Wednesday, 12 April 2017

BANDUNG ON THE WEEK END 2nd DAY



Jum’at, 7 April 2017
Hulalaaaa....hari kedua di kota yang sangat menyenangkan. Bangun sangat pagi efek memang tidak biasa tidur, sindrom reguler bila baru hari pertama menginap bukan di rumah sendiri. Meski kurang tidur suasana hati sangat senang. Banyak schedule yang akan dikunjungi hari ini, sesuai daftar yang telah aku susun seminggu sebelum berangkat berdasarkan google searching. Diantaranya Lodge Maribaya, Farm House, The ranch, Floating Market, Kampung Daun, Dusun Bambu, meskipun pada kenyataannya tidak semua lokasi yang direncanakan itu terjamah karena waktunya tidak cukup. Akhirnya memilih yang “prefer “ saja.

Selesai dandan kami turun mencari sarapan. Pagi ini sarapan pilihan kami jatuh pada bubur ayam Bandung, yang dijual di warung tenda depan hotel. Lumayanlah... enak dan murah. Semangkuk bubur harganya 8000 rupiah saja. Habis sarapan aku dan Kotada masih harus naik lagi ke kamar karena harus bongkar muatan di toilet. Waktu sudah menunjukkan jam 7.20 tapi kang Dede driver kami belum juga kelihatan batang hidungnya, padahal janji menjemput jam 7. Bosan menanti kami berjalan kaki ke taman Sukajadi yang terletak beberapa meter saja dari hotel. Hebatnya kota Bandung itu selalu ada hutan-hutan kecil di tengah kota yang dijadikan tempat refreshing warga. Taman pagi itu sangat ramai, berbagai macam kalangan mulai dari yang sepuh hingga kawula muda melakukan berbagai kegiatan di situ. Tetapi kalau diprosentasekan lebih banyak kaum sepuh yang berolah raga ringan seperti jogging dan jalan tanpa alas kaki di track untuk refleksi yang difasilitasi di situ. Sebuah track yang lantainya terbuat dari kerikil timbul. Ada ibu-ibu yang mendorong kereta bayi. Aku senang sekali menikmati suasana di taman ini.

Taman Sukajadi
Ketika melirik jam waktu sudah jam 8 kurang 5 menit. Kami bergegas kembali ke hotel takut kang Dede sudah menjemput. Ternyata jam 8 ketika kami sampai di lobby hotelpun belum datang, padahal janji jam 7 yaaaa..... Kami kembali duduk di depan hotel yang dipenuhi pohon-pohon besar nan rindang. Sudah jam 8.15 jemputanpun belum tiba, akhirnya Sapta mencoba menelpon kang Dede. Alasan klasik macettt. Waduh jam 8.15 saja belum datang jam berapa lagi kami mau start? Bukankah ini hari Jum’at? Waktunya pendek karena mulai jam 11 sudah harus siap-siap buat Jum’atan. Meskipun kita sedang musafir, sholat Jum’at harus tetap dilakukan. Hmmmmm.... setelah bolak-balik nelpon akhirnya jam 8.30 beliau datang. Ngarettttttnya....kebangetan yah.

Okay dalam suasana agak kecewa kita memulai wisata hari kedua. Sesuai schedule yang aku buat maka hari pertama adalah Lembang area. Dan berasaskan peta yang sudah aku akses via google searching untuk efisiensi waktu tujuan pertama kami adalah The Lodge Maribaya. Beruntungnya (bukan beruntung sih, karena aku memang memilih hari bukan hari libur untuk wisata karena tahu habitual orang Jakarta yang selalu menghabiskan week end di Bandung), jalanan ke arah Lembang tidak macet jadi mencapai lokasi hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam.

THE LODGE MARIBAYA
Bandung seolah tidak pernah kehabisan spot wisata alam yang menarik untuk dinikmati, disamping Gunung Tangkuban Perahu, Kawah Putih, Dago Pakar dan area legendaris lainnya, bermunculan pula tempat wisata lainnya yang menyuguhkan pemandangan alam khas Kota Bandung, seperti Bukit Moko, Tebing Keraton, Glamping Legok Kondang, dan masih banyak lagi lainnya.

The Lodge Maribaya adalah tempat yang paling aku idamkan untuk dikunjungi . Lokasi sangat kekinian dikalangan muda-mudi Bandung maupun para traveler, sudah sangat sering aku melihat upload foto yang sangat indah, dimana mereka berfoto diketinggian, bahkan ada yang tengah menaiki sepeda, dalam ayunan dengan wiew hutan pinus di sekelilingnya. Waduh mupeng banget.

Berdasarkan info yang aku dapatkan dari google lokasi obyek wisata ini berada di jalan Maribaya Timur Km.6 Kampung Kosambi, Desa Cibodas Lembang. Tepatnya sekitar 5 km dari lokasi wisata Maribaya. Bila naik kendaraan umum naik angkot jurusan Lembang-Stasiun Hall dan turun di Pasar Lembang. Dari sana naik angkot jurusan Maribaya-Lembang dan turun di depan gapura Maribaya. Kemudian dari sana kamu bisa berjalan kaki menuju The Lodge Maribaya.

Bila berangkat dengan naik kendaraan pribadi bisa melalui jalur Dago Giri. Namun kamu akan menemukan medan yang terjal dan menukik. Setelah melewati terminal Dago akan sampai di Dago Giri pada belokan kedua. Dari Dago Giri ambil jalan ke arah Cigaluguk Lembang. Kemudian lanjutkan menuju The Lodge Maribaya.

Selain itu bisa juga melewati jalur setiabudi. Jalur ini lebih mulus daripada melewati Dago Giri. Dari arah setiabudi menyusuri jalan menuju Maribaya. Alternatif lainnya melalui jalan Punclut di Cimbuleut. Nah kami menmpuh jalur Setiabudi inilah, karena dari posisi hotel kami jalur ini merupakan pilihan tercepat dan terbaik.

The Lodge Earthbound Adventure Park atau disebut juga The Lodge Maribaya dan The Lodge Cibodas. Merupakan wisata alam terbuka yang dilengkapi dengan wahana permainan seru. Lokasinya sangat instagramable terutama bagi yang suka foto selfie dan fotografi. Tak heran bila The Lodge Maribaya jadi salah satu wisata hits di media sosial.

Wisata ini memiliki luas mencapai 3 hektar yang berada di lereng perbukitan Maribaya. The Lodge Maribaya menyajikan pemandangan alam terbuka berupa hutan pinus alami sejauh mata memandang. Aliran sungai yang mengalir dari sungai Cibodas membuat suasana semakin sejuk dan memberikan kenyamanan bagi setiap pengunjung. Tersedia juga beberapa spot menarik untuk pengunjung yang senang foto dengan spot kekinian.

The Lodge Maribaya sebenarnya sudah dibuka sejak lama. Hanya saja saat itu masih dibuka untuk bumi perkemahan private yang hanya digunakan untuk pengunjung tertentu. Namun di awal tahun 2016 kawasan ini mulai dibuka untuk umum dan dilengkapi beberapa wahana permainan menarik untuk wisata bersama keluarga. Tiket masuk seharga 15 ribu rupiah per orang.

Fasilitas yang Tersedia di The Lodge Maribaya Bandung
Wisata ini juga cocok digunakan untuk berlibur bersama keluarga. Dimana terdapat camping ground berupa kemah unik yang bisa dinikmati bersama keluarga. Perkemahan ini bisa disewa baik untuk keluarga maupun kelompok. Tersedia 25 buah tenda dengan kapasitas 2-3 orang.

Toilet dan musholla juga sudah tersedia disini. Di beberapa titik juga tersedia toilet agar lebih mudah dijangkau. Beberapa macam layanan juga disediakan mulai dari api unggun, kambing guling dan beberapa kebutuhan gathering lainnya. Berbagai arena adventure/permainan yang memacu adrenalin juga tersedia di sini, seperti Sky tree, Zip bike, ayunan gantung, arena memanah, berkuda, memberi makan kelinci, melukis gerabah dan kids adventure playground yang disediakan untuk anak-anak.

