Target kedua hari ini Puncak Mas. Destinasi ini direkomendasikan sekali oleh Dedek katanya viewnya sangat bagus terutama saat malam hari. Oke cuss.... kita datangi. Puncak Mas Sukadanaham terletak di kawasan perbukitan, tepatnya di Ds. Sukadanaham, Kec. Tanjung Karang Barat, Kab. Bandar Lampung. Memakan waktu tempuh sekitar setengah jam dari pusat kota Bandar Lampung. Dan memang tak terlalu jauh juga dari Bukit Sakura.
Saat kami memasuki gerbang dan loket pembelian tiket area parkir sangat penuh oleh bis-bis wisata dan sebagian besar bernomor plat kendaraan Palembang BG. Ahay...nyobain tol semua juga tampaknya. Total harga tiket yang kami bayar untuk 3 orang penumpang termasuk mobilnya adalah Rp. 60 ribu. Kami masuk dan parkir ke bawah.
Saat masuk aku rada-rada bingung objek wisata apa ini. Konsepnya apa? Tak nampak sesuatu yang membuat aku interesting. Hanya ada sebuah balai besar sepertinya resto atau tempat makan, disitu suara gelegar home band atau mungkin organ tunggal terdengar membahana. Sedang ada acara semacam gathering. Bersebrangan dengan gedung itu ada taman kecil yang terdapat icon tulisan Puncak Mas dan pernak-pernik warna warni. Tanaman yang ada juga kurang menarik karena gersang. Oke... kami melangkah lagi tak ada apapun cuma saung-saung kecil berjejer. Dan sepertinya icon favorit disini adalah rumah pohon. Itupun sulit ditempati karena terlalu banyak orang, bahkan ada satu rumah pohon yang seperti dimiliki oleh dua orang wanita dewasa. Wong dia bawa bantal duduk dan tiduran di situ. Hmmmm.... Kalau di rumah pohon yang lain antrian orang berjejer-jejer untuk ambil foto aja.
Kami melangkah lebih ke dalam lagi. Agak girang juga karena ada satu rumah pohon yang kosong. Yang paling pojok di bagian belakang. Dengan riang kami naik... namunnn baru separuh alias lantai pertama kami memutuskan turun lagi. Kotada saja bocah petualang yang segala gunung sudah dia daki, bilang takut. Bener-bener menyeramkan. Tidak begitu yakin dengan safetynya. Angin tak berhembus dengan kencang saja itu rumah goyangnya minta ampun. Rasa mabok laut pengen muntah aku. Buru-buru kami turun. Akhirnya duduk-duduk sebentar di saung deket situ. Tak sampai setengah jam kami memutuskan cari kuliner sajalah. Kurang menarik. Kebetulan cuaca rintik-rintik. Cusss kami out!
Padahal dalam deskripsinya di google kok menggairahkan banget. Waktu terbaik berada di Puncak Mas adalah malam hari, di mana kamu bisa melihat harmonisasi cantik antara kota Bandar Lampung yang bak lautan kunang-kunang dan langit lepas yang dihiasi ribuan bintang juga teduhnya cahaya bulan. Pemandangan di siang hari pun tak kalah cantik,kok. Karena dibangun outdoor, jadi pastikan kamu berkunjung ke sini saat sedang tidak hujan. Zoongg...!
Saat kami memasuki gerbang dan loket pembelian tiket area parkir sangat penuh oleh bis-bis wisata dan sebagian besar bernomor plat kendaraan Palembang BG. Ahay...nyobain tol semua juga tampaknya. Total harga tiket yang kami bayar untuk 3 orang penumpang termasuk mobilnya adalah Rp. 60 ribu. Kami masuk dan parkir ke bawah.
Saat masuk aku rada-rada bingung objek wisata apa ini. Konsepnya apa? Tak nampak sesuatu yang membuat aku interesting. Hanya ada sebuah balai besar sepertinya resto atau tempat makan, disitu suara gelegar home band atau mungkin organ tunggal terdengar membahana. Sedang ada acara semacam gathering. Bersebrangan dengan gedung itu ada taman kecil yang terdapat icon tulisan Puncak Mas dan pernak-pernik warna warni. Tanaman yang ada juga kurang menarik karena gersang. Oke... kami melangkah lagi tak ada apapun cuma saung-saung kecil berjejer. Dan sepertinya icon favorit disini adalah rumah pohon. Itupun sulit ditempati karena terlalu banyak orang, bahkan ada satu rumah pohon yang seperti dimiliki oleh dua orang wanita dewasa. Wong dia bawa bantal duduk dan tiduran di situ. Hmmmm.... Kalau di rumah pohon yang lain antrian orang berjejer-jejer untuk ambil foto aja.
Kami melangkah lebih ke dalam lagi. Agak girang juga karena ada satu rumah pohon yang kosong. Yang paling pojok di bagian belakang. Dengan riang kami naik... namunnn baru separuh alias lantai pertama kami memutuskan turun lagi. Kotada saja bocah petualang yang segala gunung sudah dia daki, bilang takut. Bener-bener menyeramkan. Tidak begitu yakin dengan safetynya. Angin tak berhembus dengan kencang saja itu rumah goyangnya minta ampun. Rasa mabok laut pengen muntah aku. Buru-buru kami turun. Akhirnya duduk-duduk sebentar di saung deket situ. Tak sampai setengah jam kami memutuskan cari kuliner sajalah. Kurang menarik. Kebetulan cuaca rintik-rintik. Cusss kami out!
Padahal dalam deskripsinya di google kok menggairahkan banget. Waktu terbaik berada di Puncak Mas adalah malam hari, di mana kamu bisa melihat harmonisasi cantik antara kota Bandar Lampung yang bak lautan kunang-kunang dan langit lepas yang dihiasi ribuan bintang juga teduhnya cahaya bulan. Pemandangan di siang hari pun tak kalah cantik,kok. Karena dibangun outdoor, jadi pastikan kamu berkunjung ke sini saat sedang tidak hujan. Zoongg...!
Tak jauh dari parkiran mobil |
Tangga yang ini masih nyaman |
Mendung dan gerimis mengundang |
Saung= saung |
Keluar dari Puncak Mas kami menulusuri jalanan kota Lampung yang macet ke sebuah toko oleh-oleh ynng cukup terkenal. Toko keripik Sintha. Aku membeli Kue Pie Pisang. Dulu aku sempat beli online via instagramnya. Namun sayangnya pas nyampe ditempat itu pie hancur jadi serbuk. Kenaikan harganya cukup signifikan. Dulu sekitar 2018 harga perkotak isi 6 adalah Rp. 25 ribu. Tapi kini sudah jadi Rp. 40 ribu. Apa boleh buat dibeli juga, sayang sudah jauh menempuh hujan deras masa iya sih gak beli. Pelayannya juga jutek alias tak ramah. Cenderung rada sinis.
Malam harinya beburu kuliner terkenal di Lampung yaitu Bakso Sony. Qadarullah tokonya tutup sebelum jam 8, jadi kecewa. Akhirnya daripada menahan lapar dalu, seketemunya saja kami mampir di kedai sate pak Haji Umar karena tertarik dengan ramainya pengunjung. Taste di lidah kami bertiga sama. Tidak maknyusss... mana satenya cuma lemak dan kulit ayam doang. Huhuhuhu.... Marilah kita balik ke hotel dan istirahat buat perjalanan besok lagi.
No comments:
Post a Comment