Thursday, 29 December 2016

WEST EUROPE TRIP DAY 7th, FRANKFURT

Day 7th, Rabu 24 November 2016
FRANKFURT – LUZERN SWITZERLAND

Hari ini kami bangun harus pagi karena sesuai rencana hari ini kami akan meninggalkan Frankfurt menuju Luzern Swiss jam 8 pagi. Seperti biasa strategi kami selesai sholat langsung ke lobby membawa semua koper untuk diletakkan dulu di lobby, sarapan dan selanjutnya naik lagi ke kamar untuk bongkar muatan atau rapi-rapi make up atau apalah apalah.

Sampe di lobby memang koper sudah lumayan banyak bertebaran disitu bahkan resto hotel yang bersebelahan dengan lobbypun sudah padat. Hotel yang kami tempati memang sangat kecil, seperti losmen begitu. Cuma 3 lantai. Sesampai di lobby ketika kami mau narok tas, sang resepsionis ngomel-ngomel kayak ibu-ibu komplek lagi beli sayur di pagi hari (hahaa...). Dia ngomel melihat lobby penuh dengan koper-koper (siapa suruh punya lobby kecil sekali! Luas lobby paling hanya sebesar ruang tamu rumahku 3x4 meter).

Baru saja kami mau meninggalkan tas dan menuju resto dia teriak memanggil kami. Marah-marah karena narok koper di sana, dia bilang bagaimana tamu saya yang lain mau lewat atau duduk manjah di lobby. Kayaknya kalau lalu lalang masih bisa deh, peserta tour kami terutama yang berasal dari bis 1 itu kaum eksekutif (mantan pejabat di perusahaan besar dan BUMN) jadi mereka pakai otak juga dan tidak sembarangan narok koper. Ada yang diumpetin dibelakang pintu, belakang kursi dsb jadi untuk lalu lalang mereka masih memikirkan spacenya. Artinya tamu hotel lain masih bisa lewat alias jalan. Cuma memang lobbynya aja yang sangaatttt kecil.

Kami cuek dan pura-pura tidak paham apa yang dia teriakan (padahal doi pake bahasa Inggris dan kami paham), kami ngeloyor aja menuju resto. Hmmm...penuh! Kami hanya mengambil roti, jus dan buah kiwi karena varian makanannya tidak begitu banyak. Kotada mengambil omelet telur. Kiwinya ternyata sudah busuk jadi yah..... dibuang saja. Kami makan cukup terburu-buru, sadar diri melihat peserta lain ada yang berdiri-diri menunggu meja kosong. Kami segera keluar naik ke kamar sebentar untuk mengambil tas tangan dan menuju pelataran hotel. Langit terlihat masih seperti subuh meskipun saat itu sudah jam 8 pagi. Di pelataran kami duduk-duduk di kursi-kursi yang ada disitu plus foto-foto ....padahal dinginnn. Mau duduk di lobby pasti bete melihat resepsionisnya yang masih ngomel-ngomel aja.

Jam 8 pagi  masih seperti subuh
Tuh pelataran Hotel Meininger Frankfurt, dibelakangku terlihat pak Bambang menggeret kopernya keluar, pasti karena diomelin oleh resepsionis bawel itu
Kalau pakai camera selfie tidak terlihat gelapnya

Jam 9 lewat kami baru meninggalkan hotel teesebut, delay dari schedule (wkwkwkw... habitual action). Setelah duduk di bis aku baru tahu bahwa Kotada tidak dapat jatah makan semalam. Ceritanya semalam sampai kami sudah pada bubar menuju kamar masing-masing setelah dapat pembagian kunci, jatah makan malam belum juga muncul. Akhirnya panitia yang terdiri dari si Euis, Ade dan Irwan bilang silahkan ke kamar saja. Mereka janji makan malam akan diantar ke kamar masing-masing Kalau punya aku dan Atik dianter oleh mbak Iin  (kata Atik sekitar jam setengah dua belas malam).  Jatah makan malam itu aku makan tadi pagi sebelum aku mandi. Makanannya sudah berbau basi dan aku segera membuangnya. Setelah tahu Kotada tak dapat jatah makan malam aku langsung protes dengan Euis dan pak Ade. Setengah terpaksa dia menyerahkan kotak jatah makan malam ke Kotada. Kotada langsung menyantapnya karena memang sarapan tadi tidak ada apa-apa di resto hotel.

Hari ini kami akan menempuh perjalanan cukup jauh menuju pegunungan Alpen di Switzerland. Hari mendung dan gelap. Tapi yang menyenangkan adalah view di kanan kiri jalan sangat “breathtaking”. Hamparan padang savana yang membentang hijau dengan domba-domba yang berlarian kesana kemari. Pegunungan dan perkampungan penduduk dengan deretan rumah yang rapih dan berasitektur cantik adalah sajian landscape yang membuat bibirku tidak berhenti bertasbih. Indahnya....!

Indah dan nyaman padang savana yang membentang luas (Padahal foto ini diambil sekenanya saja dari atas bis dan aku tidak duduk disisi jendela bagian luar)
Sajian landscape seperti ini di sepanjang perjalanan membuat sering bertasbih
Langitnya mendung dan gelap.

Hari sudah menjelang jam 3 tapi tidak ada tanda-tanda bis kami akan berhenti untuk sholat atau makan siang sama sekali. Euis akhirnya mengumumkan kita akan telat makan siang karena uni Rita dan Alex sedang menhadapi masalah dengan pihak imigrasi Swiss. Mobil mereka yang mengangkut makanan tertahan oleh pihak imigrasi, karena dalam menu makanan kami ada daging. Peraturan pemerintah Swiss tidak boleh memasukan makanan sejenis daging ke area negara mereka meskipun daging tersebut sudah dalam bentuk produk olahannya.

Kami melihat seluruh peserta bis mulai mengeluarkan persediaan bekal masing-masing. Sedihnya bekal makanan kecil sudah habis sejak hari kemaren. Kami hanya diam saja (aku meminum milshake dari WRP diet untuk mengganjal lapar). Pastilah sangat lapar karena sejak semalam aku tidak makan, sarapan tadipun hampir bisa dikatakan tidak makan juga. Peserta sibuk makan bahkan Euis itu membagi-bagikan jatah nasi malam tadi (jatah orang yang mungkin tidak terbagi seperti Kotada) ke rombongan Palu dan rombongan Marwa yang merupakan anak emas dia. Semua sibuk makan. Aku menoleh kulihat Kotada tertidur nyenyak di kursinya. Atikpun demikian. Kulihat pak Masykur juga tidak menyantap apapun meskipun kak Lili teman dari asal daerahnya Kalbar menawari , kulihat dia menolak. Mbak Iin yang biasanya rajin menawari makan juga tidak menawari kami, mungkin persediaan dia sudah menipis juga bahkan aku lihat Iin makan nasi sisa semalam yang dibagikan Euis, Aku tersenyum beginilah sifat manusia disaat kekurangan dan kelaparan .... egois dan tanpa tenggang rasa.

Cuaca mendung gelap dan berkabut. Suhu udara sangat dingin sekali, meskipun di dalam bis ada heater. Ada kemacetan panjang di suatu lokasi yang aku tak paham dimana itu. Truk-truk box pengangkut barang berjejer padat, kulihat polisi lalu lintas sibuk mengatur kemacetan tersebut. Mengalihkan arus, mengatur posisi truk pengangkut barang, bis dalam posisi masing-masing. Polisi yang bergerak cepat dan tangkas segera dapat mengurai kemacetan yang ada. Bis kami meluncur lagi. Sejauh ini aku tidak melihat mobil pribadi yang melintas di sepanjang perjalanan kami. Entahlah... apakah karena memang jalur yang kami lewati hanya untuk kendaraan besar ataukah karena penduduk Swiss enggan menggunakan kendaraan pribadi sebab sebenarnya jalur yang kami tempuh bisa dilewati dengan menggunakan kereta listrik cepat yang jauh lebih nyaman dan hemat waktu.

Hampir jam 4 sore ketika kami sampai di Rheinfall (optional tour yang ditawarkan Euis cs dengan tambahan biaya 35 euro per orang). Rheinfall atau biasa disebut Rhine Fall adalah air terjun yang terdapat di sungai Rhein. Dengan lebar 150 meter, tinggi 23 meter dan kedalaman 13 meter. Air terjun ini adalah air terjun terbesar di Eropah yang usianya diperkirakan 15.000 tahun.

Rhine Fall berlokasi di sungai Rhine Switzzerland dengan debit air yang mengalir deras dengan debit air yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Memasuki area objek wisata Rhine Fall terdapat area parkir yang tidak terlalu luas. Sesudah bis parkir kami segera keluar. Estimasi waktu yang diberikan untuk mengitari tempat ini hanya 30 menit. Hmm.... Untunglah aku tidak begitu tertarik melihat objek wisata ini karena sudah pernah meilhat objek wisata air terjun yang jauh lebih indah di Sumatera Selatan seperti air terjun bedegung dsb. Kami berfoto-foto dan berjalan agak jauh ke belakang. Hanya kami yang terlihat agak lebih antusias sehingga masih berusaha jalan ke belakang , ini hanya memuaskan rasa penasaran saja ada apa sih di tempat ini sehingga kami harus membayar 35 euro ? Di belakang juga tak ada hal-hal yang begitu menarik perhatian.

Foto group kita

Air terjun yang digadang-gadangkan itu napak di belakang. Biasa-biasa saja khan?
Kenapa selalu foto Atik yang dipamerkan itu karena angle nya pas
Dia lagi...dia lagi
Jembatan dan lorong untuk masuk ke are bagian belakang
Berusaha ambil angle supaya penampakan air terjunnya nyata tapi gak dapet jugak
Air terjunnya cuma segitu doang
Dibelakangku itulah air terjun yang digdang-gadangkan oleh Euis sangat indah
Beda angle foto beda hasil

Aku minta pohon dan ranting agar dapet di foto. Kata Kotada gelap jadinya bik Esi. Gak apalah gelap yang penting viewnya
Sudah hampir keluar area
Menuju pelataran parkir kita selfie lagi
Tim Palembang minus 3 orang
Peserta lainpun kelihatan tidak bergairah menikmati tempat ini (apakah lemes karena kelaparan??? Ya iyalah sudah jam 4 sore belum makan siang), mereka hanya duduk-duduk di bangku-bangku yang ada. Tidak lagi sibuk dan kalap untuk foto-foto. Kami kembali ke bis dan meneruskan perjalanan. Kalau di itinerary tujuannya adalah menuju masjid Ebicon. Bis muter-muter seperti tanpa arah suasana kiri kanan jalan bahkan perkampungan sangat sepi. Seperti kota mati. Aku melihat sebuah toko yang menjual buah-buahan dengan apel yang merah segar, ingin rasanya turun dan membeli untuk mengisi perut yang sudah lapar.

Jalannya bis seperti tidak bertujuan dan akhirnya kami mampir di suatu gedung yang tidak besar, buktinya kami yang berjumlah 75 orang hampir tidak dapat duduk nyaman di dalamnya. Entah gedung apa ini namanya. Kami duduk berjejer berhadap-hadapan dengan kaki ditekuk dan dilipat. Tidak boleh banyak bergerak jika tidak dengkul akan saling beradu (hiks...). Uni Rita membagikan makan siang sambil berteriak-teriak satu orang satu ya dengan wajahnya yang jutek. Apakah ada yang sanggup menghabiskan jatah makan 2 kotak? Wong makan sekotak itu saja dimakan hanya untuk memenuhi kepentingan lambung, kalau kepentingan lidah (cita rasa) pastilah tidak akan termakan makanannya yang tanpa cita rasa dengan minyak menggenang bahkan selalu hampir basi saat sampai ke tangan kami.

Sebagian besar peserta sibuk bergegas bahkan Kotada aku suruh segera sholat saja (Dzuhur plus Asar) karena takut keburu Maghrib. Memang saat itu sudah jam setengah enam lebih (= jam 5.40). Waktu Maghrib di Eropah adalah jam 5.30 atau paling lambat 5.45 tergantung lokasi. Kalau laki-laki bisa mengambil wudhu di luar meskipun harus tetap antri. Sedangkan peserta wanita harus antri panjang karena kamar mandinya hanya 1. Astaghfirullah... Kebetulan aku sedang siklus bulanan. Jadi tidak ikut antri dan menyantap saja makanan hampir basi yang baru saja dibagikan. Dan tak berapa lama mungkin sekitar 3 – 5 menit adzan Maghrib berkumandang di HP ku. Ya... Allah ampuni kami.... astaghfirullah, hanya untuk bersenang-senang kami melalaikan kewajiban terhadapMU.

Saat aku selesai makan dan ikut antri untuk ke toilet aku mendengar seluruh ocehan ketidakpuasan seluruh peserta terhadap pelayanan travel guide dari IHT. Mulai dari awal sebenarnya mereka sudah kecewa dengan jumlah peserta yang terlalu banyak, menu makanan yang disajikan, schedule perjalanan yang hampir 2 per 3 nya adalah shopping, pemberian makan yang selalu molor sangat molor bahkan selalu makan di atas bis. Mengenai molor ini malah sudah berakibat pada salah seorang rombongan Marwa di bis 2, muntah-muntah karena maag nya kumat, untunglah aku punya persediaan obat maag.

Aku menyimak ocehan mereka sambil berpikir artinya aku tidak salah menyimpulkan. Apa yang aku rasakan juga dirasakan oleh seluruh peserta. Yang bikin mual dan muak adalah Euis sang tour guide itu tidak merasa bersalah sama sekali. Celetukannya, nyinyirnya seakan pelayanan yang dia berikan adalah prima. Contoh soal keluhan peserta adalah gara-gara mampir ke Rhine Fall yang bukanlah lokasi yang awesome banget sehingga kami harus bayar biaya tambahan 35 euro bahkan karena mampir kesana kami jadi telat sholat Dzuhur dan Ashar.

Inget komentar Mbak Yuli peserta Jakarta yang suaminya pejabat Pertamina dan pernah menetap di Palembang selama 6 tahun, “Katanya Indonesian Halal Tour , apa yang disebut halal jika kita telah melalaikan sholat wajib??? Apanya yang halal jika kita seaakan dikompori untuk memuaskan nafsu belanja (berlebih-lebihan adalah sifatnya syetan)",  aku tersenyum mengangguk. Sampai seperti itu loh pemikiran seorang muslim sejati. Tetapi Euis dan pak Ade yang mengaku dirinya seorang ustadz tidak berpikiran seperti itu. Yang ada di otak mereka adalah uang...uang...uang... Kalau belanja kan jelas mereka  akan dapat fee dari toko yang kami singgahi. Aku menyaksikannya sendiri ketika kami mampir di toko souvenir di Jerman, pak Irwan dan pak Ade sedang menagih komisi buat mereka dari pemilik toko. Parah!

Bubar sholat dan makan siang sekalian makan malam, kami melanjutkan perjalanan ke pegunungan Alpen. Di tengah perjalanan menuju pegunungan Alpen rombongan masih sempat mampir lagi ke pusat pertokoan yang banyak menjual jam tangan dan souvenir khas Swiss. Kami bertiga masuk pertokoan dengan sangat malas, sudah malam kenapa masih harus mampir berbelanja lagi, mending langsung ke hotel saja supaya bisa istirahat. Lagipula waktunya toh sempit sekali. sampai di area pertokoan jam 7 sedangkan toko-toko tutup jam 9. Tapi apa boleh buat kmi ikut ajalah.

Kami menyelusuri pertokoan dan iseng masuk ke sebuah toko khusus wanita yang produknya sale besar-besaran. 50 - 70%. Aku dapat suatu cape rajut warna cream seharga 10 CHF.  kalau di kurs sekitar 135 ribu. Murah....pake banget, lumayan buat nambah lapisan hangat untuk ke Titlis besok.  Lalu setelah mencari-cari aku suka sebotol parfum seharga 9 CHF tetapi belum sempat transaksi kami sudah dijemput dan dipaksa Euis masuk toko yang sudah jadi rekanann dia. Maksa banget... ya iyalah jika  makin banyak yang beli komisi mereka akan makin besar.

Kami ikut saja masuk toko yang ditunjuk Euis, tetapi sampai lantai 2 tidak ada 1 produkpun yang ksmi sukai, produk jam yang harganya terjangkau adalah produk China. Ngapain dibeli... Akhirnya kami bertiga balik lagi ke toko pertama tempat aku melihat-lihat parfum tadi, aku membeli parfum yang aku sukai itu dan segera keluar. Kembali kami menjadi penunggu setia di trotoar, Ada beberapa orang yang sudah stand by di trotoar ujung jalan. Padahal udaranya dingin sekali. Banyak peristiwa terjadi di tempat ini, uni Yulimar kehilangan tas saat berbelanja di suatu toko, bersyukurnya tas tersebut rupanya tertinggal di toko tersebut. Saat dia meninggalkan toko kelupaan tasnya sendiri. Paniknya toko tersebut sudah tutup. Nah loh... Akhirnya toko tersebut di gedor-gedor oleh mbak Indah,. Alhamdulillah penjaga belum meninggalkan toko, akhirnya tas uni dapat ditemukan.

Dan lebih menghebohkan lagi adalah Iin pemilik travel kami kecopetan, Dompet dan seluruh isinya berisi banyak uang dolar dan semua kartu lenyap. Ditengarai dompet itu dicopet saat beberbelanja di toko souvenir temannya bu Euis tadi. Lemes...liat Iin. Terkadang ini bisa jadi sebuah teguran dari Allah. Rombongan tour ini sudah terlalu berlebih-lebih dalam berbelanja. Bayangkan sudah malam dan pertokoan hampir tutup masih saja sempat-sempatnya shoping lagi dan merekapun memborong. Hmmmm


Hampir jam sepuluh malam bis kami stop di pelataran parkir Terrace Hotel yang terletak di kaki pegunungan Alpen. Untuk menuju ke hotel dari pelataran parkir kami harus jalan kaki dengan jalan yang agak menanjak. Waduh derita gue banget, secara koper kami gede. Inipun terasa ribet padahal kami sama sekali tidak pernah belanja. Gimana peserta yang lain ya? Yang maniak dalam belanja? Biasanya kami (aku, Atik dan Kotada tidak selalu menurunkan semua koper dari bagasi bis) tapi kami sudah 2 malam tidak bongkar muatan koper kabin yang kecil ini.  Mau tidak mau harus diturunkan. Ayooo semangat ...pelan-pelan saja jalannya.

Untuk mencapai Terrace Hotel setelah berjalan penuh usaha dengan koper gedeku kami harus naik lift. Liftnya sangat sederhana mirip lift untuk naik prilling tower di Pusri. Cukup besar sehingga sekali angkut bisa muat 10 orang meski kopernya gede gede. Cuma ada 1 lift jadi harus antri. Suasana lorong tempat menuju lift itu serem sekali. Lorong seperti terowongan dengan suasana remang-remang dan auranya gak enak. Belum lagi bunyi lift berderit derit saat naik ke atas. Hiihiihii.... seperti cerita film horor saja. Aku tak henti membaca ayat Kursi, srt 3 Qul, istighfar dan sebagainya karena memang seram sekali. (Keesokan harinya dalam perjalanan menuju Mount Titlis di atas bis banyak peserta yang bercerita kalau tadi malam banyak temuan penampakan aneh-aneh. Konon katanya hotel ini memang sepi dan sering kosong karena sangat jarang wisatawan yang datang menginap disini. Wajarlah...serem!). Setibanya di lobby hotelpun masih dalam suasana seram karena lampunya memang remang-remang. Menunggu sejenak pembagian kamar.

Setelah dapat kunci kamar kami bergegas naik ke kamar. Hotel ini hanya terdiri dari 2 lantai. Kebetulan saat antri aku bareng dengan pak Irwan pimpinan IHT. Aku ngobrol dan protes tentang ketidak becusan penyelenggaraan tour ini termasuk tentang banyak peserta yang tidak kebagian makan malam saat di Frankfurt, Dia diam saja dengan wajah hambar. Tapi aku bersyukur dengan keberanianku mengeluarkan pendapat ini aku menjadi target prioritas pelayanan. Seperti malam ini makan malam diantar kekamar malah sampe 2 kali. Kami kaget ketika pintu kamar diketuk ada yang nganter makan malam lagi padahal baru saja pak Ade nganter. Kami tolak dengan bilang bahwa kami sudah dapat jatah.

Cerita seram lain aku alami ketika kami melewati lorong menuju ke kamar, lorongnya gelap sekali. Lampu yang dipasang memakai sensor otomatis sehingga jika ada orang lewat lampu baru menyala dan begitu kami berlalu mati secara otomatis. Aku merasakan bulu kudukku meremang. Malamisetelah beberes koper aku mandi dan tidur.  Tengah malam aku masih mendengar langkah kaki yang diseret-seret di lorong kamar. Entah manusia atau makhluk halus wallahu alam. Selamat malam ... sampai besok karena besok kami akan merasakan sensasi salju di Mount Titlis.

.

Thursday, 22 December 2016

WEST EUROPE TRIP DAY 6th, COLOGNE GERMANY

Day 6th, Selasa 23 November 2016
COLOGNE – FRANKFURT

Habis sholat tahajud jam 3 pagi aku sudah tidak bisa tidur lagi, padahal semalam aku baru tidur sekitar jam 12 malam. Sambil “gegoleran" di ranjang aku mengupload foto-foto yang diambil seharian kemaren ke sosial media punyaku yaitu FB atau IG mumpung di hotel ada free wifi. Akhirnya bosan gegoleran aku pergi mandi. Nah jam 5 pagi aku sudah mulai dandan dan bermake-up. Habis dandan kembali aku mengotak-atik HP membalas comment di FB juga IG. Koper sudah sejak semalam kurapihkan hanya tinggal memasukkan daster dan peralatan mandi yang masih dipakai hari ini. Kulihat Atik baru bangun menuju kamar mandi. Aku menunggu adzan subuh dari HP ku. Selama di Eropah adzan subuh baru berkumandang sekitar pukul 6.15 lebih.

Akhirnya jam setengah tujuh kami (aku, Atik dan Kotada) keluar kamar. Sesuai strategi koper kami akan taruh di lobby lebih dulu baru kami langsung sarapan di lantai 2 dan naik lagi ke kamar untuk bongkar muatan (ke WC) atau apalah. Mumpung yang lain masih belum siap dan lift belum antri. Kalau anggota group sudah bangun akan sulit dapat jatah lift. Apalagi kami yang dapat kamar di lantai 4. Traveling dengan group yang terlalu banyak seperti ini memang harus cerdas menyiasati.

Sampai di lobby kami lihat masih sepi, dan kami mencari posisi pas untuk meletakkan koper-koper kami agar tidak mengganggu orang yang mau lalu lalang. Tiba-tiba ketika kami baru mau beranjak meninggalkan koper sang resepsionis berteriak bertanya koper siapa ini. Kami agak kaget setengah ketakutan karena trauma ketika di Paris kemarin. Rupanya mereka bilang kalau mau menyimpan koper tidak boleh diletakkan di lobby selain bisa mengganggu pemandangan juga kurang aman. Seorang wanita cantik pelayan hotel menggiring kami menuju sebuah kamar. Eh...kami tersenyum ternyata di kamar (luggage) tersebut sudah banyak koper yang dititipkan. Ahaaaa...tadinya pas di lobby kami mengira hanya kami yang duluan menurunkan barang bawaan. Wanita cantik tersebut memberikan kartu yang bertali yang bisa disobek. Jadi selembar digantungkan di tas dan selembar lagi buat kami simpan yang harus kami serahkan pada saat mengambil barang kami. Wow.... sistematis banget ya. Setelah proses itu wanita cantik itu mengucapkan selamat menikmati sarapan dan mengantar kami ke lift seraya menjelaskan posisi restaurant. Terima kasihhh.....! Sudah cantik ... baik pula. Seperti biasa resto sudah rame oleh sebagian besar penumpang bis 1. Sedangkan penumpang bis 2 baru kami bertiga saja, yang lain entah dimana.

Jam 8.15 bis melaju meninggalkan Amsterdam kota yang penuh keindahan dan segala keramahannya. Hari ini kami menuju Cologne Jerman. Tidak banyak yang dapat kami singgahi di Jerman. Di tengah perjalanan kami mampir mencari tempat sholat. Sesuai rencana kami akan sholat di masjid Agung Cologne, tetapi karena masjid sedang direnovasi kami hanya menumpang sholat di sebuah Islamic centre. Gedung Islamic centre ini cukup besar dengan tempat wudhu yang banyak. Jadi antrinya tidak seberapa panjang. Di dalam banyak sekali orang-orang Turki yang sedang menunggu sholat Ashar berjamaah.

Ada insiden yang sangat memalukan terjadi disini, disaat muadzin mengumandangkan adzan Ashar, kelompok Marwa cs (2 orang peserta dari Palembang dan 4 orang lagi peserta Jakarta), yang dari semula sangat-sangat norak, pecicilan dan mulutnya rame seperti pasar itu tetap cekikikan dan berteriak-teriak heboh. Hal ini membuat seluruh jamaah yang sangat ramai itu (dari raut wajah dan cara berdandan kebanyakan jamaah adalah orang Turki) menoleh kearah mereka dengan wajah marah. Dan mereka justru cuek bahkan tetap cekikikan dengan suara lantang. Aku yang baru selesai melaksanakan sholat dzuhur dan duduk menunggu Ashar sambil menyimak adzan merasa risih dan tiba-tiba terkejut dengan suara teriakan Atik yang marah membentak mereka untuk diam dan mendengarkan adzan. Astaghfirullah.... mereka sudah sangat keterlaluan. Sudahlah mereka tidak pernah terlihat melaksanakan sholat kok di dalam masjid/mushollah kelakuannya tidak punya etika seperti itu. Padahal muslim masa tidak mengerti bagaimana adab saat adzan berkumandang? Ya Allah.... mereka itu ngerti gak sih  di negeri orang ini kita itu membawa nama bangsa Indonesia. Bikin malu aja....

Selesai sholat kami bergegas menuju ke bis, tetapi masih harus menunggu sekitar 15 menit lagi karena jatah nasi belum nyampe. Setelah jatah nasih datang dan dibagikan bis melaju. Kami makan di atas bis. Perjalanan selanjutnya adalah menuju sebuah gereja tua terbesar di Cologne yaitu Cathedral Cologne.

Cathedral Cologne atau High Cathedral of Saints Peter and Mary adalah Katedral Katolik Roma di Cologne, Jerman. Bangunan ini merupakan monumen terkenal dari Jerman Katolik dan arsitektur Gotik yang masuk kedalam catatan Situs Warisan Dunia. Tak hanya itu, Katedral ini telah menarik rata-rata 20.000 orang per hari dan menjadi landmark yang paling banyak dikunjungi di Jerman..

Sejak 1996 silam, UNESCO menobatkan Cologne Cathedral sebagai situs warisan dunia. Setiap harinya rata-rata 20.000 orang mengunjungi Cologne Cathedral, membuatnya dinobatkan sebagai tempat wisata paling banyak dikunjungi di Jerman. Selain sebagaiwisata bersejarah, katedral ini tetap berfungsi sebagai tempat ibadah seperti biasa.

Pembangunan mahakarya gotik ini memakan waktu enam abad dan selesai pada 1880.Bentuk fisiknya begitu memesona. Layaknya bangunan khas gotik, menara katedralmengerucut di bagian puncak yang runcing. Di Eropa, Cologne Cathedral dinilai sebagai karya seni terpenting dari era Goldsmith.

Cathedral Cologne terletakdi jantung kota Köln, dua menara katedral menjulang tinggi ke langit. Selain Gero Cross pun dapat dijumpai di gereja yang terletak di sisi Sungai Rhein ini. Merupakan salib kayu ek tertua yang dibuat pada 976. Ada pula Milan Madonna, pahatan kayu yang berasal dari abad ke-13.

Letaknya yang sangat dekat dengan stasiun kereta api membuat Kölner Dom dibombardir bom udara selama Perang Dunia II. Menariknya sekaligus ajai bangunan katedral tetap berdiri tegak. Justru menara kembarnya yang raksasa menjadi alat navigasi pesawat sekutu ketika ingin menyerang Jerman.

Menara telekomunikasi, menara Cologne Cathedral menjadi bangunan tertinggi keduadi kawasan tersebut. Tinggi menara Cologne Cathedral mencapai 157 meter dengan 509 anak tangga. Ternyata menara utara lebih tinggi tujuh sentimeter dibandingkan menara selatan.

Kami di drop di suatu jalan yang dari jalan ini Cologne Cathedral sudah jelas terlihat. Bangunan artistik yang menjulang tinggi. Sebagai pengamat foto aku mengajak Atik dan Kota meperlambat jalan dan mulai mengambil view di sini. Cuaca mendung gelap sekali sehinggal hasil fotonya kurang maksimal. Dan seperti kebiasaan selama traveling ini kami selalu menjadi panutan (wkwkwkwk... kalau bahasa Palembangnya "Pak Turut") melihat kami jepret-jepret di pinggir jalan ini akhirnya sebagian besar rombongan ikutan jepret-jepret. Disaat trotoar jalan tersebut sedang riweh oleh mereka yang sibuk berfoto kami segera mempercepat langkah ke destinasi point yaitu ke gereja itu sendiri.

Tidak terlalu jauh sih dari point kami di drop oleh sopir bis, kami sudah dapat menikmati kemegahan arsitektur bangunan bersejarah ini. Menjulang tinggi dengan material dinding berupa batu dengan pahatan-pahatan yang cantik. Pengunjung sangat ramai sekali sore itu. Di pelataran banyak terlihat gelandangan dan penegmis yang mengejar dan memaksa kami untuk memberi sedekah.... aku kok jadi ngeri melihatnya.  Kami mengambil beberapa foto di bagian depan gereja. Selanjutnya karena rasa penasaran bagaimana bentuk arsitektur bagian dalamnya kami mencoba masuk. Rasa penasaran ini timbul karena sebelum aku berangkat aku sempat browsing di internet mengenai tempat yang tercantum di itinerary perjalanan kami dan aku sempat melihat foto seorang travel blogger di bagian dalam katedral sangat cantik.

Penampakan Cologne Cathedral di kejauhan
Diambil dari perempatan lampu merah, makin jelas terlihat
Pelataran gedung bagian muka, sulit diambil bangunannya secara utuh


Giliran Atik yang mejeng
Kotada in action

Gaya miring pula dia
Bersama tim Makasar pak Bunyamin yang suka sekali foto bareng kami

Kami masuk melalui serangkaian pemeriksaan X-ray control. Bagian dalam katedral remang-remang dan terasa seram. Sedang ada misa saat itu. Kulihat pengikut misa sangat sedikit sekali, paling banyak sekitar 20 orang. Petugas katedral berseliweran mengawasi pengunjung yang masuk. Mereka mengenakan seragam seperti jubah putih hitam seperti kosyum pastor atau pendeta. Karena aku pernah melihat foto seorang travel blogger dan teknik dia mengambil foto aku ingin meniru. Tapi hasil fotonya kurang memuaskan. Selama di dalam katedral ini aku merasa seram dan was-was entahlah karena kami seorang muslim jadi berasa kagok masuk ke tempat ibadah agama lain. Pada saat mengambil gambarpun kami takut-takut dimarah oleh petugas pengawas yang mengamati setiap pengunjung. Selain itu kurang etis rasanya di saat orang sedang melakukan ibadah kami kok jepret-jepret. Akhirnya kami segera keluar.


Penampakan bagian dalam kurang ke tengah ambil fotonya
Penasaran untuk dapat hasil besutan foto yang bagus jadi berkali-kali di posisi ini
Agak lebih baik ketika aku yang ambil fotonya pas di tengah
Kaca patrinya cantik sekali
Suasana remang-remang aku bergidik euiii
Apakah patung wanita itu adalah bunda Maria???
Penasaran ambil lagi view yang sama
Duduk di kursi peserta misa

Kami bergegas menuju meeting point yang sudah ditentukan meskipun estimasi waktu yang ditentukan masih sekitar 15 menit lagi. Tiba di meeting point kami melihat sebuah toko souvenir yang padat oleh rombongan kami. Kami mencoba masuk tapi kurang tertarik untuk membeli, harganya jauh lebih mahal dari yang sebelum-sebelumnya. Aku masih berusaha membeli sebuah piring keramik motif bunga mawar berwarna pink. Cantik dan aku suka. Sembari menanti bis datang menjemput aku numpang ke toilet di toko McD yang ada di pinggir jalan dekat situ juga. Toilet berbayar tentunya, setiap orang harus bayar 1 euro. Meski estimasi waktu yang diberikan sudah lewat peserta dari bis 2 masih belum kumpul juga, mereka masih belum selesai belanja di toko souvenir yang tadi kami masuki. Aku berpikir pasti banyak sekali uang saku mereka ya sehingga setiap kota yang disinggahi mereka pasti selalu belanja dalam jumlah banyak. Sedangkan bis 1 sudah melaju.

Iseng banget nih Kotada ambil fotonya, tapi gak apalah bagus juga
Itinerary terakhir untuk hari ini kami di drop ke suatu tempat seperti pasar malam. Menurut tour guide tempat ini adalah pusat penjualan oleh-oleh. Begitu turun dari bis tanpa aba-aba kami menyebar sebelumnya tour guide kembali mengingatkan untuk berhati-hati terhadap tas, dompet dan barang bawaan. Kami bertiga mencoba menelusuri tempat tersebut. Makin jauh ke dalam semakin ramai pengunjung. Seperti pasar senggol, susana hingar bingar ada pertunjukan musik penyanyi terkenal di Jerman di panggung yang terdapat di tengah-tengah lokasi. Lalu lalang pengunjung muda-mudi sana yang berpasang-pasangan atau berkelompok. Dalam udara dingin seperti itu.

Di kawasan inilah kami di drop
Ramainya pengunjung seperti pasar malam
Aku menyeempil ditengah keramaian itu
Sembari cari jalan keluar masih foto lagi, eh itu yang syal merah di belakang kami pak Masykur yang kecopetan dompet dan HP nya itu

Di sepanjang lokasi terdapat berbagai macam dagangan berupa souvenir, perlengkapan winter seperti coat, topi, sarung tangan dan sawl, kristal hiasan, pernak pernik hiasan pohon natal dan juga penganan. Kami merasa sesak dan mau muntah mencium segala macam aroma di area tersebut. Bau yang paling khas yang menusuk penciuman kami adalah bau “fork”. Penganan yang dijual di sepanjang lokasi tersebut terbuat dari olahan “fork”, ada yang bebertuk sosis, ditusuk seperti sate, irisan tipis dsb yang di steam dengan uap mengepul-ngepul sehingga aromanya bertebaran seantero lokasi. Jualan minuman beralkohol juga bertebaran. Kami menyaksikan kelompok muda-mudi yang berdiri disepanjang jalan sambil ngobrol-ngobrol, tertawa lepas seraya merokok, menyantap kudapan tadi dan minum minuman alkohol ditangannya bahkan bagi pasangan kekasih di tengah keramaian itu tanpa rasa malu mereka berciuman penuh nafsu  serta berpagutan manjahhhhh dengan birahi sex menggebu-gebu untung saja gak sampai seperti adegan ranjang, Aduh risih dan malu aku melihatnya. Menurutku tempat ini adalah tempat berkumpulnya anak-anak muda Jerman. Seperti alun-alun begitulah.

Akhirnya kami memutuskan kembali ke meeting point saja. Kebetulan di pinggir jalan di meeting point ada portable toilet, yaitu sebuah mobil sebesar bis kota tapi tidak tinggi yang didalamnya terdiri dari deretan toilet. Ada sekitar 5 buah kamar kecil disana. Toilet berbayar ini dikelola oleh sepasang suami isteri yang sudah sangat tua. Setiap orang yang masuk dikenai biaya 1 euro, dan toiletnya sangat bersih. Sayangnya pasangan suami isteri itu tidak ada ramah-ramahnya sedikitpun. Begitu kita selesai mereka segera menagih pembayaran dan langsung kita diusir untuk segera pergi. Waduh...bisnis kok gini amat ya? Padahal aku pernah belajar Manajemen Pemasaran salah satunya adalah pelayanan yang prima. Kapok deh gua....kok di sini tidak diaplikasikan?

Menunggu rombongan di meeting point kedinginan
Daripada bosan kita foto-foto giliran
Ini giliran Atik yang difotoin
Dan terakhir giliran Kotada, adilkan,,,,????

Lama juga kami menunggu. Kepalaku terasa sakit dan mau muntah karena kembali tercium aroma “fork” dari uap steam penganan yang dijajakan sepanjang trotoar. Tidak tahan rasanya tapi tidak ada tempat lagi untuk berlari. Aku mengambil sehelai lapisan jilbabku untuk kujadikan cadar penutup hidung. Tak lama kemuadian beberapa peserta berdatangan dengan ekspresi heboh. Cerita punya cerita ternyata pak Masykur (bapak yang baik yang duduk di dekat kami di bis yang anggota DPRD Kalbar dari fraksi PKS kecopetan. HP dan dompetnya hilang dicopet di keramaian tadi. Innalillahi wa inna ilaihi roo’jiun. Kasihannya. Hmmm...negara Eropah yang kita anggap negara maju ternyata copetnya lebih dahsyat dibanding di Indonesia.

Hampir jam 9 malam lewat kami sampai di Frankfurt. Kami menginap di hotel Meninger sebuah hotel kecil yang pelayanannya sangat tidak oke. Resepsionis yang acuh, kasar dan judes. Proses check in yang lama banget dan yang membikin jengkel adalah si resepsionis itu berteriak membentak kasar. kepada kami yang rame dan membawa koper besar untuk tidak menghalangi jalan tamu hotel mereka. Lah salah sendiri lobby hotel mereka sendiri sangat kecil hanya seukuran 4x5 meter dan dia sendiri ngurus check in lama sekali. Terus kalau gak boleh nunggu di lobby apa kami harus nunggu di trotoarnya?

Hampir 2 jam lebih proses check in dan pembagian kamar. Sebelum naik ke kamar masing-masing tour guide berteriak jatah nasi akan diantar ke kamar masing-masing. Sudah hampir jam 11 malam jatah makan malam belum datang???? Terus mau dimakan jam berapa lagi??? Huft bener-bener dari awal IHT (Indonesian Halal Tour) penyelenggara tour ini tidak becus. Maunya uang..uang tambahan aja. Aku sudah tidak peduli....soal makan malam. Masuk ke kamar aku langsung mandi dan sholat. Koper tidak perlu dirapihkan karena aku sudah punya strategi. Aku kan membawa 2 koper jadi 1 koper adalah tempat pakaian yang akan dipakai esok hari sedangkan yang satu lagi untuk memasukkan baju kotor. Tidak terlalu harus dikemas terus kopernya. Aku langsung tidur karena lelah sudah lupa tentang makan malam. Agar tidur nyenyak tanpa kelaparan aku minum milshake WRP diet.

Monday, 19 December 2016

WEST EUROPE TRIP DAY 5th, AMSTERDAM BELANDA


Day 5th, Selasa 22 November 2016
AMSTERDAM - CANAL CRUISE

Bangun pagi ini badan masih terasa penat, semalam tidak bisa tidur nyenyak yang disebabkan suhu kamar dingin sekali. Sudah pakai selimut hotel yang tebal dan berlapis-lapis bahkan heater sudah dinaikin temperaturnya, tapi tetap aja cool bingits. Ternyata di pagi hari baru ketahuan yang menyebabkan kami kedinginan adalah jendela kamar itu terbuka. Yahhhh...gak diperiksa juga sih oleh kami. Masuk kamar semalam sudah sangat larut lagipula jendela tertutup gordyn. Okelah kalau begitu nanti malam tidak akan terulang lagi ya....

Di Belanda kami akan menginap selama 2 malam jadi malam ini tidak terlalu ribet untuk mengemas koper. Selesai dandan kami menuju resto hotel, di sana sudah banyak peserta tour dari bis 1 yang sudah sarapan padahal kami merasa ge er sebagai peserta tercepat. Memang anggota bis 1 sangat disiplin disamping itu kebanyakan orang-orang tua yang sudah sangat sering travelling ke negara asing, mereka juga kaum eksekutif. Tidak seperti bis 2 anggotanya kebanyakan anak muda yang baru kali ini atau tidak terlalu sering travelling dan juga tidak jelas kondisinya, ya itu sering telat-telat alias molor dan orang-orangnya liar.

Hotel ini berbintang 4 atau mungkin 5, aku hanya menduga saja. Melihat fasilitas kamar, penyambutan resepsionis, resto hotel, menu makanannya sangat jauh berbeda dengan hotel IBIS selama di Paris kemaren. Suka melihat resepsionis dan petugas hotelnya sangat ramah, mirip standar pelayanan hotel di Indonesia. Bahkan setiap peserta dihantar masuk ke lift sekalian tombol no lantai kami dipencetin sama customer service. Kerennn ..... berasa nyaman memasuki kota Amsterdam yang sangat ramah setelah selama 4 hari kemaren kami merasa sangat tidak nyaman datang ke negara yang penduduknya acuh bahkan kasar. Seperti biasa kami harus hati-hati memilih makanan karena olahan “FORK” itu ada dimana-mana. Kami hanya mengambil roti gandum kasar diolesi selai, jus buah, buah segar itu saja.

Jam 9 lewat bis kami mulai melaju (molor lagi dari schedule yang ditentukan jam 8) menuju lokasi pertama yaitu Zaanse Schans.Perjalanan yang ditempuh tidak terlalu lama, sekitar jam 10 akhirnya kami sampai juga ke Zannse Schans. Zaanse Schans berjarak 19 km dari Amsterdam, jika mengendarai mobil sendiri itu akan memakan waktu sekitar 20 - 30 menit. Oh ya kabar gembiranya lagi selama di Belanda kami akan dipandu oleh local guide, jadi dijamin tidak akan nyasar dan biasanya sepanjang perjalanan kita akan diberitahukan informasi detail suatu tempat, ini sangat penting bagiku yang rajin menulis detail perjalanan travelingku di blog. Tante Wilma seorang Indonesia yang telah menetap lebih dari 40 tahun di Belanda karena menikah dengan laki-laki Belanda. Sudah sangat sepuh tapi masih energik sekali gayanya. Orangnya keibuan sekali, dan aku suka.

ZAANSE SCHANS
Zaanse Schans adalah sebuah kawasan yang berada di tepi sungai Zaan di Zaandam, dekat desa Zaandijk, provinsi North Holland, Belanda. Pemandangan di kiri dan kanan jalan dalam perjalanan menuju lokasi sungguh “breath-taking”. Entahlah aku merasa sangat nyaman dan relaks melihat hijau tanaman, warna-warni bunga yang bermekaran di rumah-rumah penduduk, air sungai atau mungkin kanal sangaaattt biru, terlebih lagi langitnya biru jernih yang asli biru meskipun tak nampak matahari. Maasyaa Allah...indahnya alam MU ya Allah.

Zaanse Schans adalah salah satu spot turis yang wajib dikunjungi jika di Belanda, sebuah desa yang terletak di Zaandam, North Holland memiliki pemandangan ala pedesaan nan Indah. Daya tarik utama tempat ini adalah kincir angin tradisional Belanda. Kincir angin pada awal keberadaannya di Belanda sekitar abad 13 berfungsi untuk mendorong air ke lautan agar terbentuk daratan baru yang lebih luas (polder) mengingat letak geografis Belanda yang sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan laut. Dengan perkembangan teknologi, sekitar abad 17 kincir angin digunakan juga sebagai sarana pembantu di bidang pertanian dan industri seperti memproduksi kertas, mengasah kayu, mengeluarkan minyak dari biji, sampai menggiling jagung. Jumlah kincir angin beberapa abad lalu sekitar 10.000 dan sekarang kurang lebih tinggal 1000 kincir angin.

Sebagian kincir angin yang ada sekarang masih berfungsi serta menjadi objek wisata yang sangat menarik. Setiap orang yang pernah berkunjung ke Belanda sudah bisa dipastikan akan mencari kincir angin. Kebanyakan kincir angin yang tersebar di seluruh wilayah Belanda sekarang hanya berdiri sendiri (satu bangunan) di suatu lokasi daerah. Sedangkan yang merupakan kumpulan kincir angin ada di dua tempat dan sudah menjadi objek wisata yang terpopuler di Belanda, yaitu kawasan wisata yang dilestarikan atau dilindungi, Zaanse Schans di Provinsi Belanda Utara (Province North Holland) dan Kinderdijk di Provinsi Belanda Selatan (Province South Holland).

Wisata Zaanse Schans tidak dipungut biaya. Begitu bis terpakir kami bergegas keluar, hembusan angin dan udara dingin terasa menusuk. Memasuki kawasan Zaanse Schans langsung akan terlihat bangunan rumah kayu tradisional Belanda yang sudah berumur ratusan tahun (Zaanse Huisjes). Arsitektur unik khas Belanda yang sebagian besar dinding rumah kayunya berwarna hijau dan dahulunya merupakan ciri khas rumah warga di wilayah Zaandstad. Meskipun hari sudah menunjukan pukul 10 lewat cuaca masih terlihat seperti subuh bergulir. Pemandangan indah yang menyapa kami membuat aku terpaku takjub sejenak. Kembali di dalam hati dan bibirku bertasbih. Aku masih menatap dan memandang kagum sekeliling deretan rumah-rumah berasitektur khas dengan kincir angin yang berjejer di pinggir sungai/kanal yang airnya biru jernih. Bahkan rumputnya hijau bagusss sekali dan ketika aku mendongak langitpun merupakan lukisan alam yang membuat sempurna komposisi pemandangan disini. BIRU jernih. Aku bertasbih lagi, bahkan mataku sedikit berembun kagum pada kekuasaan akan ciptaan Allah yang sangat indah. Allahu Akbar!

Sementara aku terpaku dan tertegun rombongan (terutama anggota bis 2) terlihat sibuk tak beraturan untuk berebut mengambil foto. Teriakan tour leader untuk foto group hanya jadi angin lalu. Tapi kami bertiga selalu setia kalau disuruh ikut foto group. Kami sengaja menjauh dari peserta yang lintang pukang berfoto ria. Biarlah kami bertiga berfoto dulu di area yang memang bukan best view. Akhirnya setelah mereka puas dan mulai melangkah ke lokasi lain kami siap action untuk take foto. Alhamdulillah sih setelah puas foto kami kembali terusik oleh rombongan tour dari China yang jauh lebih liar lagi. Hmmmm.....

Zaanse Schans yang indah...pagi jam 10 masih seperti subuh ya
Sepiii...mereka sudah jauh...giliran kami dulu yang action ya. Cahaya matahari mulai berpendar menyingsing

Ini centre dari perkampungan ini
Alam itu indah....lukisan Allah
Mupeng banget punya desa beginian
Birunya itu loh aku suka...
Biruuuuuu....
Wisatawan from Korea ramah sekali... Anyeong haseo...
Kincir anginnya jejer rapih
Our group dan pak Bunyamin from Makasar
Kincir angin yang berjejer rapi di sepanjang danau
Wajah beku kami brrr...dinginnya rek. Tuh mukaku masih muka bantal banget ya...efek kurang tidur
Smile....cool
Jejeran ruma dengan arsitektur khas Belanda
Kayak pedesaan ya

Rombongan sudah jauh meninggalkan kami bertiga yang memang sengaja menghindari mendekati mereka dengan tujuan agar bisa menikmati pemandangan yang indah juga agar sempurna ambil fotonya. Dan akhirnya kami berkumpul lagi dengan rombongan di tempat yang memang posisi terakhir dan best point dari Zaanse Schans, hmmmmm sulitnya ambil foto. Gak ngerti antri dan gantian nih group. Puas menikmati alam dan foto-foto kita harus kembali ke bis.

Kembali ada insiden tunggu menunggu, karena rombongan Palu sudah hampir 30 menit belum juga kembali sedangkan anggota group yang lain sudah sangat kesal karena ternyata mereka lagi mereka lagi yang bikin schedule harus molor. Aku heran ya....lokasinya tidak begitu luas dan waktu yang diberikan cukup lama, aku aja sudah puas mau foto dengan pose seperti apapun, kok bisa masih telat aja? Ngapain aja tuh orang? Kok gak inget dosa membuat orang se bis jengkel terus. Pak Ade turun dan mencari mereka, akhirnya dengan wajah tanpa dosa mereka muncul juga. Terlihat wajah pak Ade habis marah, bahkan di bis pun masih diulanginya lagi kata-kata peringatan untuk menepati waktu dan saling toleransi dengan perasaan anggota group yang lain. Tapi mereka cuek aja ...dasar ya kok gak ikut private group aja sih. Toh mereka sudah cukup banyak 8 orang, jadi mereka bisa puas dan gak buat kesel orang lain. Astaghfirullah.... ampun!

Baiklah mari meneruskan perjalanan ke destinasi selanjutnya (daripada harus ngegerendeng sama biang kerok). Tujuan selanjutnya kami akan ke tempat produk traditional Belanda lainnya yang menarik untuk dilihat yaitu pabrik pembuatan keju sekaligus toko penjualan keju (De Catherine Hoeve) dan pabrik pembuatan sepatu kayu bakiak /Klompen (the Wooden Shoe Workshop the Zaanse Schans) yang tidak dipungut biaya masuk. Klompen yang dibuat bentuknya unik dan lucu, ada yang diukir, klompen sepatu roda dan klompen ketawa. Kami sempat menyaksikan demo pembuatan keju dan juga klompen. Tidak terlalu sulit membuat klompen karena semunya dikerjakan dengan mesin yang prinsip keja mesin didesain sangat sederhana sekali.

Suasana perjalanan ke Volendam

Pabrik Klompen
Pabrik Keju dan Klompen

Masuk ke toko yang menyediakan oleh-oleh dan penganan khas Belanda aku mulai tergoda buat belanja. Harganya relatif terjangkau dan produknya memang bagus dan enak. Meskipun tergoda aku tetap tidak menjadi kalap, karena selalu memikirkan beratnya koper serta dana yang tersedia juga yang paling selalu aku ingat tak mau membuang devisa di negara orang untuk barang-barang yang bisa aku beli di negaraku tercinta. Aku hanya membeli keju, kue, waffle kering, piring-piring keramik kecil. Total belanjaku 296 euro. Untuk klompen aku tidak membeli walau sebenarnya aku suka sekali. Aku mengkhayal pasti sangat artistik kalau aku beli beberapa dan dipasang didinding depan pintu masuk rumahku. Harganyapun terjangkau tapi beraaaaaatttt...secara materialnya kayu... Lupakanlah!


VOLENDAM
Setelah puas memborong oleh-oleh perjalanan dilanjutkan lagi menuju Volendam. Perjalanan menuju Volendam menyajikan pemandangan kiri kanan jalan yang sangat indah. Komplek perumahan dengan rumah-rumah berdesain khusus dan cantik sekali dimana setiap rumah memiliki halaman yang dipenuhi taman dengan bunga warna warni yang cantik sekali. Tante Wilma bercerita bahwa taman tersebut diurus sendiri oleh pemilik rumah. Wanita-wanita Belanda sangat rajin mengurus rumah, menyediakan makanan, mencuci dan setrika juga mengurus taman bahkan tetek bengek lainnya. Ini karena biaya pembantu rumah tangga di Belanda sangat mahal dan pajaknya juga menjadi tanggungannya.

Tante Wilma juga bercerita bahwa rumah-rumah di komplek perumahan itu sangatlah mahal, sayangnya saya lupa mengingat berapa harga pastinya, tapi saat itu saya langsung mengkonversinya milyaran rupiah. Hmmmm.... Desain rumah hampir semua sama, tetapi setiap rumah memiliki bentuk/desain pintu masuk yang berbeda. Hal ini mempunyai tujuan yang prinsip. Orang Belanda memiliki kebiasaan minum alkohol. Pulang kantor mereka berkumpul dan berpesta ria dengan meminum minuman beralkolhol sampai mabuk berat. Sehingga pada saat mereka sedang mabuk berat kala harus pulang ke rumah mereka tidak akan salah masuk ke dalam rumah yang desainnya hampir sama. Agar tidak salah kamar. Belanda memiliki julukan “City of Sins”. Hal itu diberikan karena kebiasaan penduduknya mabuk, sex bebas bahkan kaum LGBT bertebaran disana. Hmmm...memang cara orang Eropah yang bukan muslim menyikapi kehidupan sangat jauh berbeda dengan kita sebagai muslim. Disaat mereka mengalami masalah atau kegelisahan mereka selalu lari ke minuman beralkohol. Tidak seperti ajaran agama Islam dalam kegelisahan kita akan mengadukan permasalahan kepada Allah melalui sholat dan do’a.

Volendam adalah sebuah desa yang terletak di propinsi Belanda Utara (Noord Holland). Tepatnya pada sebuah tanjung (daratan yang menjorok ke laut) di Kotamadya Edam-Volendam. Sebagai salah satu spot turis, Volendam sangat ramai apalagi pada hari libur. Tidak hanya wisatawan asing yang mengunjungi desa indah ini, tetapi juga warga Belanda sendiri.

Jaraknya sangat dekat dari kota Amsterdam, yaitu hanya sekitar 20 km. Dapat ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit dari ibukota negeri kincir angin tersebut. Awalnya, tempat wisata yang cantik ini hanyalah sebuah pelabuhan bagi kapal-kapal ikan milik nelayan Belanda. Kini, keindahannya menjadi daya tarik luar biasa bagi para pelancong yang datang ke Netherlands.

Setibanya kami di lokasi kami masih harus berjalan dan menaiki tangga menuju kampung yang berada di permukaan lautnya. Matahari sangat terang meskipun cuacanya tetap dingin menusuk tulang. Begitu selesai menapaki anak tangga yang tidak begitu tinggi kami disajikan dengan pemandangan alam yang luar biasa. Maashaa Allah... Subhanallah...Allahu Akbar desisiku lirih. Perkampungan tepi laut yang sangat cantik, indah dan bersih. Rumah-rumah dengan arsitektur khas Belanda berjejer rapih... dimana setiap depan rumah dipenuhi tanaman bunga warna warni. Belum lagi air lautnya yang jernih membiru. Ya Allah...perkampungan nelayannya aja seperti ini indah, rapih dan bersihnya. Kenapa Indonesia tidak ada pejabat atau pemimpin daerah punya gagasan membuatnya seperti ini??? Waduh,,,hatiku berkecamuk macam-macam.

Konon kabarnya seniman terkenal seperti Pablo Picasso yang berasal dari Spanyol itu dan Piere-Auguste Renoir yang berasal dari Perancis banyak menghabiskan waktu mereka di Volendam? Barangkali keindahan Volendam membuat mereka terpikat.

Kami bertiga berjalan pelan dan selalu menghindari bergerombol dengan rombongan karena ingin nyaman dalam segala hal, meski tetap sulit karena lokasi tidak terlalu luas. Indah ... indah...! Lebih kedalam tidak lagi terlihat perumahan yang ada adalah deretan toko yang menjual aneka barang, mulai dari souvenir, bunga-bunga segar dan berbagai bibit bunga khas Belanda seperti bunga tulip, baju dan pakaian, hingga makanan seperti keju, roti, aneka kue, dan jajanan kecil lainnya.

Arsitektur khas rumah Belanda. Penampakan saya sebelum beli coat baru hehee

Jejeran rumah yang khas Volendam
Volendam ohhh langitmu biru jernih airnyapun begitu
Damainya tinggal disini ya...
Kotada duduk manjah...
Volendam ....kompisisi tatanan alamnya benar-benar sempurna
Perumahan nelayan di Volendam
Kami tersenyum bahagia...menikmati alam ciptaan Allah
Ganti coat sudah tidak kedinginan lagi

Di Belanda harga souvenir relatif lebih murah dibanding dengan Paris dan Brussels. Maka itu aku cukup banyak membeli souvenir untuk oleh-oleh keluarga dan beberapa teman dekat saja (biarpun lebih murah tetap saja mahal dan harus mempertimbangkan persediaan uang saku). Aku, Atik dan Kota sibuk memilih dan mencari souvenir masing-masing. Aku membeli bermacam aneka piring keramik yang desainnya cantik-cantik, bross, gantungan kulkas juga sebuah winter coat yang amat kuperlukan karena coat yang aku bawa hampir tidak benar-benar melindungi aku dari hawa dingin. Coat berbulu-bulu warna maroon yang sedang sale seharga 69 euro. Lumayanlah....aku langsung melepas jaket yang aku pakai dan menggantinya dengan yang baru kubeli. Nyaman dan tidak kedinginan lagi. Tapi dari hasil foto tampilanku jadi tidak cantik karena coat ini memberi efek berisi alias gemuk. Ahaaa....inget ucapan Acep gak penting gaya yang penting selamat alias nyaman.

Diantara souvenir yang dibeli piring kermik kerancang
Nah ini yang kedua meski belinya lumayan banyak tapi ditebar

Selanjutnya kami mampir ke salah satu studio foto untuk mengabadikan perjalanan wisata kami ke Volendam dengan menggunakan kostum tradisional nelayan Belanda yang berwarna merah cerah dipadu celana atau rok hitam dan klompen (sepatu kayu). Costumer servicenya sangat ramah dan tangkas memakaikan dan mendandani kami. Para fotografer akan menata semua untuk berfoto dalam setting seperti sebuah keluarga nelayan Volendam jaman dulu yang juga gemar bermusik sambil memegang alat-alat seperti akordion, ember, keranjang bunga, dan sebagainya. Mereka (para fotografer) itu akan menata dan mendandani anda dengan sangat cepat. Sebelum foto diambil kami semua selalu disuruh untuk meneriakan kata “cheese” dan tersenyum. Wah.... seru! Harga foto group tergantung dari jumlah orangnya. Seperti kami bertiga harus bayar 27 euro.

Bajunya kereen ya...
Penampakan foto kami pakai baju traditional Volendam

Nah...ternyata ada cerita nih dari uni Yulimar, dia dan Indah tadinya salah masuk toko. Tadinya sebelum kami diperintahkan masuk ke foto studio itu mereka sudah masuk ke sana. Eh ...iseng nanya-nanya harga. Ternyata harga yang kami bayar itu lebih mahal dari harga sebenarnya. Seperti uni Yulimar dan Indah foto berdua harga aslinya adalah 15 euro dan saat kami dibawa oleh tour guide harus bayar 17 euro. Kami bertiga bayar 27 euro padahal menurut uni seharusnya 25 euro. Kesimpulannya rata-rata 2 euro lebih mahal dari harga aslinya, bisa jadi itu tips buat tour guide kami. Hmmmm... mata pencaharian ya.

Taman di parkiran di musim gugur menguning

Puas foto dan menikmati pemandangan di Volendam kami kembali ke bis, acara selanjutnya adalah mencari masjid untuk sholat Dzuhur dan Ashar lalu makan siang. Muter-muter di dalam kota aku sempat mengamati situasi jalan raya di kiri kanan jalan. Sangat ramai dan tidak teratur. Yang paling menarik bagiku adalah kendaraan utama di sini adalah sepeda. Semua orang dari kalangan apapun bersepeda, bahkan ada jalur khusus di jalan raya untuk sepeda. Tante Wilma memberitahukan untuk berhati-hati menyebrang atau berjalan karena orang yang bersepeda itu raja jalanan. Mereka gak bisa berhenti atau mengalah terhadap pejalan kaki, pokoknya mereka tidak boleh stop. Waduh....!

Memasuki kota Amsterdam hari mulai menjelang sore bahkan langit sudah gelap seperti menjelang Maghrib. Jalan-jalan di sepanjang jalan raya terlihat kotor oleh tumpukan daun-daun gugur yang menguning memerah sangat berbeda dengan kota Brussels yang rapih dan bersih. Karena ada aturan mengenai bis harus parkir di lokasi tertentu maka kami diturunkan dipinggiran jalan saja. Kami harus berjalan kaki menuju mushollah. Jauh dan berliku, keluar masuk pertokoan, lorong dan lumayan jauh sehingga hampir 30 menit kami baru masuk ke mushollah yang dicari. Mushollah yang dimaksud adalah semacam Islamic centre yaitu tempat kaum muslim bertemu untuk pengajian atau rapat membahas sesuatu yaah...semacam itulah. Mushollah terletak di lantai 2 sebuah gedung yang tidak terlalu besar itu. Lantai 1 adalah mini market yang menjual makanan khas Turki, minuman kaleng dan buah-buahan. Kami harus antri cukup lama disini karena tidak ada tempat wudhu khusus. Yang ada hanyalah toilet wanita 2 pintu dan memiliki 1 wastafel. Jadi di wastafel yang cuma sebiji itulah kami mengambil wudhu. Miris sangat....!Tapi tetap bersyukur masih ada tempat untuk menunaikan sholat.

Selesai sholat dan makan siang kami kembali berjalan kaki langsung menuju dermaga perahu motor untuk melanjutkan itinerary selanjutnya yaitu “Canal Cruise”. Rute berjalan kaki adalah sama seperti saat mencari mushollah tadi. Jadi kebayangkan jauh dan lamanya. Asyikk...jantung sehat.

Kota Amsterdam, Belanda memang tidak seberapa luas. Tidak butuh waktu lama untuk menjelajahi setiap sudutnya. Namun dibandingkan jalan kaki atau naik trem, wisatawan juga bisa mencoba canal cruise yang menyenangkan. Tur keliling Amsterdam naik perahu dengan melintasi kanal-kanal yang ada di kota tersebut memang cukup praktis dan menyenangkan bagi turis. Itulah hakikatnya canal cruise ini adalah sebagai alat transportasi. Selama tour group kami memilih transportasi menggunakan bis maka canal cruise hanya untuk kesenangan saja agar bisa merasakan sensasinya.

Hampir setiap sudut Kota Amsterdam bisa dilewati oleh rute canal cruise. Berbagai bangunan monumental yang ada di kota ini sebagian besar bisa dilihat dari kanal atau saluran air terdekat.Salah satu bangunan monumental yang dilintasi rute canal cruise adalah rumah peninggalan Anne Frank, seorang perempuan Yahudi korban Holocaust yang membuat catatan harian dan kemudian dibukukan. Hingga kini, buku harian Anne Frank termasuk salah satu buku yang paling banyak dibaca di seluruh dunia.

Bangunan lain yang dilintasi rute canal cruise adalah gereja tertua di Belanda, yakni Oude Kerk. Gedung-gedung museum yang jumlahnya ada ratusan dan tersebar di seluruh Kota Amsterdam, sebagian besar juga bisa dilihat saat melintasi kanal di sekitarnya.

Begitupun museum yang ada di perairan, antara lain museum kapal kargo tua yang letaknya tak jauh dari central station di pusat kota. Masih di sekitar lokasi tersebut, bisa dilihat juga kapal dagang peninggalan VOC. Kapal itu kini juga berfungsi sebagai museum dan setiap hari banyak dikunjungi turis.

Museum kapal VOC yang berada di daerah hilir juga berdekatan dengan berbagai lokasi menarik, antara lain NEMO Science Center yang juga merupakan sebuah museum. Bentuknya yang khas dengan warna hijau dan tulisan NEMO berwarna kuning sangat mudah dikenali dari jauh.

Tak kalah menariknya adalah rumah-rumah terapung yang banyak ditemukan di sepanjang kanal. Di Belanda, tidak semua orang suka tinggal di apartemen maupun rumah-rumah biasa. Sebagian lebih suka tinggal di rumah terapung, lengkap dengan teras yang nyaman untuk bersantai. Sama seperti hunian lain, rumah terapung juga dikenai pajak. Bahkan menurut cerita tante Wilma orang yang memiliki rumah terapung pastinya kalangan berduit karena harga rumah terapung tersebut sangatlah mahal.

Jembatan-jembatan tua dengan pepohonan dan dedaunan warna-warni khas musim gugur juga menjadi pemanandangan lain yang mengesankan dalam tur ini. Berbagai aktivitas keseharian warga Amsterdam bisa diamati di atas jembatan, mulai dari parkiran sepeda yang begitu padat dan kadang berantakan, hingga pasangan muda-mudi yang sedang pacaran. Ketika kami melakukan canal cruise ini hari menjelang malam sehingga sunset yang terlihat dari pantulan air canal terlihat sangat indah

Harga yang dipatok untuk menjelajah Amsterdam dengan canal cruise memang tidak murah terlebih untuk trip di malam hari, tetapi cukup sebanding dengan pengalaman yang didapatkan. Pemandangan di jalanan Kota Amsterdam memang menarik, tetapi banyak hal berbeda yang bisa dilihat dari atas perahu. Untuk menjaga kondisi sungai/canal pemerintah Amsterdam melakukan pengerukan setiap 1 tahun sekali. limbah yang paling sering ditemui adalah sepeda bekas. Ini menjadi kebiasaan warga Amsterdam apabila sepeda mereka sudah usang daripada ribet membuang sampahnya mereka melemparkan bangkai sepeda kedalam canal pada malam hari. Waduhhhh....

Untuk berkeliling selama kurang lebih 1 jam 15 menit, harga yang ditawarkan tidaklah murah katanya. Berkisar antara 15 – 20 euro, karena kami ikut group tour yang maka biaya untuk canal cruise ini sudah include di biaya tour. Jadwal keberangkatan perahu relatif cukup longgar, hampir setiap 30 menit ada perahu yang siap berangkat. Tak heran bila perahu yang berkapasitas lebih dari 40 orang itu kadang hanya terisi 10-15 orang. Kapten perahu juga tidak perlu menunggu penumpang, tur tetap akan dimulai sesuai jadwal. Tetapi untuk kami yang berjumlah 75 orang itu perahu langsung penuh bahkan kita sebagai penumpangnya hampir tidak bisa bergerak sama sekali (sudah seperti naik bis kota) Aku kebagian tempat duduk di sisi bagian dalam sehingga aku tidak bisa mengabadikan keindahan panorama di pinggiran kanal. Hanya dapat beberapa foto yang seadanya.

Dengan segala kenyamanannya, canal cruise benar-benar memanjakan para pengunjung kota Amsterdam. Tidak salah bila ada yang mengatakan, belum sah jadi turis di Amsterdam bila belum menjajal pengalaman menjelajah kota ini dengan perahu.

Suasana sunset saat Cnal Cruise
Pemandangan disepanjang sungai
Penumpang perahu padat merapat
Sunset
Smile.....and we are freezing actually


Pemandangan sunset di pinggir kanal, gedung-gedung menjulang

Warna merah emas matahari senja di pinggir kanal

Senja menjelang malam di pinggir kanal


Selesai canal cruise masih ada satu intinerary lagi yang harus kami jalani yaitu tempat produksi batu permata. Tadinya aku ingin ikut karena aku suka dengan perhiasan, namun niat ini kuurungkan mengingat jarak tempat ke lokasi sangat jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki. Hmmmm.... capek deh! Sebagian besar peserta memilih untuk tidak ikut dan hanya menunggu di bis, alasannya jauh dan permata adalah barang sangat mahal kecil kemungkinannya untuk membeli.

Akhirnya kami menutup perjalanan hari ini dengan kembali ke hotel. Malam ini sebelum merebahkan diri aku masih harus packing dulu supaya besok tidak keteteran karena kami harus pindah kota lagi. Selesai packing aku merebahkan diri ...selamat malam sampai jumpa besok.