Setelah lelah berwisata menikmati pesona alam kita dapat melepas lelah seraya menikmati wisata kuliner sunda. The Lodge Maribaya menyediakan restoran yaitu Dapur Hawu dan The Pines Café. Pilih saja makanan sesuai selera. Spot dan permainan yang prioritas bagi kami hanya Sky tree, Zip bike dan ayunan gantung, namun mengingat waktu terbatas karena harus mengejar sholat Jum’at maka hanya 2 area permainan saja yang bisa dicoba.

Sky Tree
Sky tree adalah permainan yang berupa wahana rumah pohon untuk menyaksikan pemandangan dari ketinggian. Kita harus naik ke atas pohon melalui sebuah tangga untuk mendapatkan spot yang menarik saat mengambil gambar. Jangan khawatir kita akan tetap aman karena tubuh kita sudah dipasangi tali pengaman agar tidak terjatuh. Meskipun begitu aku sih masih saja spot jantung ketika harus duduk di bibir kepingan papan tersebut. Sky tree merupakan salah satu spot menarik yang hits di Instagram, makanya banyak sekali peminatnya.

Untuk menikmati wahana ini kita harus membeli tiket seharga 15 ribu. Usai membeli tiket kami langsung dipersilahkan masuk ke dalam sebuah pondok, kulihat antrian panjang yang mengular (aku sudah dapat info dari bu dokter Indah tentang panjangnya antrian ini, makanya disarankan harus datang sangat pagi kalau bisa jam 8 sudah tiba di lokasi. Hmmmm....). Enaknya antriannya tertib jadi merasa aman dan jelas kapan giliran untuk kita.

Setelah antri lebih kurang selama 1 jam, tibalah giliranku, meski sudah pakai safety belt tetep deg degan juga, mungkin karena expresiku yang ketakutan sang fotografer tidak pula mengarahkan banyak gaya buat aku, buktinya dari hasil foto yang ada di loket pengambilan fotoku hanya 5 buah (dan yang bagus menurut aku cuma 2 buah saja) sedang Sapta yang memang anak pendaki gunung, pemanjat tebing dan tidak takut ketinggian hasil fotonya sampai 15 buah. Oh ya... hasil foto dapat kita tebus seharga 10 ribu rupiah per foto di loket pengambilan di pintu keluar. Kita di suruh memilih sendiri hasil foto melalui HP costumer service, mana foto yang kurang disukai bisa langsung didelete. Hasil foto diberikan dalam bentuk soft copy yang bisa ditransfer langsung ke HP via share it. Hmmmm.... barangkali kamilah yang paling banyak menebus hasil foto, sebanyak 22 buah. Apalagi foto Sapta hasilnya sangat bagus semua, sayang kalau tidak diambil.

Gayaku yang tegang dan kaku
Gaya Sapta yang luwes
Sapta
Kotada Haloooo.....

Zip Bike
Wahana permainan berikutnya adalah mencoba zip bike, dimana adrenalin akan dipacu ketika kita mengayuh sepeda di atas udara hanya dengan menggunakan seutas tali seperti dalam pertunjukan sirkus. Tiket masuk untuk permainan ini juga sebesar 15 ribu rupiah per orang, dan antriannya agak sedikit lebih cepat karena peralatan sepeda ada 2 unit, tidak seperti sky tree yang hanya ada 1. Untuk Zip bike aku angkat tangan dan gak mau mencoba meski dibujuk berkali dengan kalimat “gak apa-apa , gak mungkin jatuh karena semuanya safety kok” Pokoknya ogah ! Aku hanya menjaga di bawah lembah untuk mencoba mengambil foto ketika Sapta dan Kotada “in act”. Sapta dan Kotada ini memang anak alam, gayanya yang luwes meski didalam kondisi yang menurut aku sangat menakutkan. Makanya hasil fotonya banyak sekali. Dari total 22 foto, fotoku cuma 2, Kotada 7 dan sisanya Sapta sebanyak 15 foto. Hu laalaaa....

Nih pacu jantungnya sepeda gantung
Kotada in action
Saking relaxnya Sapta sampai balik badan begitu, aku yang nonton bergidik ngeri

Dari Zip bike aku sudah mengajak keluar karena saat itu sudah jam 11 lewat, yang ada dipikiranku hanyalah sholat Jum’at, tapi kang Dede masih menawarkan untuk ambil foto di spot best view, sholat Jum’at masih keburu kok katanya, banyak masjid di sekitaran area ini. Baiklah kami foto di beberapa lokasi sekalian jalan menuju exit. Memang indah terutama di Pine Rest Cafe, viewnya dibuat seperti di foto blognya Nidy saat di Puket Thailand, dimana bantal dan sofa colorful disusun rapih di bibir teras cafe yang menjorok ke arah luar dan berada di ketinggian. Aduh aku sih sudah mengkhayal untuk gaya macam apa yang akan aku lakukan jika foto di situ, tapi sayangnya untuk foto di situ kita harus memesan makanan di cafe tersebut baru boleh masuk. Arggghhhhh... waktunya mengejar nih, apa boleh buat lupakanlah!


Atas bukit Zip Bike
Area ayunan gantung arah jalan keluar
Pondok Cinta , patung rusa yang terbuat dari bambu, cantiknya

Pondok Bambu cinta
Akhirnya kami keluar dan menuju exit dengan jalanan tanahnya licin dan menanjak. Hmmmm...luar biasa aku sampai berkunang-kunang dan peluh keringat bercucuran (inget kalau test treadmill saat check up tahunan). Sesampai di pintu keluar Sapta dan Kota kuminta langsung ambil foto saja, sedangkan aku duduk di pagar bambu, mengatur nafas. Terasa sekali perubahan umur yang semakin membuat stamina turun. Pandanganku gelap dan berkunang-kunang, nafas terengah-engah. Setelah merasa agak lumayan aku menyusul Sapta dan Kota untuk pilih hasil foto. Setelah itu kami segera keluar mencari masjid. Menurut saran kang Dede sebaiknya sholat di masjid dekat Floating market saja yang merupakan tujuan kami selanjutnya. Ayolah! Pas jam 12 kami sampai di masjid dan kumandang adzan Jum’at yang kedua sudah terdengar. Sementara para pria sholat aku menunggu di kedai ayam bakar di seberang jalan depan masjid, memesan segelas teh manis panas. Aku memang sedang tidak sholat karena siklus bulanan.

FLOATING MARKET
Usai sholat Jum’at kami menuju floating market, tujuan utamanya akan makan siang di sini. Tiket masuk untuk kami berempat dengan mobil itu adalah sebesar 70 ribu rupiah, kurang jelas berapa biaya tiket per orang. Secara kalkulasiku merujuk tempat wisata sebelumnya, biaya per orang mungkin 15 ribu dan mobil sebesar 10 ribu.

Floating Market Lembang menyajikan konsep wisata yang menggabungkan antara perpaduan alam Lembang yang mempesona dengan pasar terapung tradisional seperti yang ada di Bangkok Thailand, sungai Kuin Banjarmasin dan Langkat Sumatra Utara. Setiap wisatawan dapat merasakan sensasi belanja diatas perahu yang terapung di danau.

Area pintu masuk, gaya kami kayak anak SD kunjungan wisata, Sikap tegak heheee...

Masih di area pintu masuk

Selain itu, Floating market lembang juga menyediakan berbagai macam permainan anak-anak dan dewasa seperti perahu air, kereta air dan outbond yang tentunya akan semakin menggairahkan anda berwisata. selain itu di floating market Lembang juga terdapat miniatur kereta api yang bisa di beli dan dijadikan sebagai buah tangan untuk saudara dan kerabat dirumah.

2 paragraf di atas adalah info yang aku dapat dari google searching. Tapi pas sampai di lokasi sepertinya di luar prediksiku. Kami masuk dan sengaja tidak mau menyempatkan diri untuk mengambil foto di spot menarik dulu, karena sudah sangat lapar sekali. Jadi tujuan utama adalah makan besar alias nasi. Jauh berjalan menyelusuri area tempat penjualan makanan yang kami temui hanyalah makanan kecil alias penganan jajanan saja. Seperti ubi rebus, kacang, rujak, cuangki, somay dan lain-lain makanan kecil. Akhirnya setelah hampir putus asa dan sudah sangat lelah di area paling ujung (dead end) ada kedai makanan khas Sunda. Kami berbinar-binar ceria.

Menu makan siang yang kami pilih adalah Gurame bakar kremes. Testimoni rasa lumayanlah, apalagi kita sedang sangat kelaparan. Tapi jika ditanya harga termasuk mahal sih bagiku untuk makanan sekelas itu. Seporsi nasi gurame bakar kremes dihargai 50 ribu rupiah. Belum minumannya. Harga makanan lain juga termasuk mahal, bayangkan sepotong kecil ubi harganya 20 ribu rupiah. Tapi kalau lagi wisata jangan mikirin harga, apa yang pengen yah beli saja....soal dana biar saja. Bukankan travelling itu memang butuh biaya extra.

Ciri khas dari Floating Market Lembang terletak pada penukaran koin untuk membeli makanan yang ada di dalam Floating Market. Untuk penukaran koin memiliki aturan jika sudah ditukar maka uang tidak akan kembali. Tempat penukaran coin ada di depan pintu masuk serta beberapa terletak di dalam Floating Market sendiri. Entahlah saat aku menukar coin dengan uang sebesar 350 ribu rupiah penjaga counter coin yang kebetulan berasal dari Palembang sangat kaget??? Makan apa saja sampai 350 ribu. Kami bilang kami makan nasi. Sepertinya memang jarang yang santap siang nasi di sini, pengunjung paling hanya menyantap kudapan kecil saja. Warna coin menentukan nilainya. Aku tidak bisa mendeskripsikan nilai tiap coin, karena saat penukaran Sapta yang melakukannya.

Usai makan tadinya rencana kami akan naik perahu mengelilingi danau, tetapi setelah melihat perahu yang ada kami membatalkan rencana itu, karena kok jadi serasa anak balita ya. Memang lokasi wisata ini menurutku untuk wisata keluarga terutama keluarga yang masih muda yang memiliki anak-anak balita.

Merasa kurang tertarik dengan segala yang ada kami berniat untuk segera keluar saja mengingat masih banyak target yang mau dikunjungi, tetapi di arah jalan keluar kami menemukan spot menarik. Entahlah apa nama spot ini. Ada sebuah rumah yang segala pernak perniknya bercirikan Jepang bahkan di rumah tersebut menjadi sebuah foto studio pengunjung yang mengenakan busana Jepang. Aku secara kritis berpikir kenapa harus busana Jepang ya? Bukankah ini di Indonesia kenapa tidak menawarkan busana tradisional Sunda misalnya. Kalau kita ke Jepang, Korea atau Belanda toh kita harus membayar mahal untuk membuat photoshoot dengan busana tradisional negara mereka? Hehe... lupakan ke kritisan aku.

Pohon Bambu Air di pinggiran jembatan bambu. Sejuk
Airnya yang jernih membuat hati maknyessss rasanya
Ini nih rumah tempat penyewaan pakaian Korea dan Jepang
Inget suka nonton Little House on Praire. Kondisi alam ini impian aku menghabiskan masa tua
Jembatan impian

Lagi-lagi jernih airnya menyejukkan rasa
 Yang paling menarik adalah rumah tersebut berada di tengah danau yang sangat luas dan airnya sangat jernih. Untuk mencapai rumah tersebut pengunjung harus melewati sebuah jembatan kayu panjang yang di sebagian kiri kanannya terdapat tanaman bambu air. Cantik sekali, dan ada peringatan bahwa pengunjung tidak diperbolehkan mengambil foto dengan segala pernak pernik yang ada di dalam rumah. Hmmmm... walaupun cuma miniaturnya Jepang masih menjajah juga yah di lokasi sekecil ini. Lumayanlah dapat spot ini, kalau tidak pasti agak sedikit kecewa karena tidak mendapat kenangan yang bagus buat di upload. Puas bergambar kami segera ke pintu keluar menuju area parkir dimana kang Dede sudah menanti. Oh ya...sebelum keluar kami menukarkan tiket masuk dengan segelas minuman kopi.

Yuk kita menuju lokasi berikutnya, kalau dalam catatan aku sih adalah taman bunga Rizal atau Begonia, lalu the Ranch, tapi atas saran Sapta kami lebih memilih Hutan Pinus Cikole.

HUTAN PINUS CIKOLE.
Dalam browsing tempat wisata di google aku tidak menuliskan empat ini karena dari rekomendasi yang diberikan nama ini tidak tercantum. Menurut Sapta dan kang Dede bagus jadi aku ikut saja. Bahkan tempat lain sudah sebagian besar di skip seperti the ranch, taman bunga Rizal dan Begonia, kampung daun dan sapu lidi. Sampai di hutan pinus Cikole hari sudah hampir menjelang Ashar. Tak jelas di mana pintu masuknya, tetapi saat kami masuk di bagiang samping (karena ada lorong di situ yang bisa dilewati) petugas berteriak memanggil agar kami membeli tiket masuk terlebih dahulu. Oh... rupanya tempat penjualan tiketnya adalah rumah makan yang terletak di depan sebelah parkiran.

Saat dijalan sempit untuk masuk itu kami berpapasan dengan segerombolan anak TK yang mau keluar. Mereka lucu-lucu sekali dengan seragam kaos kuning dan celana kaos pendek warna biru elektrik. Hmmmm...gemes lihatnya. Dengan wajah kebingungan karena sepi orang dan tidak ada penunjuk arah, kami memilih jalan yang menukik tajam itu saja, dan ternyata benar pilihan kami. Sampai di bawah ada sebuah counter di bawah payung besar, dua orang petugas yang terdiri dari seorang wanita cantik dan seorang laki-laki berseragam batik coklat menyapa. Kami diminta menunjukkan tiket masuk, ternyata petugas tersebut menjelaskan bahwa tiket masuk tersebut bisa ditukarkan dengan 4 macam pilihan gift, yaitu adventure naik mobil balap, layang gantung, sebungkus buah strawberry dan souvenir gantungan kunci. Sapta dan Kotada memilih untuk mencoba layang gantung, sedang aku tadinya memilih paket buah strawberry saja, namun karena harus mendaki yang cukup tinggi untuk mengambil paket strawberry akhirnya aku memilih souvenir gantungan kunci saja yang sudah jelas-jelas di depan mata.



Hutan pinus Cikole
Rumah Liliput

Kotada Layang gantung

Tidak terlalu banyak hal yang menarik di area sini, suasana sepi dan seperti hutan pinus biasanya. Kami duduk istirahat sebentar di dekat rumah liliput, lalu setelah Sapta dan Kotada menyelesaikan permainan layang gantung kami segera keluar untuk menuju tujuan selanjutnya. Karena hari sudah sangat sore maka sebagian lokasi di skip termasuk Kampung Daun. Yang paling aku inginkan adalah Dusun bambu karena sering melihatnya sebagai lokasi syuting 2 Hijab Trans7.

DUSUN BAMBU
Dusun Bambu Family Leisure Park adalah sebuah ekowisata dalam bentuk konservasi bambu dengan konsep 7E yang terdiri dari Edukasi, Ekonomi, Etnologi, Etika, Estetika, dan Entertainment. Dengan dasar 7E terserbut Dusun Bambu bermimpi menjadi ekowanawisata pertama yang berada di Jawa Barat.

Untuk masuk ke kawasan wisata Dusun Bambu, per orang dikenakan tiket masuk sebesar 20 ribu rupiah, sedangkan mobil dikenakan biaya 10 ribu rupiah. Tiba di loket tiket kang Dede mendrop kami dan dia langsung menuju area parkir. Kami segera membeli tiket dan segera ikut antri di pintu masuk yang sistem pemeriksaannya sangat ketat. Pakai sensor X-ray segala. Petugas yang memeriksa di pintu masuk ini terutama yang wanita agak kasar dan kurang ramah, tidak mencirikan masyarakat Sunda yang terkenal dengan kelemah-lembutannya. Aku diam saja ketika dia dengan suara keras dan setengah membentaknya menjawab pertanyaanku tentang sistem penukaran gift mineral water dengan tiket masuk. Akhirnya aku malas untuk mengulang meminta penjelasannya yang tidak jelas karena dia memberikan penjelasan dengan wajah tak ramah dan nada kasar. Ya sudahlah...toh cuma air mineral doang.

Setelah melewati sensor masuk, tibalah kami di antrian pengunjung yang menunggu mobil pick-up. Mobil pick-up ini disediakan pengelola secara gratis untuk antar-jemput pengunjung dari loket masuk menuju area utama wisata tepatnya di depan Burangrang cafe, terdapat semacam “halte” untuk menaik-turunkan penumpang. Aku suka dengan keunikan mobil pick-upnya yang berwarna warni. Agak merasa kurang nyaman dengan sistem antrian di sini. Tidak jelas “line” antrinya, semua orang terutama laki-laki bahkan memang pengunjungnya kebanyakan group laki-laki berbadan kokoh main serobot saja masuk ke dalam mobil. Biasanya orang Indonesia punya tata krama dan etika. Ini sama sekali tidak.

Aku akhirnya bisa masuk juga ke dalam mobil pick up yang datang untuk ketiga kalinya, sedikit berebutan juga, bahkan hampir terjepit. Aku memeluk Kotada agar tak terjatuh. Aku dapat kursi cadangan yang duduk melawan arah mobil di bibir pintu. Didalam mobil itu hanya aku seorang penumpang wanitanya, agak sesak nafas karena asap rokok yang dhisap para laki-laki itu mengepul tebal di dalam mobi. Astaghfirullah! Untunglah perjalanannya tidak memakan waktu lama hanya sekitar 5 menit lebih. Pada saat harus keluar mobil laki-laki itupun berebutan, apakah mereka tak melihat aku seorang wanita yang duduk di bibir pintu yang secara alamiah harusnya mendapat jatah keluar duluan. Ya Allah....
Mobil pick up yang lucu dan colorfull. Tuh lihat naik berebutan Kotada hampir saja ketinggalan

Sesampai di area dropping penumpang yaitu Burangrang cafe, aku dan Kotada menunggu Sapta yang tadi tidak bisa masuk 1 mobil dengan kami. Ternyata malah mobilnya sudah lebih dulu sampai. Sapta sudah menunggu di tangga. Khayalanku banyak sekali nih untuk ambil foto di sini, apalagi tadi sepanjang perjalanan dari terminal pick up sampai ke Burangrang cafe banyak pemandangan taman bunga dan sebagainya indah sekali. Namun ketika sampai ke Burangrang cafe kami seperti anak ayam kehilangan induk, tak tahu harus melangkah kemana. Tidak ada pemandu atau penjelasan apapun. Kami menaikki tangga untuk mencari informasi. Di hall atas itu ditengah-tengahnya terdapat display maket lokasi. Tapi tak jelas kami mau ke arah mana. Arrghhh.... Berbekal info yang aku dapat dari instagram juga televisi aku bilang ke Sapta aku pengen ke tempat yang ada jembatan besi berkelok-kelok yang disekelilingnya terdapat pepohonan dan ada rumah-rumah seperti sarang lebah tergantung. Selain itu aku sangat ingin foto di rumah-rumah tepi danau. Itu saja yang aku tahu tentang Dusun bambu ini. Kami menatap lagi display maket tersebut dari sign gambar yang ada kami hanya menebak-nebak bahwa jembatan besi berkelok-kelok itu adalah apa yang dinamakan Lutung kasarung. Kami menuju ke arah yang ditunjukkan maket. Dan benarrrrr... ya sudah deh kami foto-foto. Hari sudah hampir gelap menjelang maghrib dan pengunjung sangat padat. Agak rada sulit cari view dan moment yang pas buat ambil gambar. Dengan seadanya kami mengambil gambar. Lutung Kasarung adalah salah satu ikon dari Dusun Bambu. Tempat makan yang dibentuk unik seperti sarang lebah ini jadi banyak buruan pengunjung untuk ... berfoto!

Baru tiba di Burangrang cafe setelah turun dari mobil pick up. Kalau kata Kotada lihat foto ini cak preweding. Hehee padahal ibu dan anak.
Ini nih jembatan besi berkelok-kelok, Ternyata nama tempat ini  Lutung kasarung
Sampe puas di Lutung kasarung agar dapat hasil foto yang oke
Lutung Kasarung
Lutung kasarung
Lutung kasarung

Bertiga
 Selanjutnya kami balik lagi ke display maket tadi. Mencari posisi lokasi rumah-rumah (gazebo) tepi danau. Tapi kami bingung nih di mana posisi pasnya, karena dari sign gambar yang ada kurang jelas. Ditengah kebingungan kami, tiba-tiba ada seorang wanita pelayan resto lewat. Akut bertanya dengan mendeskripsikan tempat yang aku inginkan dengan kalimatku. Wanita tersebut paham dan menunjukkan arah lokasinya. Kami segera turun menuju lokasi Kampung Layung nama tempat yang aku inginkan. Sampai di lokasi agak kecewa juga...karena untuk bisa duduk-duduk di rumah-rumahan (= gazebo) yang ada di tepi danau tersebut, kita harus menyewa gazebo dan memesan makanan. Gazebo dan bahkan pagarnya digembok. Hiks.... Rugilah kalau cuma buat foto doang harus bayar sewa yang tidak murah. 

Pintu masuk Kampung Layung
Pintu masuk Kampung Layung
Andai kami datang dari pagi dan tidak diburu waktu bisa jadi sewa gazebo dan makan-makan bisa kami lakukan, nah ini kami berkejaran dengan waktu karena sudah menjelang maghrib dan hampir gelap. Secara kebetulan aku melihat ada segerombolan anak muda yang heboh selfie di tepi danau dan tidak di depan rumah. Aku kasih tahu Sapta. Kami berpikir sejenak dan berjalan agak jauh mencoba menemukan lokasi tersebut. Karena masih sangat jauh dan aku benar-benar sudah kehabisan tenaga kami mencoba mencari alternatif lain yang penting bisa dapat foto di pinggir danau. Alhamdulillah ada jalan dengan tangga ke bawah, iseng saja kami turun, ternyata itu adalah dermaga tempat penyewaan perahu dan memang di tepi danau. Tempat ini sepi hanya ada 2 orang ibu-ibu yang juga sedang foto-foto, tukang perahupun tak nampak. Aku bilang sama Sapta dan Kota jadilah di sini saja.Yang penting di tepi danau. Alhamdulillah hasil fotonya bagus juga kok.

Kesampean juga foto di rumah tepi danau
Senangnya lihat perahu colorfull , di seberang itu anak muda yang jadi inspirasi sehingga kami bisa sampai ke tempat ini tanpa harus sewa gazebo.
Wajah bahagia ketika dapat jalan untuk foto di rumah tepi danau
Bibir danau
Senangnya duduk di sini mana udaranya sejuk lagiiiii..
Diskusi buat beli brokat

Selesai foto-foto di tepi danau kami memutuskan untuk segera kembali lagi ke terminal loket saja, lupakan hamparan taman bunga yang indah, lupakan lokasi lain yang juga indah. Persediaan tenaga sudah sangat low batt. Yahhh... akhirnya kami pulang menuju terminal loket. Melihat gerombolan orang di tempat petugas wanita yang galak tadi kami mendekat. Ohhhh... ternyata penukaran tiket masuk dengan air mineral. Tapi sadis banget ya... pelitnyaaa.... 2 tiket hanya dapat 1 botol mini air mineral. Jadi meski tiket kami 3 yah tetap dapat 1, beda dengan floating market 1 tiket 1 gelas kopi. Padahal tiketnya harga sama. Aku kurang suka dengan sistem seperti ini.

Ketemu spot ini di pintu keluar
Malam ini sebelum pulang ke hotel kami minta di drop oleh kang Dede di Paris Van Java Mall,untuk cari makan malam sekalian cuci mata. Hujan deras cukup membuat kami basah karena berlarian dari trotoar menuju gedung mall. Kecewanya meski sudah muter-muter mall (padahal sudah sangat lelah) gak ada sesuatu barangpun yang menarik, demikian juga soal makan malam. Menu yang ditawarkan hanyalah menu western, seperti spageti, pizza dsb. Yah sudahlah kita cari makan tempat lain saja. Kami segera keluar mall dan menyelusuri jalan ditengah hujan hanya untuk mencari makan malam. Tanpa terasa rupanya kami sudah hampir dekat hotel, dan akhirnya kami makan di warung tenda saja dengan menu masakan Sunda. Yah....sampai di kamar waktu sudah menunjukkan jam 21.10 aku sudah sangat lelah..... Mandi dan tidur. Sampai besok ya di hari ketiga...area kita adalah Ciwidey dan Cibodas....

No comments: