langkah kami yang euphoria dengan lukisan alam yang membentang di hadapan kami. Tak puas-puasnya kami ambil gambar dari berbagai posisi dan berbagai angle dan berbagai gaya. Herrypun ikut suka cita membantu fotoin. Dia tampak antusias melihat kami yang bahagia dan exited. Bagus-bagus sekali. Sayangnya aku “saltum”, baju gamisku terlalu lentur sehingga hembusan angin membuat lekuk tubuh terlihat. Jadi untuk di upload harus dipilah pilih lagi. Bukan foto terbaik. Namun bagaimanapun kami sangat puasss....sampai ke tempat ini. Alhamdulillah! 

Bagus sih action kita yang candid, tapi lihatlah tuh dandanan...oh..tidakkk

Canda keriangan kami...
Kami segera kembali lagi ke mobil, tadinya Andre mau melaju terus ke bawah (jalanan menurun) siapa tahu ada posisi view yang lebih baik. Tapi Kotada yang sudah beberapa kali ke Lahat bilang “gak ada! view bukit serelo yang terbaik di tempat tadilah. Kalau ke bawah gak ada apa-apa. Sebaiknya kita balik ke jalan masuk tadi saja. Kita laju ke “Big Hill” saja ucap Kotada. “Dari Big Hill kita akan dapat view yang paling bagus... tapi kita harus hiking selama 2 jam-an dengan medan yang lumayan berat”. Mendengar penuturan Kotada aku langsung bilang, aku tak sanggup. 

Ya sudah...! Akhirnya Kotada memandu jalan untuk cari jembatan gantung seperti di foto yang aku ambil dari google, beruntunglah Kotada sudah pernah ke sini jadilah dia pemandu jalan. Jalan yang kami tempuh cukup jauh dan medannya sulit menanjak,menukik, bahkan di beberapa bagian masih jalan tanah.... melintasi hutan dan sepi. Semakin jauh ke dalam mulai ada pemukiman penduduk. Mulai dari pemukiman yang relatif sepi. Ketika melihat ada beberapa orang yang berjalan kaki tanpa alas kaki di jalanan sepi dan terik yang disekelilingnya pepohonan besar (alias hutan), aku jadi ingat saat travelling ke Wonosari, Jogyakarta dulu, tetapi di Wonosari sekitarnya sawah dengan udara yang sejuk. Kami terus melaju dan masuk ke sebuah perkampungan yang cukup ramai “Desa Suka Merindu”. Kotada yang memandu jalan bilang terus saja sampai ujung akan kita dapati “dead end” dan di situlah nanti mobil dititipkan. Sedangkan untuk ke jembatan gantungnya harus jalan kaki lagi. Hmmmm... 

Akhirnya sampai juga mobil kami ke “dead end” itu. Mobil diparkir dan dititip pada beberapa orang yang memang standy di semacam pos kamling. Andre bilang silahkan jalan saja, dia akan menunggu di pos mobil itu saja. Herry dengan suka cita ikut dengan kami,sepertinya dia sangat suka melihat gaya kami keriangan menyambut setiap objek indah. Untung sekali Kotada pernah ke tempat ini. Jembatan gantung yang viral seblogger itu posisinya sangat tersembunyi. Kami harus melewati rumah penduduk, lalu jalan di bagian belakang rumah-rumah (dapur/WC) dengan jalan setapak yang penuh dengan kotoran sapi. Aduhhhh...ill feel banget aku. Aku jalan hati-hati sekali takut nginjek, toh...kalau nginjek bisa jijik karena sepatu masuk kamar hotel (aku sangat penjijik). Setelah menyusuri belakang rumah penduduk kami menemukan sawah yang kering kerontang. Pemandangannya indah...! Sekeliling kami adalah perbukitan hijau. Kami lanjut menyusuri pematang sawah. Lumayan jauh dan baju basah berpeluh, akhirnya terlihatlah jembatan gantung yang viral itu. Aku berteriak keras “Alhamdulillah...akhirnya gua temuin juga loh jembatan”. Herry tampak tersenyum-senyum.

Adem sekali melihat view di depankami

Melangkah dikelilingi indahnya alam tak menjadikan lelah

Belum...belum cukup ujiannya. Untuk naik jembatan kami masih harus naik tanjakan dan juga step-step tangga yang lumayan menguras keringat dan tenaga. Nafasku tersengal-sengal di sisa-sisa tenaga dari sisa sarapan pagi tadi. Ahaaaahahaaaa.... Tapi aku pantang menyerah! Hufht....berhasil juga aku naik ke bibir jembatan. Sedangkan Herry sudah mundur teratur tak jadi ikut saat harus naik jalan menanjak tadi. Yahhhh... petualanganpun dimulai. Gak semudah itu untuk menikmati sensasi jembatan yang fotonya di beberapa blogger sangat indah.

Perjuangan dimulai aku termehek-mehek tertatih tatih melalui jembatan ini (by Sony Experia Z3)
Ayoooo....jalan.....! Ya Allah...aku takut. Jembatan ini goyang sekali (beda dengan jembatan gantung di Glamping resto Situ Patenggang...itu sih kecil dan gak ada goyang sama sekali). Beberapa papan tempat menapak ada yang sudah lepas. Tadinya baru beberapa langkah saja aku sudah mau mundur. “Gak jadi aja deh” teriakku. Tapi Kotada dan Atik menyemangati dan kasih tips. “Rugilah...sudah jauh-jauh ke sini. Gak apa-apa kok... Jalannya di tengah dan jangan pelan-pelan. Ngebut biar tak terasa goyang. Bla...blaaa.... Aku tak mendengar tips itu. Aku pakai caraku sendiri... jalan justru di bagian pinggir sambil berpegangan dengan tali besi. Haduhhhh....rasa mau copot jantungku. Lama-lama aku nyantai dan mulai biasa. Ehhhh....baru aja nyantai tiba-tiba ada motor lewat. Jembatan goyang parah! Aku berteriak-teriak ketakutan. Berkali-kali motor lewat ....berkali-kali pula aku spot jantung dan bertasbih karena takut jatuh. Rupanya jembatan itu memang berfungsi sebagai akses jalan dari kampung ke kampung sebelah. Motor yang lewat juga mengangkut barang dalam jumlah banyak. Barang yang diangkut ditempatkan di sisi kiri dan kanan motor dengan semacam kantong. Barang bawaan para pengendara motor itu adalah hasil pertanian. Dan akhirnya sampailah aku di ujungnya. Alhamdulillah ..... ..... yeayyyy!

Perjuangan untuk mendapat sensasi jembatan gantung di mulai  (by Olympus)

Diujung jembatan kami menuruni tangga dan tersajilah pemandangan semak belukar yang cantik. Rumput-rumput tinggi, ada ilalang yang di pagari oleh bukit hijau cantik di sekelilingnya. Maashaa Allah..... Kami berjalan lagi dan bertemulah sungai yang terlihat di bawah jembatan tadi. Rasanya maknyus mendengar gemericik air. Air sungai sangat jernih meskipun sangat dangkal (mungkin efek musim kemarau). Bebatuan besar yang berserakan itu menjadikan pemandangan di sungai menjadi begitu indah. Aku benar-benar takjub

Belukar yang indah

Semak belukar yang indah

Pengen nyemplung tapi takut basah hufttt...

Gantian saja ambil fotonya ...semangat !!!

Allahu Akbar,,,, Maasha Allah sempurna sekali tatanan alamMU
Batu-batu sungai yang berserakan terlihat nyata karena air sungainya sangat dangkal
Banyak sekali pengunjung yang hadir saat itu. Sebagian besar pengunjung adalah anak-anak sekolah dan mahasiswa (cuma kami nenek-nenek uzur hahaaa...). Anak-anak itu bercanda riuh rendah mandi dan berendam di sungai. Aku tadinya mau ikut berendam, baru mau buka sepatu dan kaos kaki, tapi urung. Toh sepatunya kalau basah bisa jadi bau, sedangkan acara besok masih panjang.... Akhirnya kami diam sejenak duduk-duduk di batu-batu besar sambil foto-foto. Karena cuaca semakin terik menyengat Kotada mengajak sudahan saja. Benar juga peluhku sudah bersimbah sehingga baju dan dahi basah. Mukaku sudah merona seperti udang rebus. Kami diminta Kotada naik duluan agar dia bisa ambil foto dari bawah saat kami menyebrangi jembatan. Good idea...! 

Kami kembali melintasi semak belukar dan padang ilalang. Aku kembali melow dan ingin nangis melihat sampah bungkus snack yang dibuang oleh anak-anak muda yang tadi bareng kami di sungai berserakan di sana sini. Ya Allah...kalian anak muda mengapa tak menanamkan dalam diri kalian tentang makna menjaga lingkungan, kebersihan??? Aku dan Atik gelek-geleng kepala sambil istighfar.... Fenomena ini selalu aku jumpai di lokasi wisata seantero negeriku tercinta. Travel ke luar negeri tak pernah ada fenomena ini. Semua clean....karena disiplin warga tentang kebersihan sudah mendarah daging. Hiks.... hiks. 

Di dalam perjalanan pulang masih di tengah semak belukar aku menjumpai seorang nenek dengan penampilan unik. Sepatu kets, baju kaos dan celana selutut. Nenek itu membawa keranjang besar rotan yang dijunjung di atas kepala (kalau di Lahat kernjang itu dinamakan “Keruntung”), kedua tangannya menggemgam 2 kantung siput sawah alias “tutut sawah”. Aku tersenyum dan mendekat lalu menyapa. Tapi si nenek menjauh. Kembali aku menyapa dan mengajak beliau mendekat untuk foto bersamaku. Nenek “Ijah” seperti takut. Ketika kutanya kenapa menjauh nek. Katanya dia merasa gak enak karena badannya bau, bajunya basah. “Ya Allah nek... gak apa-apa kok.Gak bau kok ! Ayo nek foto sama saya....”, akhirnya nek Ijah mau juga berfoto denganku. Aku melihat tumpukan botol bekas minuman yang telah dikumpulkannya dalam “keruntung”. Fenomena kehidupan lagi yang aku jumpai yang membuat aku harus terus bersyukur karena nikmat Allah berlimpahan buat aku.

Nenek Ijah... semangat dan tabarakallahu ya nek...!
Padang ilalang berpagar bukit hijau beratapkan langit berhias awan yang indah
Kami segera berjalan dan naik tanjakan lagi untuk naik ke jembatan, kasihan Kotada kelamaan nunggu di sungai dengan matahari terik menyambar. Menyebrangi kembali jembatan gantung itu kembali sensasi “horor” aku rasakan. Terlebih lagi di belakang kami ada gerombolan anak muda yang dengan sengaja menggoyang-goyangkan jembatan. Mereka bercanda untuk menakuti-nakuti rombongan cewek-cewek kelompok mereka. Aku sampai berteriak-teriak histeris. Rupanya mereka sadar bahwa ibu-ibu tua seperti aku benar-benar takut. Salah seorang cowok dari mereka memerintahkan berhenti menggoyang-goyang jembatan. Anak cowok itu berusaha menenangkan dan membantu aku dengan support dan tipsnya meredakan ketakutan. Huffttt...pada akhirnya sampai juga di ujung jembatan. Aku segera melompat sambil berteriak keras “Alhamdulillah...” tak kupedulikan rombongan anak-anak muda itu menatapku penuh kasihan. Hmmmmm.....

Jembatan Gantung Desa Pagar Batu Lahat langitmu indah sekali....
Maasyaa Allah indah sekali

Arah pulang sudah tak sanggup aku... 
Ketemu sawah ayooo turun lagi dan foto lagi indah kannnnn
Kami kembali harus menyusuri jalan setapak melewati belakang rumah penduduk. Kami memotong jalan demi menghindari tumpukan kotoran sapi yang berceceran di mana-mana, tapi resikonya jadi jauh dari posko tempat mobil dititipkan. Tadinya kami ingin menelpon Andre agar dia saja yang jalan kesini, toh ini juga lintasan jalan untuk keluar alias pulang. Sayangnya tak ada sinyal sedikitpun. Terpaksalah kami yang sudah kelelahan jalan tertatih-tatih menuju posko. Jauh..booo....! 

Kami kembali masuk ke dalam mobil berharap dapat meredakan panas, tapi entahlah kenapa Andre justru mematikan AC mobil dan membuka jendela. Membuat semakin panas nih. Kami tak berani protes, karena asumsiku ada masalah dengan mobilnya. Sejak kami menuju kesini melewati hutan dengan jalan terjal menukik, menanjak dia sudah mematikan AC mobil. Sabarrrr..... 

Andre kembali bertanya kemana tujuan kita. Aku bilang selanjutnya kita cari rumah makan yang ada mushollah. Kami sudah sangat lapar. Disamping itu adzan Dzuhur sudah berkumandang dari sejak kami menuju jembatan gantung itu. Atas rekomendasi Ira (calon istri Idham) kami minta diantar ke rumah makan “Pondok Jawi”. Yahhh cus .... 

Ternyata lokasi rumah makan ini cukup jauh, letaknya tak jauh dari lokasi “Jembatan Orange Benteng”. Saat sampai di rumah makan itu sangat ramai. Kami memilih tempat duduk lesehan saja. Karena lapar kami memesan cukup banyak menu. Semuaaaa.... Untuk testimoninya rumah makan ini sangat recomended! Best menu yaitu ikan bakarnya.... maknyusss. Cita rasa masakannya pas dan maknyus, meskipun untuk harga relatif agak mahal. Tapi tak apalah...yang penting puas. Usai sholat dan makan lami melanjutkan perjalanan.

Sebagian menu yang baru dianter

RM Pondok Jawi


LOKASI WISATA MABED. 

Mabed adalah objek wisata relatif baru yang berlokasi di Bukit Peraduan Kecamatan Gumay Talang. Kampung Mabed merupakan sebuah destinasi wisata kreatif hasil olah pikir dari komunitas MABED. Pada bulan Juni 2017 MABED juga berhasil menciptakan kreasi destinasi wisatan yang menyedot perhatian netizen melalui destinasi wisata Perahu terbang yang mereka buat di bilangan Bukit Selfie Kecamatan Gumay Ulu (Perahu yang di Pelancu kali...?) 

MABED kembali menghadirkan spot spot selfie bertema kekinian seperti kupu kupu terbang, pintu dramatis, ayunan langit dan beberapa ikon selfie lainnya. Menjamurnya obyek wisata kreatif di Bumi seganti setungguan sangat di sambut positif oleh masyarakat luas selain lokasinya yang cukup dekat dengan Kota Lahat juga tarif yang di kenakan masih sangat terjangkau. Dan akupun merasa sangat tertarik untuk datang ke lokasi ini setelah melihat unggahan foto Kotada di akun instagram miliknya. Bagus sekali... hebat orang Lahat sudah punya objek wisata seperti itu. 

Mobil melaju cukup kencang jalanan cukup baik namun berliku-liku membuat kami yang sudah kelelahan agak pusing dan mual juga. Memakan waktu hampir 30 – 45 menit tiba-tiba mobil berhenti di pinggir jalan. Kotada yang memerintahkan berhenti. Masih setengah bingung dan bertanya-tanya kenapa tiba-tiba mobil dihentikan Kotada. Kotada meminta kami turun, sudah sampai katanya? Aku turun dengan bingung, 

“Kok berhenti di sini Kot? Mana Mabednya???” 
"Yah disinilah Mabed. Itu tuh lokasi fotonya”, jawab Kotada sambil menunjuk lokasi di seberang jalan tempat mobil kami berhenti. 
“ Ohhhhh ini Mabed itu? Segini doang...????”, ujarku heran. 

Kami segera menyebrang jalan dan mendekat ke lokasi. Kulihat memang ada perangkat alat-alat atau peranti buat objek foto. Tapi kok lusuh dan kusam begitu ya??? Aku berusaha mendekat, tampaknya papan dan kayu-kayu penyangga untuk objek itu sudah rapuh,lapuk, rusak dan jelas agak kurang safety. Aku dan Atik menjadi kehilangan mood. Tetapi daripada gak ada oleh-oleh padahal sudah jauh ke sini dengan kondisi tubuh puyeng dan mual kami berusaha tetap mengambil beberapa foto di tempat-tempat yang kami nilai safetynya masih lumayan meyakinkan.

Objek yang kami anggap aman

Ini agak serem... Atik aja berani

Kupu kupu cinta


Kupu kupu terbang

Gerbang cinta

Negeri di atas awan

Itu sebelah kanan jalan lokasi Bukit Selfie Mabed

Si Mpok sudah nyebrang duluan ....hahaaa
Saat kami foto-foto tempat ini seperti tempat kosong dan tak ada yang menjaga. Kami tahu di situ ada tertulis tarif 5000 rupiah untuk setiap spot, jadi ingin bayar. Karena tak ada orang kami berbalik arah menuju mobil, tiba-tiba ada yang berteriak-teriak memanggil dengan suara kasar dan lantang minta bayar. Ya ampunnn...bu.... jadi kayak maling ketangkep aja kami. Dari tadi dicariin kemane aje...??? 

Kudengar Kotada bergumam “Kok jadi rusak begini yah?”. Aku juga tak habis pikir menyayangkan kenapa selalu ini yang kulihat selama di Lahat ini. Jembatan orange yang tak terjaga dan terurus, dan ini Mabed. Aku terus berpikir dan protes dengan suara hatiku sendiri. Itu uang bayaran bener-bener dimakan sendiri ya...sehingga tidak disisakan untuk dana pemeliharaan. Aku dan Atik saja berfoto hanya di tempat-tempat yang kami anggap perantinya aman itu menghabiskan uang sekitar 50 ribu. Aku terus menganalisa....dan bergumam ...sayang banget... kok tidak dikelola secara profesional. Sayang banget..... Duh.... stop mikir deh Es...kok kamu stress sendiri. Ya iyalah ini negaraku..... 

Aku tuh orangnya selalu kepo terhadap apa yang aku lihat di depan mata yang tidak sesuai harapanku. Maka ketika pulang aku kembali browsing di internet ternyata menurut aku (meskipun dalam pernyataan ketua Mabed menyatakan tak ada konflik apapun, namun dari makna yang tersirat aku yakin ada) ada semacam konflik antara para pemuda Mabed dengan pengelola/pemilik Lahat sehingga pemuda Mabed tidak mau ikut andil lagi dalam pemeliharaan dan pengembangan objek wisata ini. Subhanallah....manajemen yang kurang selaras akan merugikan bangsa. Ini nih cuplikan beritanya : 

“ Penggagas sekaligus inisiator wahana objek wisata perahu awan, kursi pohon, landasan cinta dan panah asmara di bukit selfi di Desa Tanjung Raja, Kecamatan Gumay Ulu, Lahat Mabed, melepas semua atributnya. "Ya semua atribut Mabed kita lepas. Kita tidak bertanggungjawab dan mengelola wahana tersebut lagi. Semuanya sudah kita serahkan kepada pengelola yang tak lain pemilik lahan," ungkap Leo, Wakil Ketua Mabed, Selasa (25/7/2017). 

Dikatakan Leo, dikembalikannya pengelolaan objek wisata Bukit Selfie ke pemilik lahan sendiri tidak lain karena Mabed merasa sudah bisa melepas dan percaya kalau objek wisata Bukit Selfie bisa dikelola oleh pemilik lahan. Mabed berencana mengembangkan di tempat lainnya dan terus berusaha berjuang untuk mengembangkan objek wisata yang ada di Kabupaten Lahat "Tidak ada masalah apapun dengan pengelola. Tugas kita hanya mengembangkan dan kami lihat saat ini sudah maju dan bisa mandiri," ujarnya.” 

Ya sudahlah....kita pulang saja. Kami meminta Andre mengantar pulang ke hotel saja. Beberapa kali dia dan Herry menawarkan mampir ke objek wisata lain, malah sempat diantar ke sebuah objek wisata jembatan gantung yang lebih panjang dari yang pernah kami datangi tadi siang, tempat budi daya buah naga. Aku sih masih mau turun mobil sekedar foto-foto, tetapi Atik dan Kotada sudah tak mau lagi turun sedikitpun. Mereka sudah tepar.... Baiklah akhirnya kami pulang. Jam setengah empat kami sudah sampai di hotel. Istirahat sebentar sambil mendinginkan tubuh lalu mandi. Habis Isya aku dan Atik sudah tepar sampai tak terdengar lagi ketukan pintu bahkan telpon masuk dari rombongan yang baru datang sore tadi yang ngajak jalan dan makan malam. 

Keesokan harinya adalah acara inti yaitu prosesi lamaran dan pertunangan Idham dan Ira. Jam 9 kami serombongan melaju ke lokasi acara yaitu rumah Ira. Jam 1 bubar balik ke hotel lagi. Kembali aku tepar... bahkan ketika sore hari rombongan ngajak jalan-jalan dan kulineran seputar kota Lahat aku menolak ikut. Atik ikut sedang aku memilih tidur daripada ikut, persiapan tenaga bukankah nanti malam kami harus menempuh perjalanan naik kereta dan keesokan harinya harus tetap langsung ngantor? 

Yahhh...itulah catatan singkat perjalanan akhir pekan aku dan tim (hehee...) ke Lahat. Banyak ulasan, banyak review,banyak saran, dan banyak desahan tersimpanku “duh sayang banget yah...padahal Lahat ini kaya tapi belum dikelola dengan baik dan professional”. Padahal ide kreatif dan cemerlang sudah bermunculan di sana sini. Pemerintahan daerahnya harus tanggap bekerja sama dengan dinas pariwisata secara professional. Hal yang paling penting yang ingin aku garis bawahi adalah sebagai traveller atau para adventure ayolah jaga alam ini. Jaga lingkungan, jaga kebersihannya. Allah telah menganugerahkan alam yang kaya untuk Indonesia dan sebagai ucapan rasa syukur kita harus menjaga nya.... Ayo...! Disiplinlah dari diri sendiri dulu. Jangan membuang sampah sembarangan....


Family member of emak-emaknya

Family member of bapak-bapaknya

Thursday 23 August 2018

JEMBATAN ORANGE TAMAN BENTENG KOTA LAHAT

Short Trip To Lahat Day 1st. 

Dalam postingan sebelumnya sudah aku ceritakan proses kami naik kereta, bahkan sampai review tentang jasa pelayanan kereta api. Jam 12.50 WIB kereta sampai di stasiun kota Lahat Kami bergegas turun, takut tertinggal mengingat dari catatan sebelumnya di setiap stasiun kereta hanya berhenti sekitar 10 – 20 menit. Keluar kereta suhu udara yang sangat panas dan terik menyambut kami. Kami menuju pintu keluar, lengang sekali karena tidak terlalu banyak penumpang yang turun. Stasiun Lahat sangat kecil begitu melangkah langsung pintu keluar. Agak rada binggung sih melihat di pelataran parkir dekat pintu keluar tidak terlihat ada transportasi masal seperti angkot, atau taksi pribadi yang menawarkan jasa. 

Kami mendekat dan berusaha tanya pada petugas security. Darinya didapat jawaban bahwa di kota Lahat memang tidak ada angkot atau rental mobil alias taksi. Yang ada cuma ojek dan becak. Tuiinggg....! Rada hang nih kami! Naik ojek jelas tak mungkin karena koper dan tas bawaan cukup banyak. Mau naik becak sebenarnya tak tega melihat sopir becaknya sudah kakek-kakek dan tuaaaa banget.Terus mau gimana lagi meski hotelnya dekat stasiun yang jika jalan kaki dapat ditempuh dalam waktu 5 – 10 menit, jelas gak mungkin kami harus jalan kaki dengan bawaan yang banyak dan di tengah teriknya matahari serta cuaca panas bedengkang seperti itu. Apa boleh buat tak ada pilihan lain kami naik becak, terutama aku sering kasihan melihat bapak-bapak tua mengayuh becak. Hiks...gak tegaaaa... 

Benar saja dan untung saja naik becaknya tidak lama dan tidak jauh. Hanya 5 menit kami sudah sampai di hotel Grand Sigma yang sudah dibooking dari Palembang. Ongkos becak 10 ribu rupiah. Kami pakai 2 becak aku sendirian dengan koper-koperku dan Atik bersama Kota karena bawaannya kecil-kecil serta tak banyak. Sedangkan Idham bersama Ira naik motor (calon istrinya). Huftttt....lega sekali nyampe hotel karena bisa berlindung dengan AC dari cuaca panas.

Karena masih terik dan juga lelah kami belum berani keluar buat makan siang. Beruntungnya di meja rias ada brosur “Ayam gepuk Pak Sutrisno” yang melayani delivery order. Hanya berselang 10 – 15 menit setelah telpon pesanan sudah diantar ke pintu kamar. Kebetulan kami sudah sholat Dzuhur jamak Ashar jadi langsung disantap deh, berhubung sudah sangat lapar karena tak sempat sarapan tadi pagi. Maknyusssss.... asli enak banget dan rekomended nih ayam gepuk pak Sutrisno. Sebelum Kotada kembali ke kamarnya kami janjian sekitar jam 4 sore kami akan jalan ke Jembatan Oranye Taman Benteng. 

JEMBATAN ORANYE TAMAN BENTENG 
Sesuai kesepakatan jam 4 lewat 5 menit kami sudah di Lobby untuk jalan ke Jembatan Oranye Taman Benteng. Mengapa lokasi ini yang aku pilih? Karena berdasarkan google searching yang kulakukan sebelum berangkat info yang kudapat yaitu : Taman Benteng, adalah lokasi nongkrong kekinian warga di Kabupaten Lahat. Berada di tepi Sungai Lematang yang membelah kota jadi dua, Taman Benteng sangat mudah dijangkau dari mana pun di kota ini. Taman ini ditata sedemikian rupa sehingga warga bisa bersantai menikmati hari-hari mereka di pinggir Sungai Lematang. 

Pemandangan bukit barisan dan derasnya arus Sungai Lematang jadi daya tarik utama kedatangan anak muda untuk menjadikan Jembatan Lematang tempat nongkrong yang asyik. Bagi wisatawan yang ingin ikut menikmati suasana khas Jembatan Lematang atau Benteng bersama anak muda Lahat, dapat langsung menuju ke Desa Tanjung Payang, Kecamatan Lahat Selatan, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan 

Yahhh itulah alasannya aku memilih lokasi ini sebagai tujuan utama, dekat dan memanfaatkan sisa waktu “Day 1st di Lahat” , yeayyyy. Kami menuju resepsionis hotel untuk bertanya. Kebetulan banyak sekali petugasnya yang standby, dan mereka lebih ramah dari petugas pertama saat kami check in siang tadi. Kami bertanya jika kami ingin ke Taman Benteng kendaraan apa yang bisa kami naiki sebagai transportasi. Mereka jawab ojek. Waduhhhh....aku sih gak biasa naik motor dibonceng laki-laki. Kami tanya kalau angkot??? Mereka jawab Lahat gak ada angkot! 

Ya Allah..... ! Yahhhh apa boleh buat terpaksa juga harus bisa dan tega buat naik ojek. Jadi kami sewa 3 motor. Beruntungnya sepeda motor di kota ini masih type sepeda motor jaman old, sehingga space tempat duduknya datar dan lapang. Tidak seperti sepeda motor jaman now sempit dan nungging sehingga harus mepet sama pengendara/sopir. Alhamdulillah aku nyaman dan tidak harus melanggar aturan hijab wanita dan laki-laki. Lumayan jauh juga...sekitar 15- 20 menit kami sampai di tempat yang dituju. Ongkos yang harus dibayar adalah 5rb per motor. Hmmm... Tapi Qadarullahnya naik ojek ini aku dapat info tentang rental mobil. Kebetulan ngobrol sama abang ojek dia bilang ada temennya yang mobilnya nganggur. Dia akan tanya dulu mau apakah temannya itu mau mobilnya disewa seharian. Kami tukeran nomer HP. Dududu...anak soleha selalu punya jalan keluar dari setiap situasi apapun. Alhamdulillah.... 

Sampai di lokasi kami rada kaget...loh...apa yang mau dilihat? Jembatan oranye nya gitu aja. Hanya jembatan... view sekitarnya gak ada apa-apa. Gersang membahana dan bagian bawah jembatan hanyalah sungai yang airnya sangat dangkal. Ada beberapa anak-anak kecil sedang berenang di sungai. Sedangkan pengunjung juga sepi hanya ada 1 Honda Jazz terpakir di sisi jembatan, 2 – 4 sepeda motor.Sepi.... Dari pada kecewa kami foto-foto saja seadanya.Lumayan lah daripada nyesek sudah usaha banget buat kesini. Bosan foto-foto yang hanya itu itu saja membuat kami lelah. 

Inilah yang disebut sebut di beberapa traveller blogger  sebagai tempat nongkrong kekinian termahsyur di Lahat

Dari sisi Timur

Masih di sisi Timur
Kami menyebrang dan berjalan tujuannya cari makanan alias jajanan. Di sisi kanan terlihat ada cafe yang menjual berbagai jajanan. Jika melihat bannernya menu yang ditawarkan cukup banyak, malah ada mie ayam segala. Ehhhh... pas kami sampai disitu secara tak sengaja melihat pelataran di lantai 2 gedung. Aku berpikir wah masuk dulu aja yok bisa foto-foto dari atas, siapa tahu dapat view bagus. Makannya nanti saja pas mau pulang. Begitu masuk agak kaget, ternyata untuk masuk di pelataran lantai 2 itu pengunjung harus bayar seharga 15 ribu rupiah per orang. Subhanallah....segitu aja 15 ribu. Okelah akhirnya kami bayar 45 ribu rupiah.

Pas masuk kami melihat berbagai pernak-pernik untuk spot foto seperti preweeding. Bunga-bunga plastik, sepeda hias, kursi taman gantung. Hmmmm...untuk biaya ini toh yang 15 ribu ini. Maka....masuklah kami memanfaatkan sarana yang seadanya itu. Aku berpikir sayang sekali tempat ini tidak dikelola secara professional. Sebenarnya ide untuk men”set” tempat ini menjadi seperti ini sudah sangat baik. Sayangnya perawatan untuk mempertahankan tempat ini sangat kurang. Aku melihat payung-payung cantik seperti di D’Matto Art sudah sebagian rusak tidak diganti atau dibenahi. Hmmmmm.... usai foto-foto disitu tanpa ada rasa puas kami keluar. Tadinya kami mau naik ke lantai 3 karena kami lihat ada rumah pohon. Tapi urung karena ternyata kami harus membayar lagi sebesar 15 ribu rupiah per orang. Benar-benar tak seimbang antara harga tiket dengan fasilitas yang ada. Hufffttttt... 

Judulnya 3D Art gunung Jempol

Lihatlah payung-payung sudah rusak dibiarkan saja

Ranting kering itulah justru yang bikin foto bagus

Pusing mikir gimana biar dapat foto yang bagus

Posisi membelakangi Jembatan Orange

Lumayan ini agak bagus
Kami turun lagi ke bagian dasar dekat dengan sungai. Tak ada apa-apapun yang menarik perhatian. Cuma gitu aja. Pengunjung yang datang tidak berusaha menjaga kebersihan, sampah kantong-kantok snack bertebaran (mungkin juga tak ada petugas kebersihannya). Sedih sekali aku melihatnya. Utung saja ada sebatang pohon gundul yang tinggal ranting-rantingnya saja yang bisa dijadikan vocal point untuk foto. Sejak di lantai 2 tadi pohon ini pulalah yang dijadikan sasaran tembak. Hanya karena aku sudah berpengalaman foto-foto saja berusaha ambil angle/spot foto yang lumayan bagus agar tak kecewa karena lokasi ini tak memberikan kondisi seperti yang aku bayangkan berdasarkan deskripsi beberapa traveller di blogger. Yah...sudahlah....! 

Lantai dasar gedung seperti hall

Berusaha banget dapat view yang bagus

Terlihat kann sungainya yang dangkal dan anak-anak kecil berenang

Banyak yang pacaran tuh...

Iseng foto dari sini, girang banget dapat cahaya matahari semburat merah pertanda bakal sunset

Menjelang sunset, lumayan bagus view ini. Kupikir inilah best view di lokasi Jembatan Orange Taman Benteng

Sudah hampir keluar terlihat posisi ini coba balik lagi dan foto. Lumayan
Lihat hasi lfoto di camera HP Sony Experia Z3 aku bagus, anak bujang juga mau difotoin
Perut semakin terasa lapar kami naik lagi ke cafe tadi. Kami masuk dan menunggu. Tak juga diladeni akhirnya kami datang melongok ke dapurnya. Bilang mau order mie ayam bakso. Lagi-lagi kekecewaan harus kami telan. Tidak ada...! jawaban si mbak-mbak yang ada di dapur cafe. Adanya cuma minuman doang...! Subhanallah...! Astaghfirullah.... Okelah kita pulang saja yok! Untuk pulang ke hotel rada sulit cari kendaraan. Kami berdiri lama di pinggir jalan....dan akhirnya ada sebuah motor berhenti menawarkan ojek. Yahhh...rada sulit mengenali ojek atau pengendara biasa karena sebagai motor ojek tidak ada ciri khas. Karena butuh 3 motor kami juga harus menunggu sekitar 15 menit, tukang ojek yang tadi sudah nunggu, tak bisa memanggil temannya karena tak ada pangkalan ojek. Jadi terpaksa tunggu saja yang lewat lalu dipanggil oleh temannya itu. Akhirnya dapat juga 3 motor dan kami menuju hotel.

Sampai di pelataran hotel kami tak langsung naik ke kamar melainkan keluar lagi untuk cari makan. Keliling-keliling di pertokoan sekitar hotel sangat sepi dan hampir tak terlihat orang yang berjualan. Kedai makananpun tak ada. Di ujung jalan ada mobil standby yang menjual martabak Jakarta. Tadinya aku sudah putus asa “Ya sudahlah beli maratabak saja yok. Capek muter-muter!”. Kotada dan Atik tak mau karena sudah kesengsem pengen makan bakso. Terpaksa jalan lagi... adzan Maghrib terdengar. Hmmmm....! Tak jauh dari situ... terbacalah warung bakso “Mbak Sri”. Senangnya.... kami segera masuk. Pengunjung lumayan rame! Kami segera memesan bakso. Namun aku kehilangan selera makan, karena warungnya jorok dan tak bersih. Terlebih lagi tercium aroma bau taik kucing yang menyengat, dan tak lama kemudian Kotada berhenti makan. Sambil menepiskan mangkok bakso menjauh dari mukanya, dia bilang di biji baksonya ada rambut. Agggrrrhhhhh....langsung mual! Aku tak bisa melanjutkan makan lagi. Cuma Atik saja yang habis baksonya, padahal porsinya sangat sedikit 3 biji baksoukuran sedang dan sejumput mie kuning. Ahhhh.... Pas bayar agak jleb juga. 3 mangkok bakso, 2 gelas teh tawar panas dan 1 botol teh sosro totalnya 68 ribu. Lumayaaannnn....

si Bontot yang lahap makannya

Lihat deh bakso aku sama sekali tak disentuh (porsinya cuma sedikit itulah) dan Kotada sisa 1 biji, lalu mangkok Atik habis. Maafkan aku sudah membuang makanan....
Keluar dari warung bakso kami berkeliling lagi mencari mini market atau super market, untuk beli sikat gigi (Kotada lupa bawa alias gak bawa. Biasanya disedikan hotel ternyata tidak. Kalau sabun dan shampo kebetulan aku bawa Atik juga bawa, jadi kami kasihkan 1 aja. Kami berdua bisa saling pinjam). Seperti cari jarum ditumpukan jerami cari mini market atau super market. Kami bertanya-tanya kenapa sih toko-toko tak ada yang buka? Apakah efek besok libur 17 Agustus??? Entahlah. Akhirnya kami bertemu juga supermarket. Masih merasa lapar aku membeli segala macam crackers, snack dan permen. Takut kelaparan.... 

Malam itu ditutup dengan sholat Maghrib dan Isya. Oh iya ada kabar baiknya...tukang ojek tadi menelpon. Temannya bersedia menyewakan mobilnya. Mobil + Bensin + Sopir seharga 600 rb per hari (8 jam). Aku males tawar menawar karena toh sangat sulit buat dapat mobil rental seperti itu. Beberapa nomer HP yang aku bawa sebagai bekal dari browsing di internet ketika kutelpon menyatakan tidak ada rental mobil seperti yang aku harapkan . Aku langsung okeh saja... Cukup mahal sih menurutku, tapi sudahlah. Dan mbok ya dilalah hampir malam Andre sang pemilik mobil dan sekaligus sopir nelpon minta tambahan biaya buat kasih uang rokok untuk Herry (tukang ojek yang jadi comblang). Agak nyesek dengernya... tapi sudahlah hitung-hitung sedekah! . Usai urusan mobil aku langsung tepar.