Tuesday 21 August 2018

REVIEW PENGALAMAN MENGGUNAKAN TRANSPORTASI KERETA API

Akhir pekan ini bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 2018 “Hari Kemerdekaan RI”, aku dan rombongan keluarga besar harus melakukan trip singkat ke kabupaten Lahat, Sumsel karena ada acara yang sangat penting. Lamaran dan pertunangan keponakan tercinta, Idham Widhiarta. Dia mendapat jodoh gadis yang bermukim di Lahat. Tadinya aku belom mau ikut dulu. Toh cuma lamaran, apalagi minggu lalu aku baru saja pinjam cuti selama 6 hari buat ke Bogor, jadi sudah tak bisa pinjam cuti lagi sedangkan hak cuti baru timbul 1 September nanti. Eh..dipikir-pikir kan tanggal 17 itu Jum’at kan libur, 3 hari lumayanlah buat ke Lahat menghadiri acara Idham sekalian explore Lahat. Bukankah aku memang sudah lama banget pengen ke Lahat karena penasaran seeksotis dan semenantang apa sih keindahan Lahat seperti yang sering aku lihat di “My Trip My Adventure TransTV”. Atau seperti yang sering kubaca di ulasan para blogger, atau seperti sering aku lihat di Instagram.

PERGI
Oke..let’s we go ! (team solid kami Atik, Kotada dan aku) berangkat sehari lebih cepat dari rombongan karena rencana ingin explore Lahat. Menariknya trip kami kali ini akan menggunakan transportasi massal yaitu Kereta Api. Jenis transportasi ini dulu memang sering aku gunakan saat aku masih sekolah di SAKMA Bogor sekitar tahun 1981 – 1982 an. Sejak sudah ada transportasi bis AC langsung Bogor-Palembang aku sudah tidak pernah lagi menggunakan alat transportasi ini. Ehhh..iya lupa sekitar tahun 2000 an aku pernah juga 2 -3 kali naik kereta saat harus lebaran ke Lampung. Jadi yah...memang sudah lama sekali sensasi naik kereta api tidak aku rasakan.

Begitu rencana sudah fix, aku segera memesan tiket kereta api online via Traveloka. Ternyata peminat Kereta Api cukup banyak juga. Saat memesan di Traveloka seat yang tersisa hanya beberapa saja, apalagi untuk tiket malam hari yang eksekutif. Karena seat yang tersisa terbatas, kami terpaksa harus dapat seat pisah-pisah.

Hari yang dinanti tiba, pagi Jum’at 17 Agustus 2018 jam 7.30 kami berangkat dari meeting point di rumahku by Grab car. Jalanan sepi sekali karena jam segitu seluruh instansi sedang melaksanakan upacara peringatan “Hari Kemerdekaan RI ke 73”. Hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit dari rumahku ke stasiun kereta Kertapati. Kereennnn...biasanya harus jam-jaman karena macet parah.

Masuk ke stasiun Kertapati penampakan dari luar masih seprti yang dulu, hanya lahan parkirnya lebih rapih dan yang pasti mobil yang tersusun jumlahnya jauh lebih banyak. Kami masuk melalui pintu “Keberangkatan/Departure”, kulihat antrian mengular sampai keluar-luar. Panjangggg banget.... aku berpikir antrian apa sih? Ohhh ternyata antrian untuk cetak boarding pass. Hmmmm...wajar antriannya panjang, karena toh mesin printernya hanya ada 2 buah padahal jumlah penumpang sedemikian banyak. Belum lagi tidak semua penumpang langsung paham cara seperti itu, namun beruntunglah ada petugas yang stand by dan siap membantu.

Cetak boarding pass rombongan kami cukup diwakilkan oleh Idham saja, karena dia kan sudah sering bolak balik ke Lahat. Usai mencetak boarding pass kami segera masuk menuju pintu check in, sepanjang koridor kulihat banyak sekali toko-toko yang berderet menjual snack, makanan kecil, dan kedai-kedai pempek atau jajanan khas Palembang. Terlalu banyak toko membuat suasana di lorong itu terasa sempit dan sumpek.

Di pintu check in dijaga oleh seorang petugas yang memeriksa boarding pass dan mencocokkan dengan data KTP. Setelah selesai kami dipersilahkan masuk. Masuk melalui gate otomatis pandanganku segera tertuju pada ruang tunggu yang penuh. Kulihat telah terjadi perubahan yang signifikan pada ruang tunggu ini. Lebih rapih dan desain interiornya lebih masa kini, apalagi dalam suasana meriahnya event olah raga “Asian Games”, maskot dan pernak-pernik tentang itu terlihat disana-sini. Ada juga spot foto 3D di tengah yang menampilkan view Ampera sekitarnya . Rame sekali yang bergantian foto di situ. Kami segera mencari tempat duduk, lumayan masih dapat. Setelah meletakkan tas dan koper, aku dan Atik segera sholat Dhuha di mushollah yang terletak di samping kiri ruang tunggu. Mushollah dan toiletnya bersih. Hmmm...bagusss! Karena kebersihan 2 tempat ini akan menjadi point penting bagiku menilai sebuah fasilitas.

Ruang tunggu penumpang

Mascot dan pernak pernik Asian Games disana-sini

Mushollah dan ruang Laktasi

Area merokok di pojokan yang cukup ramai

Baru sekali cekrek sudah harus naik kereta. Huhuhu...
Tak menunggu lama terdengar pengumuman bahwa penumpang kereta Bukit Serelo harus segera masuk kereta karena beberapa saat lagi kereta akan diberangkatkan. Lantai koridor menuju kereta ini kurang baik, malah menurutku bagusan kondisi jaman dulu dimana lantainya sudah keramik. Saat ini lantai koridor hanya disemen biasa seadanya dan ada beberapa lokasi yang lobang alias rusak, sehingga menarik koper rada susah. Belum lagi untuk naik ke kereta pas dibagian gerbong kami tidak ada fasilitas tangga yang membantu. Terpaksa harus sedikit ekstra tenaga.

Masuk ke dalam kereta aku punya penilaian sendiri pula. Tampilan kursi cukup keren warna birunya eye catching. Tempat bagasi koper juga baik. Hanya saja posisi tempat duduk yang sempit dan berhadap-hadapan dan sangat mepet cukup membuat penumpang tersiksa karena harus menekuk lutut sepanjang perjalanan. Nota bene selama 4 jam lebih untuk ke Lahat, membuat kakiku kesemutan.Akalnya beberapa kali aku harus berdiri dan jalan sana sini untuk meredakan dengkul sakit dan kesemutan. 

Tampilan bagian dalam kereta. Diatas tampak AC yang mendinginkan gerbong 
Adalagi yang jadi catatan aku adalah fasilitas AC. AC untuk mendinginkan 1 gerbong hanya ada 4 window split AC dengan kapasitas PK sangat kecil menurut perkiraanku, karena apa aku bisa menyimpulkan begitu, AC itu tepat berada di muka aku tapi aku tak merasakan dingin/sejuk. Apalagi orang-orang yang duduk di tengah, pasti sangat kepanasan dan pengap.

Beberapa kali kereta berhenti di tempat-tempat tertentu dan juga di beberapa stasiun kecil. Menurut penumpang lain kereta pagi memang sering berhenti dan mengakibatkan sampai di stasiun tujuan jadi agak lambat. Hal ini disebabkan oleh kereta pengangkut batubara. 

Selama perjalanan sudah tidak adalagi pedagang yang ribut berteriak menjajakan makanan di dalam kereta. Aku masih ingat teriakan mereka “Telor rebus, kacang, bongkol....!” Rupanya pedagang asongan memang dilarang masuk kereta demi menjamin kenyamanan penumpang. Aku bertanya dalam hati , kemana ya... para pedagang itu. Pertanyaan itu terjawab saat kereta berhenti di stasiun Prabumulih, kebetulan lokasi gerbong kami dekat dengan gerbang “Cinta”.

Gerbang Cinta

Gerbang cinta masih ramai
Aku kaget mendengar teriakan di pintu gerbang besi yang ditutup mati. Riuh rendah teriakannya. Penumpang juga banyak yang turun menuju gerbang itu. Para penumpang menamakannya gerbang cinta. Rupanya di gerbang itulah para pedagang menjajakan makanan dan dagangannya. Hanya dengan teriakan dan tangan mereka yang terjulur melalui jeruji besi mereka menjajakan dagangannya. Ributtttt dan rebutan... Asyik aja menikmati pemandangan ini lewat tangan mereka yang terjulur ada bongkol, kemplang, telor rebus, minuman segar..... Selama 15 menit transaksi jual beli di gerbang cinta, dari pengeras suara terdengar pengumuman agar seluruh penumpang naik karena kereta akan segera diberangkatkan. Kerumunan segera bubar terlihat wajah puas pada pedagang karena dagangannya laku. Alhamdulillah dagangan mereka habis dan laku. Suatu pemandangan unik. 

Akhirnya hampir jam 1 kereta kami tiba di Lahat (15-30 menit lebih lambat dari jadwal yang ditentukan). Kami berusaha turun dan rada susah karena penumpang yang naik juga banyak.Indonesia banget.... (bukan merendahkan namun memang begitu nyatanya budaya antri di Indonesia belum menjadi tradisi. Jika kita naik kereta cepat di luar negeri terlihat sekali tata tertib penumpang, mereka selalu otomatis mendahulukan penumpang turun lebih dulu. Tapi tak apalah yang penting dari diri sendiri dulu aku menerapkan disiplin dan budaya antri. Semoga saja kelak masyarakat akan memahani. Keluar dari kereta aku terkaget-kaget dengan cuaca kota Lahat yang panas luar biasa.

Stasiun kota Lahat
PULANG
Tiket pulang yang aku beli adalah kereta malam. Kereta api Sindang Marga. Harga tiket kereta malam jauh lebih mahal. Jika kereta pagi harga tiket kelas ekonomi 29 ribu rupiah, maka kereta malam harga tiket kelas ekonomi sebesar 120 rb, dan eksekutif sebesar 170 ribu rupiah. Aku sengaja membeli tiket eksekutif. Aku ingin nyaman agar bisa tidur karena begitu sampai di Palembang aku harus masuk kerja. 

Dalam tiket tertera jam keberangkatan 22.30, tapi berdasarkan info dari beberapa orang kereta malam biasanya datang lebih cepat. Untuk itu aku dan rombongan sudah berangkat dari hotel jam 21.00, letak stasiun sangat dekat dari hotel jadi hanya memakan waktu sekitar 5 – 10 menit kami sudah sampai di stasiun. Masih sangat sepi...belum ada penumpang yang datang. Hanya ada petugas KAI dan security. Kami segera check in dan duduk di bangku ruang tunggu yang masih melompong.

Ruang tunggu penumpang ukurannya minimalis

Pelataran tempat menunggu kereta datang

Di kejauhan terilhat kereta datang di lajur 1, kereta pembawa barang sedangkan kereta kami di lajur 2

Kantor petugas..semuanya minimalis alias kecil

Pintu masuk

Menunggu kereta datang


Aku berdiri dan berkeliling sekitar malah sampai masuk toilet. Meski stasiun ini kecil namun rapih dan bersih. Beberapa kali aku melihat kereta lewat, namun hanya kereta pengangkut tangki bahan bakar Pertamina. Mungkin itu bahan bakar untuk kereta??? Jam 22.00 baru penumpang berdatangan ramai tapi tak begitu banyak mungkin sekitar 10 – 20 orang. Memang stasiun Lahat adalah stasiun pemberhentian di tengah jalur Lubuk Linggau – Palembang. Tepat jam 22.15 kereta datang dan penumpang segera masuk ke gerbong masing-masing. Ada juga beberapa penumpang turun. Gerbong untuk klas eksekutif terletak di depan sekali, jadi lumayan jauh, sekali lagi koridor menuju kereta lantainya kurang bagus jadi rada berat menarik koper. Apakah memang KAI tidak memikirkan bahwa penumpang di jaman now sebagian besar sudah memiliki/menggunakan koper seret/beroda? Entahlah....!

Masuk ke dalam gerbong aku lebih kaget karena unpredictable sekali. Tampilan bagian dalam lebih bagus kereta siangnya. Bedanya susunan kursi tidak berhadap-hadapan dan jarak antar kursi cukup lapang. Kami segera menemukan no kursi kami, Atik di 3C, aku di 3D dan Kotada di 4D di depan kami. Pas duduk aku rada bete karena kursi tempat duduk aku agak sedikit bermasalah. Kursi terlentang seperti tempat tidur di rumah sedangkan tombol naik turun tidak berfungsi sama sekali. Kursi juga tak dapat agak dinaikkan (lucu dan risih kan tidur terlentang di depan umum, aku ingin agak sedikit naik tapi tak bisa, apa boleh buat! Punya Atik tak bermasalah... kursi dia tidak terlentang tapi tuas menaikturunkan kursi juga sudah tidak berfungsi. Satu hal lagi yang bikin aku bete, yaitu karena kursi itu terlentang maka injakan kaki jadi sangat jauh mana sudah rusak pula sehingga tidak dapat menopang kaki. Yah...apa boleh buat aku harus tidur miring dengan kaki terjuntai. Hmmm.... tak lama kami duduk seorang petugas membagikan selimut. Karena kelelahan aku tertidur juga, bahkan di tengah ambang tertidur nyenyak terpaksa bangun karena petugas memeriksa tiket. Hmmmm..

Beberapa lama tertidur tiba-tiba lampu dinyalakan seorang petugas wanita berteriak kasar membangunkan penumpang karena ingin mengambil selimut yang tadi dibagikan. Kasar sekali...dia membentak-bentak penumpang yang agak rada sulit dibangunkan termasuk adikku Atik. Menurutku kurang pantas perilaku petugas seperti itu untuk sebuah perusahaan yang menjual bidang jasa .... Mungkin dia lelah! Mengapa selimut harus diambil sementara masih dipakai. Padahal dari saat lampu dinyalakan, pengumuman kereta akan sampai dan teriakan petugas mengambil selimut yang kasar masih memakan waktu sekitar 30 – 1 jam baru kereta benar-benar sampai di stasiun. Saat akan turun kereta aku melihat tumpukan selimut di depan pintu keluar masih di dalam kereta. Apa salahnya selimut di kumpulkan setelah penumpang turun saja. Duh di sesi ini aku menggaris bawahi dengan tinta tebal tentang “accident” ini. “FAIL AS SERVICE COMPANY”. Petugas yang kasar itu perempuan dan masih belia, apakah dia karyawan KAI atau hanya outsourching, seragam yang dipakai kaos putih, celana jeans warna cream. 

Kami turun kereta dengan melompat karena tidak tersedia tangga pembantu di pintu keluar. Hmmmm.... Alhamdulillah kereta tiba sesuai schedule. Jam 3 pagi...kami naik mobil taksi carteran. Aku malas nego harga ...120 ribu langsung oke saja. Karena jalanan masih sepi jarak tempuh menuju rumahku ditempuh dalam waktu 15 – 30 menitan. Alhamdulillah masih bisa sahur dan tidur lagi dengan lumayan cukup sehingga saat di kantor aku tidak terkantuk-kantuk.

Review tentang kereta api adalah lumayan baik, dibanding fasilitas tahun 1980-an, tetapi untuk jasa service petugas bagiku lebih baik jaman dulu. Aku ingat sekali petugas KAI jaman old sudah tua-tua, dan sangat ramah melayani (saat ambil bantal dsb, yang masih terlelap dibiarkan saja dulu. Tidak ada kata-kata kasar). Disamping itu berbagai fasilitas harus ditinjau ulang seperti AC untuk kereta pagi atau kursi penumpang yang rusak harusnya segera diperbaiki. Disamping itu lantai koridor dari stasiun menuju kereta juga harus ditinjau ulang supaya fasilitas geret-geret koper lebih mudah. Hmmm...... Semoga wajah perkeretaapian akan semakin baik. Insyaa Allah...!

No comments: