Tuesday 29 March 2016

AMAZING TURKEY DAY 7 UNDERGROUND CITY, WHIRLING DERVHISES, ATATURK MOSELEOUM

Rabu, 02 Maret 2016

Setelah sarapan di Dere Suites hotel tepat jam 8 kami meninggalkan hotel yang antik ini. Perjalanan yang akan ditempuh merupakan rute yang cukup jauh yaitu untuk kembali ke Istanbul, tetapi supaya tidak terasa jauh dan melelahkan rute akan dilakukan secara estafet dan singgah di tempat-tempat penting yang dapat dikunjungi. Di hari ke-7 aku sudah merasa sedikit lelah dan jenuh (baru bisa mengambil kesimpulan travelling selama 10 hari itu memang terlalu lama. Mungkin yang paling pas lamanya travelling maksimal 6-7 hari). Sudah kangen rumah malah!

UNDER GROUND CITY
Tempat pertama yang kita kunjungi di hari ke-7 adalah Under Ground City, dalam schedule seharusnya tempat ini kami singgahi kemarin, tapi karena schedule kemarin terlalu padat di skip dan dirubah ke hari ini.

Melalui pintu kecil kami mulai memasuki kota bawah tanah. Kami disambut oleh sebuah istal tempat penduduk menyimpan hewan ternak (kuda) mereka. Strukturnya bangunannya memang sengaja dibuat dengan terowongan yang berkelok-kelok dan ruang-ruang tersembunyi, karena tujuannya adalah untuk mengelabui musuh. Tidak tertera tanda penunjuk arah yang jelas, kami hanya mengikuti panduan Ramazan ke arah mana harus menuju.

Di sana-sini terdapat berbagai lubang dan terowongan yang bisa jadi berbahaya, seperti sumur, walaupun kebanyakan memang ditutupi. Sebagai sumber air, sumur-sumur bawah tanah ini memegang peranan penting bagi kelangsungan penduduk yang menetap disini, sekaligus menjadi titik lemah bagi pertahanan mereka. Konon, karena serangan frontal sangat sulit dilakukan dan tidak efektif, salah satu cara yang dilakukan kawanan musuh untuk melumpuhkan masyarakat setempat adalah dengan meracuni sumur bawah tanah tersebut. Belajar dari pengalaman ini, maka dibuatlah sumur-sumur tipuan untuk mengelabui musuh

Pintu masuk underground city
Tangga untuk ke ruang bagian bawah
Lorong-lorong dan terjal
Pintu tempat lewat keruangan lain yang sangat sempit dan menanjak
Pintunya hanya pas badan dengan tanjakan
Bagian lain yang tidak kalah pentingnya adalah berbagai lubang atau cerobong yang digunakan untuk sirkulasi udara (ventilasi), yang terdapat di berbagai ruangan penting di sini.

Untuk menghindari serangan, terowongan-terowongan ini dibuat sangat sempit dan curam. Di banyak tempat, kami bahkan harus merunduk untuk melewatinya. Di berbagai terowongan penting dipasang pintu dari lempengan batu bundar dengan ketebalan 60 cm, diameter 175 cm, dan berat mencapai 500 kg. Batu ini berlubang di tengahnya untuk menghalau musuh yang nekat menyerang. Lempengan pintu ini hanya dapat dibuka dari bagian dalam.

Salah satu ruangan di underground City, cuma ini peserta yang ikut masuk sebagian lain menunggu di luar
Voyage di ruang bawah tanah, kalau didalam interior ini mungkin seperti ruang tamu
Sumur bawah tanah yang berfungsi sebagai mata air untuk keperluan rumah tangga
Halaman depan under ground city
Karena pengapnya udara dibagian dalam untuk pengunjung yang memiliki masalah dalam pernafasan harus berpikir ulang jika ingin masuk ke kota bawah tanah. Seperti diceritakan Ramazan pernah suatu ketika di saat “high season” terjadi antrian pengunjung yang cukup padat, pengunjung menjadi seperti “the bottle neck” masuk tidak bisa dan keluarpun sulit yang mengakibatkan beberapa pengunjung pingsan. Alhamdulillah meskipun aku mengidap asthma ternyata aman-aman saja kok (karena tidak terlalu ramai yang masuk kali ya?). Secara pribadi saya kagum dengan kesungguhan pemerintah Turki dalam menjaga warisan sejarah.

PEMENTASAN WHIRLING DERVISHES
Whirling dervhises merupakan salah satu budaya Turki yang cukup mendunia. Aku sendiri pernah membaca di berbagai info baik melalui buku dan juga cerita-cerita teman blogger, namun menyaksikan tarian ini belum pernah sama sekali. Beruntung pada travelling ke Turki kali ini kami mendapatkan itinerary untuk menyaksikan pementasan Whirling Dervishes.

Berdasarkan informasi yang pernah kubaca, tarian ini dipentaskan hanya pada saat tertentu dan waktu tertentu dengan aturan-aturan yang ditetapkan, misalnya tidak boleh mengambil foto, tidak boleh ada cahaya dan sebagainya. Tetapi pada era kini nampaknya sebagai aset wisata Turki maka tarian ini dapat dipentaskan sesuai permintaan para wisatawan. Aturan-aturannya juga tidak kaku seperti yang ada. Kita sudah boleh mengambil foto saat pementasan dengan syarat tidak boleh menggunakan flash.

Seperti halnya karya-karya seni yang lain, whirling dervhises pun memiliki bagian-bagian yang mengandung makna filosofis yang cukup dalam. Hiasan di kepala (topi) misalnya. Ia adalah simbol nisan yang kelak dipakai manusia setelah mati. Pun dengan kemeja dan rok putih yang dikenakan para penari. Kain putih adalah simbol kain kafan yang nantinya bakal dibalutkan ke tubuh manusia ketika ia dikuburkan.

Digambarkan dalam tahapan menari, dimana pada awal penari menggunakan jubah hitam dan setelah melewati beberapa gerakan jubah hitam tersebut dilepaskan sehingga selanjutnya mereka menggunakan jubah putih. Jubah hitam yang dikenakan penari, konon melambangkan energi negatif (black spiritual). Dalam dinamika whirling dance, sisi gelap yang menempel pada hati manusia, melalui proses yang panjang dengan cara mendekatkan diri kepada Allah maka sisi gelap pada hati manusia dapat dibersihkan. Setelah proses pembersihan hati selanjutnya kita akan mempunyai bekal hati yang bersih, ini digambarkan dengan para penari membuka jubah hitam dan terlihat pakaian putih bersih yang dikenakannya.

Gerakan awal sema dimana penari menahan tangannya menyilang adalah simbol dari kesaksian Tuhan Yang Maha Esa. Dialah dzat yang memulai segala sesuatunya di langit dan bumi ini. Sementara, ketika berputar, tangan kanan yang mengarah ke atas (langit) adalah pertanda si penari siap menerima hidayah dan petunjuk dari Allah. Sedang, tangan kiri yang menjuntai ke bawah merupakan simbol penyebaran hidayah dan petunjuk tersebut ke setiap hati manusia yang berada disekeliling penari. Inilah jalan spiritual Allah yang memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada setiap hati manusia yang diisyaratkan dalam tari spiritual sema.

Tak hanya itu, rampak gendang atau tambur yang dipukul para musisi pun mengandung makna. Suara alat musik tersebut merupakan simbol dari kehendak Tuhan kepada setiap makhluk-Nya. Ketika Tuhan berkehendak, maka jadilah segala sesuatu di bumi ini. Sementara, improvisasi alat musik yang lain merupakan simbol dari nafas awal yang diberikan Tuhan kepada manusia. Ketika dalam rahim, Tuhan telah meniupkan ruh kepada bayi yang akan dilahirkan. Itu adalah awal sebuah kehidupan.

Ucap salam atau tabik dari para penari kepada orang-orang di sekelilingnya merupakan simbol dari sebuah penghormatan (salam kenal) kepada jiwa-jiwa yang dahaga. Jiwa-jiwa yang merindukan kedamaian. Sebetulnya, di dalam tabik tersebut, terdapat pesan-pesan tentang kesaksian eksitensi ke-Esaan Tuhan, pengorbanan (pikiran) untuk cinta sejati, dan takdir manusia sebagai pelayan Tuhan, Al Quran, serta pelayan bagi seluruh umat di dunia ini.

Praktiknya, ketika manusia kembali dari perjalanan spiritualnya—yang dilakukan melalui whirling dervishes—, maka, ia harus siap menjadi pengabdi bagi Tuhan-nya, Kitab-nya, juga bagi setiap mahkluk ciptaan Tuhan. Karena itu, segala doa dan puja puji yang dipanjatkan adalah untuk kebaikan dan kemuliaan jiwa-jiwa dahaga di seluruh muka bumi ini agar menjadi lebih sempurna.

Aku terdiam dan tertegun cukup lama seusai menyaksikan pementasan Whirling Dervhises ini. Berbagai macam rasa berkecamuk didalam hatiku yang tak dapat kubahasakan secara verbal. Filosofi tarian yang sangat menyentuh, perlambang kehidupan kita didunia ini. Bahwa setiap diri haruslah membersihkan diri dari sisi gelap hati dan penyerahan diri yang pasrah pada Allah SWT serta harus bisa menebarkan kebaikan kepada sesama. Hmmmm...ya Allah dekap aku, bimbing aku agar selalu bisa merealisasikan filosofi ini didalam sisa-sisa kehidupanku di sisa umurku.

Keluar dari ruang pementasan kembali lagi kami dijamu dengan secangkir teh khas Turki dengan variant dan rasa yang berbeda lagi. Hmmmm...enak bangets tehnya.

Gedung pertunjukan Whirling Dance
Panggung tempat pementasan Whirling dance
Pementasan Whirking Dance
Adegan di awal setelah para penari melepas baju hitamnya, tangan bersidekap di dada melambangkan kepasrahan dan penyerahan diri kepa Allah


ATATURK MOSELEUM
Keluar dari gedung pementasan kami makan siang disuatu resto lokal yang menyajikan menu kebab lagi. Aku lupa untuk mencatat secara mendalam tentang menu makan siang ini. Lupa...karena sudah sangat lelah. Itinerary selanjutnya adalah mengunjungi Museum Ataturk di Ankara. Dalam perjalanan ini ada peristiwa yang sangat tidak mengenakkan bagi diriku. Aku sangat menyesal ketika bertanya tentang makam Ataturk. Raut wajah yang tidak menyenangkan dan nada bicara ketus langsung tampak di diri Ramazan. Rupanya itu pertanyaan tabu. Oooppsss... maaf Ramazan, aku tidak tahu tentang ini, aku bertanya karena dari seluruh informasi yang pernah kubaca seperti itu dan aku ingin mendapatkan benar atau tidak. Yah...pelajaran buat aku untuk hati-hati bicara. Sejak peristiwa ini aku mengunci mulut rapat dan janji gak mau tanya-tanya lagi sampai pulang.

Dalam perjalanan ke lokasi bis kami harus melalui sebuah pemeriksaan oleh aparat keamanan yang lumayan ketat. Seluruh penumpang disuruh turun dan melewati pintu X-ray scanner, dan beberapa polisi masuk dan memeriksa bis. Mungkin ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap serangan teror bom, mengingat beberapa waktu sebelum kedatangan kami di Ankara pernah terkena ledakan bom. Menurut Ramazan ini prosesi yang memang rutin ketika harus masuk ke museum Ataturk.

Upacara pergantian shift jaga
Matahari sangat terik dan menyengat menyambut kami menapakkan kaki di museum ini. Kulihat bangunan megah berlapiskan keramik yang bertekstur seperti bata. Bangunan terdiri dari 2 bagian yang merupakan letter L. Pada saat itu terlihat sedang berlangsung upacara penggantian shift jaga. Kami menyaksikan dengan seksama. Selanjutnya Ramazan memerintahkan kami berkumpul dan menjelaskan segalanya tentang museum, dan aturan serta tata cara berkunjung. Diberikan estimasi waktu 1 jam untuk mengitari tempat ini.

Foto group dulu sebelum menyebar
Aku, Sapta dan Kotada mulai masuk kesana dari sisi Barat. Sesampainya didalam pengunjung cukup padat, dan terdapat banyak pengunjung lokal. Berbagai benda bersejarah terdapat disana. Sepanjang kunjungan terdengar lantunan lagu entah mungkin lagu-lagu kebangsaan Turki. Sekitar setengah jam lebih akhirnya kami menyelesaikan kunjungan ke museum ini. Sampai diluar kami tidak melihat seorangpun dari rombongan kami. Kalau pada saat datang cuaca sangat terik, sekarang langit sangat gelap dan mendung menggantung, cuaca di Turki cepat sekali berubah.

12 Singa yang menjaga kompleks ini
Masih di tempat yang sama with Kotada
Areal Musim dengan bendera Turki berkibar
Pelataran dengan taman yang cantik di bagian bawah gedung museum
Kami istirahat duduk-duduk sejenak ditangga depan gedung bagian tengah. Lalu seperti biasa sembari menunggu peserta lain kami mengambil beberapa foto. Aku sangat tertarik pada jalan menuju makam yang dihiasi dengan dua belas pasang singa. Sementara itu plaza upacara terletak di ujung jalan. Taman yang mengelilingi monumen juga sangat asri, terdapat bunga-bunga berwarna merah dan putih yang membentuk bendera merah putih.

Gedung yang terdapat di bagian tengah didalamnya terdapat porselen sebagai simbolis makam Ataturk tetapi makamnya sendiri konon ada di under ground, banyak cerita tentang makam ini, tetapi saya ingatkan lagi pertanyaan tentang ini tabu ditanyakan kepada WN Turki, menyinggung perasaan mereka, karena walau apapun cerita tentang Ataturk bagi mereka beliau adalah bapak bangsa.
Bosan duduk-duduk sayapun mulai berkeliling-keliling
With wisatawan lokal yang ramah sekali
Ayo kita pulang, cuaca yang tak menentu ketika sampai ditempat ini tadi terik matahari sangat menyala, dan 1 jam kemudian mendung menggantung diiringi gerimis mengundang
Ayo pulang....sudah bosan dan lelah!
Lama sekali menunggu untuk giliran foto disini tetapi ibu-ibu di belakang anggota group kita juga gak ngerti antri, terpaksa tetep foto juga meski mereka masih sibuk disana
Berkunjung ke tempat ini aku memahami betapa besar rasa nasionalisme rakyat Turki terhadap bangsa dan pendiri bangsanya.

Mampir di rest area dalam perjalanan ke Bolu

Usai kunjungan ke museum Ataturk kami melanjutkan perjalan estafet menuju Istanbul. Malam ini kami akan menginap di Bolu. Bolu adalah sebuah kota di Turki yang terletak di lereng pegunungan disisi barat laut Hitam, karena letaknya dilereng pegunungan maka kondisi cuaca di Bolu ini sangat dingin sekali. Di Bolu kami tidak untuk berwisata melainkan hanya stay overnight untuk 1 malam dan melanjutkan perjalanan ke Istanbul keesokan harinya. Kami menginap di Bolu Van Hotel, sebuah hotel dimana kamar-kamarnya berupa bangunan kecil yang terpisah. Kamar-kamar hotel sangat kecil dan sempit. Tidak leluasa bergerak apalagi untuk sholat mungkin ini hanya hotel bintang 3. Tapi yah...lumayanlah toh hanya untuk tidur semalam saja. Peristiwa kurang mengenakkan terjadi ketika tahu ternyata aku salah menurunkan koper (aku membawa 2 koper, masing-masing koper adalah untuk memisahkan pakaian kotor dan bersih supaya mudah dan tidak terlalu sering menurun-naikkan koper karena kami pindah-pindah hotel tiap hari). Aku lupa bahwa aku telah merubah dan menata ulang susunan isi koper saat masih di Dere Suites Hotel mengingat komposisinya sudah tak seimbang termasuk jumlah oleh-oleh yang dibeli.

Dengan sangat terpaksa membangunkan Sapta dan Kotada untuk mengambil koper satu lagi yang sengaja disimpan di bagasi bis, sudah sangat larut lagi, jam 10 lewat. Tapi kalau tidak dilakukan besok aku gak bisa ganti baju karena koper yang diturunkan isinya pakaian kotor semua, mana besok harus berangkat sangat pagi sekali. Akhirnya Sapta dan Kota terpaksa mencari kamar sopir dan Ramazan dan membangunkannya. Tak lama berselang mereka datang dengan koper ditangan, “agak ketus dan jengkel sopirnya”. Hmmmm....maaf ya pak. Bukan disengaja, bukankah baru sekali inilah aku menyusahkan selama ini aku peserta yang disiplin. Maaf ya pak...!

1 comment: