Day 5th, Selasa 22 November 2016
AMSTERDAM - CANAL CRUISE
Bangun pagi ini badan masih terasa penat, semalam tidak bisa tidur nyenyak yang disebabkan suhu kamar dingin sekali. Sudah pakai selimut hotel yang tebal dan berlapis-lapis bahkan heater sudah dinaikin temperaturnya, tapi tetap aja cool bingits. Ternyata di pagi hari baru ketahuan yang menyebabkan kami kedinginan adalah jendela kamar itu terbuka. Yahhhh...gak diperiksa juga sih oleh kami. Masuk kamar semalam sudah sangat larut lagipula jendela tertutup gordyn. Okelah kalau begitu nanti malam tidak akan terulang lagi ya....
Di Belanda kami akan menginap selama 2 malam jadi malam ini tidak terlalu ribet untuk mengemas koper. Selesai dandan kami menuju resto hotel, di sana sudah banyak peserta tour dari bis 1 yang sudah sarapan padahal kami merasa ge er sebagai peserta tercepat. Memang anggota bis 1 sangat disiplin disamping itu kebanyakan orang-orang tua yang sudah sangat sering travelling ke negara asing, mereka juga kaum eksekutif. Tidak seperti bis 2 anggotanya kebanyakan anak muda yang baru kali ini atau tidak terlalu sering travelling dan juga tidak jelas kondisinya, ya itu sering telat-telat alias molor dan orang-orangnya liar.
Hotel ini berbintang 4 atau mungkin 5, aku hanya menduga saja. Melihat fasilitas kamar, penyambutan resepsionis, resto hotel, menu makanannya sangat jauh berbeda dengan hotel IBIS selama di Paris kemaren. Suka melihat resepsionis dan petugas hotelnya sangat ramah, mirip standar pelayanan hotel di Indonesia. Bahkan setiap peserta dihantar masuk ke lift sekalian tombol no lantai kami dipencetin sama customer service. Kerennn ..... berasa nyaman memasuki kota Amsterdam yang sangat ramah setelah selama 4 hari kemaren kami merasa sangat tidak nyaman datang ke negara yang penduduknya acuh bahkan kasar. Seperti biasa kami harus hati-hati memilih makanan karena olahan “FORK” itu ada dimana-mana. Kami hanya mengambil roti gandum kasar diolesi selai, jus buah, buah segar itu saja.
Jam 9 lewat bis kami mulai melaju (molor lagi dari schedule yang ditentukan jam 8) menuju lokasi pertama yaitu Zaanse Schans.Perjalanan yang ditempuh tidak terlalu lama, sekitar jam 10 akhirnya kami sampai juga ke Zannse Schans. Zaanse Schans berjarak 19 km dari Amsterdam, jika mengendarai mobil sendiri itu akan memakan waktu sekitar 20 - 30 menit. Oh ya kabar gembiranya lagi selama di Belanda kami akan dipandu oleh local guide, jadi dijamin tidak akan nyasar dan biasanya sepanjang perjalanan kita akan diberitahukan informasi detail suatu tempat, ini sangat penting bagiku yang rajin menulis detail perjalanan travelingku di blog. Tante Wilma seorang Indonesia yang telah menetap lebih dari 40 tahun di Belanda karena menikah dengan laki-laki Belanda. Sudah sangat sepuh tapi masih energik sekali gayanya. Orangnya keibuan sekali, dan aku suka.
ZAANSE SCHANS
Zaanse Schans adalah sebuah kawasan yang berada di tepi sungai Zaan di Zaandam, dekat desa Zaandijk, provinsi North Holland, Belanda. Pemandangan di kiri dan kanan jalan dalam perjalanan menuju lokasi sungguh “breath-taking”. Entahlah aku merasa sangat nyaman dan relaks melihat hijau tanaman, warna-warni bunga yang bermekaran di rumah-rumah penduduk, air sungai atau mungkin kanal sangaaattt biru, terlebih lagi langitnya biru jernih yang asli biru meskipun tak nampak matahari. Maasyaa Allah...indahnya alam MU ya Allah.
Zaanse Schans adalah salah satu spot turis yang wajib dikunjungi jika di Belanda, sebuah desa yang terletak di Zaandam, North Holland memiliki pemandangan ala pedesaan nan Indah. Daya tarik utama tempat ini adalah kincir angin tradisional Belanda. Kincir angin pada awal keberadaannya di Belanda sekitar abad 13 berfungsi untuk mendorong air ke lautan agar terbentuk daratan baru yang lebih luas (polder) mengingat letak geografis Belanda yang sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan laut. Dengan perkembangan teknologi, sekitar abad 17 kincir angin digunakan juga sebagai sarana pembantu di bidang pertanian dan industri seperti memproduksi kertas, mengasah kayu, mengeluarkan minyak dari biji, sampai menggiling jagung. Jumlah kincir angin beberapa abad lalu sekitar 10.000 dan sekarang kurang lebih tinggal 1000 kincir angin.
Sebagian kincir angin yang ada sekarang masih berfungsi serta menjadi objek wisata yang sangat menarik. Setiap orang yang pernah berkunjung ke Belanda sudah bisa dipastikan akan mencari kincir angin. Kebanyakan kincir angin yang tersebar di seluruh wilayah Belanda sekarang hanya berdiri sendiri (satu bangunan) di suatu lokasi daerah. Sedangkan yang merupakan kumpulan kincir angin ada di dua tempat dan sudah menjadi objek wisata yang terpopuler di Belanda, yaitu kawasan wisata yang dilestarikan atau dilindungi, Zaanse Schans di Provinsi Belanda Utara (Province North Holland) dan Kinderdijk di Provinsi Belanda Selatan (Province South Holland).
Wisata Zaanse Schans tidak dipungut biaya. Begitu bis terpakir kami bergegas keluar, hembusan angin dan udara dingin terasa menusuk. Memasuki kawasan Zaanse Schans langsung akan terlihat bangunan rumah kayu tradisional Belanda yang sudah berumur ratusan tahun (Zaanse Huisjes). Arsitektur unik khas Belanda yang sebagian besar dinding rumah kayunya berwarna hijau dan dahulunya merupakan ciri khas rumah warga di wilayah Zaandstad. Meskipun hari sudah menunjukan pukul 10 lewat cuaca masih terlihat seperti subuh bergulir. Pemandangan indah yang menyapa kami membuat aku terpaku takjub sejenak. Kembali di dalam hati dan bibirku bertasbih. Aku masih menatap dan memandang kagum sekeliling deretan rumah-rumah berasitektur khas dengan kincir angin yang berjejer di pinggir sungai/kanal yang airnya biru jernih. Bahkan rumputnya hijau bagusss sekali dan ketika aku mendongak langitpun merupakan lukisan alam yang membuat sempurna komposisi pemandangan disini. BIRU jernih. Aku bertasbih lagi, bahkan mataku sedikit berembun kagum pada kekuasaan akan ciptaan Allah yang sangat indah. Allahu Akbar!
Kembali ada insiden tunggu menunggu, karena rombongan Palu sudah hampir 30 menit belum juga kembali sedangkan anggota group yang lain sudah sangat kesal karena ternyata mereka lagi mereka lagi yang bikin schedule harus molor. Aku heran ya....lokasinya tidak begitu luas dan waktu yang diberikan cukup lama, aku aja sudah puas mau foto dengan pose seperti apapun, kok bisa masih telat aja? Ngapain aja tuh orang? Kok gak inget dosa membuat orang se bis jengkel terus. Pak Ade turun dan mencari mereka, akhirnya dengan wajah tanpa dosa mereka muncul juga. Terlihat wajah pak Ade habis marah, bahkan di bis pun masih diulanginya lagi kata-kata peringatan untuk menepati waktu dan saling toleransi dengan perasaan anggota group yang lain. Tapi mereka cuek aja ...dasar ya kok gak ikut private group aja sih. Toh mereka sudah cukup banyak 8 orang, jadi mereka bisa puas dan gak buat kesel orang lain. Astaghfirullah.... ampun!
Masuk ke toko yang menyediakan oleh-oleh dan penganan khas Belanda aku mulai tergoda buat belanja. Harganya relatif terjangkau dan produknya memang bagus dan enak. Meskipun tergoda aku tetap tidak menjadi kalap, karena selalu memikirkan beratnya koper serta dana yang tersedia juga yang paling selalu aku ingat tak mau membuang devisa di negara orang untuk barang-barang yang bisa aku beli di negaraku tercinta. Aku hanya membeli keju, kue, waffle kering, piring-piring keramik kecil. Total belanjaku 296 euro. Untuk klompen aku tidak membeli walau sebenarnya aku suka sekali. Aku mengkhayal pasti sangat artistik kalau aku beli beberapa dan dipasang didinding depan pintu masuk rumahku. Harganyapun terjangkau tapi beraaaaaatttt...secara materialnya kayu... Lupakanlah!
VOLENDAM
Setelah puas memborong oleh-oleh perjalanan dilanjutkan lagi menuju Volendam. Perjalanan menuju Volendam menyajikan pemandangan kiri kanan jalan yang sangat indah. Komplek perumahan dengan rumah-rumah berdesain khusus dan cantik sekali dimana setiap rumah memiliki halaman yang dipenuhi taman dengan bunga warna warni yang cantik sekali. Tante Wilma bercerita bahwa taman tersebut diurus sendiri oleh pemilik rumah. Wanita-wanita Belanda sangat rajin mengurus rumah, menyediakan makanan, mencuci dan setrika juga mengurus taman bahkan tetek bengek lainnya. Ini karena biaya pembantu rumah tangga di Belanda sangat mahal dan pajaknya juga menjadi tanggungannya.
Tante Wilma juga bercerita bahwa rumah-rumah di komplek perumahan itu sangatlah mahal, sayangnya saya lupa mengingat berapa harga pastinya, tapi saat itu saya langsung mengkonversinya milyaran rupiah. Hmmmm.... Desain rumah hampir semua sama, tetapi setiap rumah memiliki bentuk/desain pintu masuk yang berbeda. Hal ini mempunyai tujuan yang prinsip. Orang Belanda memiliki kebiasaan minum alkohol. Pulang kantor mereka berkumpul dan berpesta ria dengan meminum minuman beralkolhol sampai mabuk berat. Sehingga pada saat mereka sedang mabuk berat kala harus pulang ke rumah mereka tidak akan salah masuk ke dalam rumah yang desainnya hampir sama. Agar tidak salah kamar. Belanda memiliki julukan “City of Sins”. Hal itu diberikan karena kebiasaan penduduknya mabuk, sex bebas bahkan kaum LGBT bertebaran disana. Hmmm...memang cara orang Eropah yang bukan muslim menyikapi kehidupan sangat jauh berbeda dengan kita sebagai muslim. Disaat mereka mengalami masalah atau kegelisahan mereka selalu lari ke minuman beralkohol. Tidak seperti ajaran agama Islam dalam kegelisahan kita akan mengadukan permasalahan kepada Allah melalui sholat dan do’a.
Volendam adalah sebuah desa yang terletak di propinsi Belanda Utara (Noord Holland). Tepatnya pada sebuah tanjung (daratan yang menjorok ke laut) di Kotamadya Edam-Volendam. Sebagai salah satu spot turis, Volendam sangat ramai apalagi pada hari libur. Tidak hanya wisatawan asing yang mengunjungi desa indah ini, tetapi juga warga Belanda sendiri.
Jaraknya sangat dekat dari kota Amsterdam, yaitu hanya sekitar 20 km. Dapat ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit dari ibukota negeri kincir angin tersebut. Awalnya, tempat wisata yang cantik ini hanyalah sebuah pelabuhan bagi kapal-kapal ikan milik nelayan Belanda. Kini, keindahannya menjadi daya tarik luar biasa bagi para pelancong yang datang ke Netherlands.
Setibanya kami di lokasi kami masih harus berjalan dan menaiki tangga menuju kampung yang berada di permukaan lautnya. Matahari sangat terang meskipun cuacanya tetap dingin menusuk tulang. Begitu selesai menapaki anak tangga yang tidak begitu tinggi kami disajikan dengan pemandangan alam yang luar biasa. Maashaa Allah... Subhanallah...Allahu Akbar desisiku lirih. Perkampungan tepi laut yang sangat cantik, indah dan bersih. Rumah-rumah dengan arsitektur khas Belanda berjejer rapih... dimana setiap depan rumah dipenuhi tanaman bunga warna warni. Belum lagi air lautnya yang jernih membiru. Ya Allah...perkampungan nelayannya aja seperti ini indah, rapih dan bersihnya. Kenapa Indonesia tidak ada pejabat atau pemimpin daerah punya gagasan membuatnya seperti ini??? Waduh,,,hatiku berkecamuk macam-macam.
Konon kabarnya seniman terkenal seperti Pablo Picasso yang berasal dari Spanyol itu dan Piere-Auguste Renoir yang berasal dari Perancis banyak menghabiskan waktu mereka di Volendam? Barangkali keindahan Volendam membuat mereka terpikat.
Kami bertiga berjalan pelan dan selalu menghindari bergerombol dengan rombongan karena ingin nyaman dalam segala hal, meski tetap sulit karena lokasi tidak terlalu luas. Indah ... indah...! Lebih kedalam tidak lagi terlihat perumahan yang ada adalah deretan toko yang menjual aneka barang, mulai dari souvenir, bunga-bunga segar dan berbagai bibit bunga khas Belanda seperti bunga tulip, baju dan pakaian, hingga makanan seperti keju, roti, aneka kue, dan jajanan kecil lainnya.
|
Arsitektur khas rumah Belanda. Penampakan saya sebelum beli coat baru hehee |
|
|
|
Jejeran rumah yang khas Volendam |
|
Volendam ohhh langitmu biru jernih airnyapun begitu |
|
Damainya tinggal disini ya... |
|
Kotada duduk manjah... |
|
Volendam ....kompisisi tatanan alamnya benar-benar sempurna |
|
Perumahan nelayan di Volendam |
|
Kami tersenyum bahagia...menikmati alam ciptaan Allah |
|
Ganti coat sudah tidak kedinginan lagi |
Di Belanda harga souvenir relatif lebih murah dibanding dengan Paris dan Brussels. Maka itu aku cukup banyak membeli souvenir untuk oleh-oleh keluarga dan beberapa teman dekat saja (biarpun lebih murah tetap saja mahal dan harus mempertimbangkan persediaan uang saku). Aku, Atik dan Kota sibuk memilih dan mencari souvenir masing-masing. Aku membeli bermacam aneka piring keramik yang desainnya cantik-cantik, bross, gantungan kulkas juga sebuah winter coat yang amat kuperlukan karena coat yang aku bawa hampir tidak benar-benar melindungi aku dari hawa dingin. Coat berbulu-bulu warna maroon yang sedang sale seharga 69 euro. Lumayanlah....aku langsung melepas jaket yang aku pakai dan menggantinya dengan yang baru kubeli. Nyaman dan tidak kedinginan lagi. Tapi dari hasil foto tampilanku jadi tidak cantik karena coat ini memberi efek berisi alias gemuk. Ahaaa....inget ucapan Acep gak penting gaya yang penting selamat alias nyaman.
|
Diantara souvenir yang dibeli piring kermik kerancang |
|
Nah ini yang kedua meski belinya lumayan banyak tapi ditebar |
Selanjutnya kami mampir ke salah satu studio foto untuk mengabadikan perjalanan wisata kami ke Volendam dengan menggunakan kostum tradisional nelayan Belanda yang berwarna merah cerah dipadu celana atau rok hitam dan klompen (sepatu kayu). Costumer servicenya sangat ramah dan tangkas memakaikan dan mendandani kami. Para fotografer akan menata semua untuk berfoto dalam setting seperti sebuah keluarga nelayan Volendam jaman dulu yang juga gemar bermusik sambil memegang alat-alat seperti akordion, ember, keranjang bunga, dan sebagainya. Mereka (para fotografer) itu akan menata dan mendandani anda dengan sangat cepat. Sebelum foto diambil kami semua selalu disuruh untuk meneriakan kata “cheese” dan tersenyum. Wah.... seru! Harga foto group tergantung dari jumlah orangnya. Seperti kami bertiga harus bayar 27 euro.
|
Bajunya kereen ya... |
|
Penampakan foto kami pakai baju traditional Volendam |
Nah...ternyata ada cerita nih dari uni Yulimar, dia dan Indah tadinya salah masuk toko. Tadinya sebelum kami diperintahkan masuk ke foto studio itu mereka sudah masuk ke sana. Eh ...iseng nanya-nanya harga. Ternyata harga yang kami bayar itu lebih mahal dari harga sebenarnya. Seperti uni Yulimar dan Indah foto berdua harga aslinya adalah 15 euro dan saat kami dibawa oleh tour guide harus bayar 17 euro. Kami bertiga bayar 27 euro padahal menurut uni seharusnya 25 euro. Kesimpulannya rata-rata 2 euro lebih mahal dari harga aslinya, bisa jadi itu tips buat tour guide kami. Hmmmm... mata pencaharian ya.
|
Taman di parkiran di musim gugur menguning |
Puas foto dan menikmati pemandangan di Volendam kami kembali ke bis, acara selanjutnya adalah mencari masjid untuk sholat Dzuhur dan Ashar lalu makan siang. Muter-muter di dalam kota aku sempat mengamati situasi jalan raya di kiri kanan jalan. Sangat ramai dan tidak teratur. Yang paling menarik bagiku adalah kendaraan utama di sini adalah sepeda. Semua orang dari kalangan apapun bersepeda, bahkan ada jalur khusus di jalan raya untuk sepeda. Tante Wilma memberitahukan untuk berhati-hati menyebrang atau berjalan karena orang yang bersepeda itu raja jalanan. Mereka gak bisa berhenti atau mengalah terhadap pejalan kaki, pokoknya mereka tidak boleh stop. Waduh....!
Memasuki kota Amsterdam hari mulai menjelang sore bahkan langit sudah gelap seperti menjelang Maghrib. Jalan-jalan di sepanjang jalan raya terlihat kotor oleh tumpukan daun-daun gugur yang menguning memerah sangat berbeda dengan kota Brussels yang rapih dan bersih. Karena ada aturan mengenai bis harus parkir di lokasi tertentu maka kami diturunkan dipinggiran jalan saja. Kami harus berjalan kaki menuju mushollah. Jauh dan berliku, keluar masuk pertokoan, lorong dan lumayan jauh sehingga hampir 30 menit kami baru masuk ke mushollah yang dicari. Mushollah yang dimaksud adalah semacam Islamic centre yaitu tempat kaum muslim bertemu untuk pengajian atau rapat membahas sesuatu yaah...semacam itulah. Mushollah terletak di lantai 2 sebuah gedung yang tidak terlalu besar itu. Lantai 1 adalah mini market yang menjual makanan khas Turki, minuman kaleng dan buah-buahan. Kami harus antri cukup lama disini karena tidak ada tempat wudhu khusus. Yang ada hanyalah toilet wanita 2 pintu dan memiliki 1 wastafel. Jadi di wastafel yang cuma sebiji itulah kami mengambil wudhu. Miris sangat....!Tapi tetap bersyukur masih ada tempat untuk menunaikan sholat.
Selesai sholat dan makan siang kami kembali berjalan kaki langsung menuju dermaga perahu motor untuk melanjutkan itinerary selanjutnya yaitu “Canal Cruise”. Rute berjalan kaki adalah sama seperti saat mencari mushollah tadi. Jadi kebayangkan jauh dan lamanya. Asyikk...jantung sehat.
Kota Amsterdam, Belanda memang tidak seberapa luas. Tidak butuh waktu lama untuk menjelajahi setiap sudutnya. Namun dibandingkan jalan kaki atau naik trem, wisatawan juga bisa mencoba canal cruise yang menyenangkan. Tur keliling Amsterdam naik perahu dengan melintasi kanal-kanal yang ada di kota tersebut memang cukup praktis dan menyenangkan bagi turis. Itulah hakikatnya canal cruise ini adalah sebagai alat transportasi. Selama tour group kami memilih transportasi menggunakan bis maka canal cruise hanya untuk kesenangan saja agar bisa merasakan sensasinya.
Hampir setiap sudut Kota Amsterdam bisa dilewati oleh rute canal cruise. Berbagai bangunan monumental yang ada di kota ini sebagian besar bisa dilihat dari kanal atau saluran air terdekat.Salah satu bangunan monumental yang dilintasi rute canal cruise adalah rumah peninggalan Anne Frank, seorang perempuan Yahudi korban Holocaust yang membuat catatan harian dan kemudian dibukukan. Hingga kini, buku harian Anne Frank termasuk salah satu buku yang paling banyak dibaca di seluruh dunia.
Bangunan lain yang dilintasi rute canal cruise adalah gereja tertua di Belanda, yakni Oude Kerk. Gedung-gedung museum yang jumlahnya ada ratusan dan tersebar di seluruh Kota Amsterdam, sebagian besar juga bisa dilihat saat melintasi kanal di sekitarnya.
Begitupun museum yang ada di perairan, antara lain museum kapal kargo tua yang letaknya tak jauh dari central station di pusat kota. Masih di sekitar lokasi tersebut, bisa dilihat juga kapal dagang peninggalan VOC. Kapal itu kini juga berfungsi sebagai museum dan setiap hari banyak dikunjungi turis.
Museum kapal VOC yang berada di daerah hilir juga berdekatan dengan berbagai lokasi menarik, antara lain NEMO Science Center yang juga merupakan sebuah museum. Bentuknya yang khas dengan warna hijau dan tulisan NEMO berwarna kuning sangat mudah dikenali dari jauh.
Tak kalah menariknya adalah rumah-rumah terapung yang banyak ditemukan di sepanjang kanal. Di Belanda, tidak semua orang suka tinggal di apartemen maupun rumah-rumah biasa. Sebagian lebih suka tinggal di rumah terapung, lengkap dengan teras yang nyaman untuk bersantai. Sama seperti hunian lain, rumah terapung juga dikenai pajak. Bahkan menurut cerita tante Wilma orang yang memiliki rumah terapung pastinya kalangan berduit karena harga rumah terapung tersebut sangatlah mahal.
Jembatan-jembatan tua dengan pepohonan dan dedaunan warna-warni khas musim gugur juga menjadi pemanandangan lain yang mengesankan dalam tur ini. Berbagai aktivitas keseharian warga Amsterdam bisa diamati di atas jembatan, mulai dari parkiran sepeda yang begitu padat dan kadang berantakan, hingga pasangan muda-mudi yang sedang pacaran. Ketika kami melakukan canal cruise ini hari menjelang malam sehingga sunset yang terlihat dari pantulan air canal terlihat sangat indah
Harga yang dipatok untuk menjelajah Amsterdam dengan canal cruise memang tidak murah terlebih untuk trip di malam hari, tetapi cukup sebanding dengan pengalaman yang didapatkan. Pemandangan di jalanan Kota Amsterdam memang menarik, tetapi banyak hal berbeda yang bisa dilihat dari atas perahu. Untuk menjaga kondisi sungai/canal pemerintah Amsterdam melakukan pengerukan setiap 1 tahun sekali. limbah yang paling sering ditemui adalah sepeda bekas. Ini menjadi kebiasaan warga Amsterdam apabila sepeda mereka sudah usang daripada ribet membuang sampahnya mereka melemparkan bangkai sepeda kedalam canal pada malam hari. Waduhhhh....
Untuk berkeliling selama kurang lebih 1 jam 15 menit, harga yang ditawarkan tidaklah murah katanya. Berkisar antara 15 – 20 euro, karena kami ikut group tour yang maka biaya untuk canal cruise ini sudah include di biaya tour. Jadwal keberangkatan perahu relatif cukup longgar, hampir setiap 30 menit ada perahu yang siap berangkat. Tak heran bila perahu yang berkapasitas lebih dari 40 orang itu kadang hanya terisi 10-15 orang. Kapten perahu juga tidak perlu menunggu penumpang, tur tetap akan dimulai sesuai jadwal. Tetapi untuk kami yang berjumlah 75 orang itu perahu langsung penuh bahkan kita sebagai penumpangnya hampir tidak bisa bergerak sama sekali (sudah seperti naik bis kota) Aku kebagian tempat duduk di sisi bagian dalam sehingga aku tidak bisa mengabadikan keindahan panorama di pinggiran kanal. Hanya dapat beberapa foto yang seadanya.
Dengan segala kenyamanannya, canal cruise benar-benar memanjakan para pengunjung kota Amsterdam. Tidak salah bila ada yang mengatakan, belum sah jadi turis di Amsterdam bila belum menjajal pengalaman menjelajah kota ini dengan perahu.
|
Suasana sunset saat Cnal Cruise |
|
Pemandangan disepanjang sungai |
|
Penumpang perahu padat merapat |
|
Sunset |
|
Smile.....and we are freezing actually |
|
Pemandangan sunset di pinggir kanal, gedung-gedung menjulang |
|
Warna merah emas matahari senja di pinggir kanal |
|
Senja menjelang malam di pinggir kanal |
Selesai canal cruise masih ada satu intinerary lagi yang harus kami jalani yaitu tempat produksi batu permata. Tadinya aku ingin ikut karena aku suka dengan perhiasan, namun niat ini kuurungkan mengingat jarak tempat ke lokasi sangat jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki. Hmmmm.... capek deh! Sebagian besar peserta memilih untuk tidak ikut dan hanya menunggu di bis, alasannya jauh dan permata adalah barang sangat mahal kecil kemungkinannya untuk membeli.
Akhirnya kami menutup perjalanan hari ini dengan kembali ke hotel. Malam ini sebelum merebahkan diri aku masih harus packing dulu supaya besok tidak keteteran karena kami harus pindah kota lagi. Selesai packing aku merebahkan diri ...selamat malam sampai jumpa besok.