Tuesday, 27 November 2018

LAHAT FAMILY TRIP

Dalam rangka menghadiri pernikahan Idham (keponakanku) aku kembali lagi ke Lahat. Tidak lagi hanya bertiga dengan “travel mates” aku (yaitu Kotada dan Atik), melainkan rombongan keluarga besar. Tidak juga menggunakan jasa angkutan umum kereta api, melainkan sewa mobil plus sopir. Jam 7 pagi start awal kami bersama dari rumah ibu Angga, kecuali Angga yang langsung dari rumahnya sendiri. Perjalanan yang menyenangkan karena bersama keluarga besar. Banyak mangkalnya... Misalnya saja di rumah makan “Pagi Sore” stop dulu, untuk ke toilet dan juga menunggu rombongan Angga.

Pemberhentian pertama RM Pagi Sore Indralaya
Jalanan mulus dan lancar pemberhentian selanjutnya adalah desa Belimbing di kabupaten Muaraenim, mampir ke rumah sepupu kami yang dulu jadi anak asuh papa yang sejak SMA sekolah di rumah kami. Selain menyambung silahturahim juga “menjeromi” (mendatangi langsung untuk mengundang). Sepupu kami ini istrinya mengelola rumah makan, so pasti kami dijamu makan siang. Menu tradisional yang maknyusss.... dari semua menu aku paling suka tumis genjer, sambal terasi, tempe mendoan dan ikan gurame gorengnya yang renyah. Lepas makan dan kenyang seperti pacet kami pamit melanjutkan perjalanan.
Pemberhentian kedua Desa Belimbing Muara Enim
Setelah itu kami tak lagi mampir-mampir lagi dan langsung menuju Lahat. Jam 2 siang kami sudah check in di hotel “Grand Sigma” Lahat. Hanya menyusun barang, sholat Dzuhur jamak Ashar kami kembali bergegas menuju rumah calon besan untuk menyerahkan oleh-oleh yang kami bawa berupa kue-kue dsb. Dan ternyata adat istiadat Lahat di rumah calon pengantin itu sudah ramai sanak saudara, handai tolan yang berkunjung. Untuk menjamu para tamu itu berbagai macam hidangan tersedia seperti pempek, tekwan, kue lapis legit, maksuba, delapan jam, kue-kue kering di toples banyaaakkkk...sekali, dan es cendol.

Hmmmm... nyesek dada aku, disaat aku tegas ber”diet” , godaannya begitu menggoda hati. Aghhrhh... tidaakkkk! Alhamdulillah ...masih kuat hatiku bertahan dengan keteguhan hati untuk berdiet, karena aku sendiri merasakan manfaat hasil dietku selama 4 bulan BB turun dari 76 kg menuju 64 kg. Senannnggg dan berasa nyaman banget. Nafas tak sering tersengal-sengal, pake gamis jadi cantik krn gak buncit lagi.

Tapi untuk menghormati tuan rumah aku tetap memakan hidangan yang disajikan cuma dalam porsi sedikit. Aku hanya menyantap 1 potong pempek kulit, 1 keping keripik bawang dan 2 sendok es cendol. Segitu aja aku sudah merasa bersalah banget .... Segitu aku sudah menekan diri, ehhhh tak lama ibu Ira bilang nanti habis Isya kami diundang jamuan makan malam. Waduh.... ! Ya sudah karena nanti malam mau balik lagi maka kami segera pamit pulang ke hotel.

Malam Bainai...
Malam sehabis sholat Isya kami datang lagi demi memenuhi undangan jamuan makan malam itu. Tenangg...tetap ada cara untuk menghormati tuan rumah. Aku tetap ikut bersantap tapi hanya makan sayur dan lauknya saja. Ayo semangat keep healthy.

Esoknya acara akad nikah dimulai jam 10.00 WIB. Sekitar setengah 12 acara beres dan kami balik ke hotel lagi. Sebenarnya banyak rencana dalam otakku untuk mengisi waktu luang siang dan sore harinya. Sudah sepakat ingin ke Pagar Alam bersama Eli namun...emak-emak yang selalu was-was dan bla..bla... melarang. Apa boleh buat aku takut kualat. Maka pelesirannya hanya yang dekat-dekat saja. Yahh itu balik lagi ke Pelancu dan Jembatan Benteng Orange. Di 2 lokasi ini aku jadi travel guidenya, karena pas lamaran kemaren aku sudah kesini.

Siap otw ke lokasi akad nikah
5 beradek perempuan
Ready to go
Ibu Angga dan keluarga
Sahhhh....

Anak-anak perempuan Mama dan Papa plus cucu mantu
Cucu-cucu Mama dan Papa komplit
Bubar dari jembatan benteng Orange kami sempah “singgah” alias mengunjungi rumah keluarga dan kerabat alm mama dan papa. Menyambung tali silahturahim. Dan terakhir mampir di rumah ayuknya mama Eli. Dijamu makan...ala-ala dusun. Waduh... hampir gak kuat  rasanya untuk tidak makan banyak, karena lauknya alah tradisional semua. Rebung, pindang sale tempoyak, pepes tempoyak, lalap pete, kabau, sambal terasi, gulai terung kerutuk . Ampuunnnn...kacau...kacau... biar nasinya dikit tapi lauknya banyak kan over kalori juga. Gak apalah once in while.... Selesai makan kami menjarah buah mangga di halaman yang buahnya segede-gede kepala. Itu tuan rumah tinggal terdiam membisu saja, buah yang belum mateng dipotekin. Arghhhhh. Tapi setelah dimakan biar masih mengkal tetap manis kok rasanya.

Best view Vera dan Ibu
Gua...
Melancong ala emak-emak ada yang takut ketinggian wkwkwwk...
Bukit serelo di kejauhan
Pokoke menyebar...
Jembatan orange dari sisi yang berbeda dengan ketika aku datang pertama


Trip ala emak-emak
Seperti biasa seperti pacet usai makan dan merampok mangga kita pamit mau pulang. Qadarullah hujan turun sangat derass pas kita sudah hendak menuju mobil. Hiks... masuk lagi.... Karena hujannya gak berhenti-henti terpaksa deh nekad menembus hujan, karena sudah lumayan malam azan Isya sudah berkumandang.

Malamnya kami istirahat lebih cepat untuk persiapan acara resepsi keesokan hari, supaya tidak kesiangan bangun. Alhamdulillah ...semua acara berjalan lancar dan baik. Sore hari kami serombongan sempat main ke City mall.. iseng mengisi waktu. Aku sempat beli banyak buah buat camilan di perjalanan pulang esok hari. Dan Senin pagi selesai sarapan hotel tepat jam 8 kami otw pulang. Perjalanan lancar meski diiringi huja. Alhamdulillah...apapun namanya trip jika bersama keluarga dan kompak pasti sangat nyaman dan menyenangkan.

Usai make up
Keluarga inti penganten laki

Rita dan Keluarga
Kami yang jomblo
Anda dan keluarga
Photo booth
Photo keluarga besar

Monday, 5 November 2018

BLUSUKAN KE LORONG BASAH DAN PASAR 16 ILIR

Minggu ini rencananya memang mau ke pasar 16 ilir untuk membeli ciput (dalaman jilbab) yang cocok buat baju seragam pesta kawinan Idham, sekalian beli payet di toko Kumala komplek pertokoan Megahria Centre. Karena 2 lokasi ini adalah daerah padat dan sulit cari tempat parkir, maka aku dan Atik mau naik angkot Sayangan aja. 

Dari rumah masih cukup pagi yaitu jam 8.30. Sampai di simpang pasar burung lalu lintas macet berat. Entahlah kok sepagi ini banyak sekali mobil pribadi yang numplek di situ , biasanya gak pernah. kami sepakat turun dan jalan kaki saja. Karena kebetulan sudah dekat dengan Megahria centre aku pikir lebih baik beli payet dulu saja, mumpung masih pagi. Benar saja menurut pelayan tokonya kami pembeli pertama, penglaris toko katanya. 

Lanjut kami jalan lagi menuju pasar 16 ilir, dan begitu melewati pusat perbelanjaan Dika centre dari jauh aku melihat gerbang menuju pasar 16 ilir dengan tulisan “Lorong Basah Culinary Night”. Nah itu dia tempat yang terinstagramable. Tapi lebih banyak orang ambil foto di situ pada malam hari. Ini siang. Ah tak apalah yang penting keren. Aku membujuk Atik buat motoin, meskipun dia bilang ini daerah seram...banyak copet....ahhhh...biasa aja kaliiii. Tenang aja. Cekrek...cekrek....dapetlah 3-4 foto di gerbang itu. Keren...! 

Saat aku menlanjutkan langkah aku lebih exited lagi melihat area yang indah dengan payung warna-warni di sana sini. Agak ribet dan rada sulit untuk ambil foto di area ini karena riwehnya pedagang kaki lima lagi bongkar dagangan dan sedang siap-siap buka lapak. Tapi sabar...dan keukeh.... akhirnya dapat juga foto terbaik dan tidak baik banget sih berhubung ramai ...
Gerbang masuk Lorong Basah
Lorong Basah jaman now

Lorong-lorong colorful dan cantik yang jika malam jadi pusat kuliner khas Palembang dan pagi menjadi lapak pedagang kaki lima

LORONG BASAH
Siapa yang tak kenal lorong Basah? Seperti juga jembatan Ampera, seseorang belum diakui sebagai wong kito kalau belum pernah menginjakkan kaki dan belanja di lorong Basah. Nama suatu lorong yang popularitasnya menyaingi nama jalan lain di kota Palembang.Walaupun nama lorong ini telah naik tingkat menjadi sebuah jalan, Sentot Ali Basya. Nama yang sangat unik disebutkan begitu saja. Masyarakat lebih familiar tetap menyebutnya lorong Basah.

Banyak yang menyangka lorong Basah adalah sebutan singkat atas nama jalan Sentot Ali Basah, seorang panglima dalam perang Jawa yang mendampingi perlawanan Pangeran Diponegoro. Padahal tidak seperti itu. Tak ada hubungan sama sekali antara tempat ini dengan sang pahlawan. Sejak awal nama lorong ini memang lorong Basah. Justru nama jalan Sentot Ali Basah disematkan untuk mengganti nama asli tersebut. Syahdan menurut beberapa sumber asal muasal nama lorong Basah berkait erat dengan suasana di zaman kolonial Belanda. Paling tidak ada dua versi asal mula nama ini. 

Versi pertama menurut Raden Husein Natodirajo, seorang penelusur senior sejarah kota Palembang yang banyak berperan dalam memelihara manuskrip dan mencatat segala sesuatu yang berkait histori kota. Menurutnya, disebut lorong Basah memang lorong ini dahulunya sering basah oleh tumpahan dan ceceran air yang diangkat dan diangkut melintasi lorong tersebut. 

Para pendatang Tionghoa di Palembang yang mencari nafkah mengangkut air atas pesanan penduduk asli yang dahulunya bermukim di kawasan jalan Masjid Lama. Air sungai Musi yang diambil di tepi perairan sungai Musi yang berada di dekat Pasar Los 16 Ilir diangkat dan diangkut menuju kampung penduduk di sekitar jalan Masjid lama dan jalan Beringin Janggut.

Dengan sarana angkat berupa dua kaleng persegi yang berfungsi seperti ember namun tidak berpenutup, air sungai tersebut diangkut dengan pikulan. Rute angkut tersebut melalui lorong yang menghubungkan jalan Pasar Baru dengan jalan Masjid Lama. Disebabkan dibawa dengan ember kaleng tak berpenutup, air tersebut berceceran di sepanjang alur. Basahnya lorong inilah yang menjadi awal sebutan tersebut. 

Versi lain yang sedikit berkesan miring, kawasan ini suatu masa di zaman kolonial sekitar tahun 1938 hingga 1942 menjadi tempat praktik prostitusi, basah di sana berhubungan dengan aktifitas seks komersil di tempat itu. 

Terkesan untuk menghilangkan citra negatif tersebutlah pada sekitar akhir tahun 1970-an nama lorong Basah ditingkatkan menjadi nama jalan dengan nama seorang pahlawan yang pada namanya jika dilafalkan lisan terdengar sebagai jalan Sentot Ali Basah. Seperti diuraikan sebelumnya, beliau seorang pahlawan gagah berani. Seorang panglima perang tangan kanan Pangeran Diponegoro yang namanya jika ditulis tepat dan lengkap adalah Sentot Ali Basha atau Sentot Ali Pasha. 

Gelar Ali Pasha berarti panglima tinggi yang didapatkan beliau dari kesultanan Turki ketika belajar taktik strategi militer di sana. Di samping sebutan lain atas namanya Sentot Prawirodirjo.Geliat sebagai tempat perdagangan mulai dirasakan di era kolonial, sejak dibangunnya Pasar Straat yang saat ini disebut jalan Pasar Baru, lorong ini menjadi akses ke lorong Purban dan jalan Masjid Lama.

Pada mulanya berupa deretan rumah sekaligus toko atau gudang yang mayoritas dihuni keturunan Tionghoa. Selanjutnya tumbuh toko-toko baru, di antaranya toko yang berdagang kopiah seperti toko Raden Mat bin R.H. Abdoel Madjid Toko ini terkenal dengan kopiah cap Matahari Terbit. Toko mana di sekitar awal tahun1970-an berganti menjual barang dagangan berupa pakaian seragam sekolah. 

Selain dikenal sebagai pusat perdagangan pakaian seragam sekolah, kemudian di era tahun 1970-an lorong Basah dikenal pula sebagai kawasan toko pecah belah. Istilah pecah belah digunakan untuk barang tembikar berupa produk piring, mangkuk, gelok stoples, cangkir, gelas dan perlengkapan makan dan dapur lainnya. 

Deretan toko tersebut terletak di kiri kanan lorong Basah. Ada pula toko berdagang alat memasak berbahan dasar aluminium seperti panci, teko, kuali, dandang dan seterusnya Selain itu awalnya pada beberapa pintu toko menjual juga peralatan penerangan bukan berbasis listrik, seperti petromax, lampu teplok, lampu badai.Ada pula toko kaca cermin dan pigura bingkai foto. Sebagian lainnya menjual bumbu kari dan mainan anak-anak. Ciri umum toko-toko tersebut selain sebagai grosir juga menjual secara eceran. 

Sebelum bagian tengah lorong Basah dijadikan tempat berjualan pakaian dan lainnya, pada era tahun 1970-an itu pada beberapa bagian tengah lorong tersebut digunakan sebagai tempat berdagang si tukang obat dan penjual barang cara lelang. Tukang obat ini menjual dagangannya secara menarik karena diselingi dengan kemampuan bermain sulap. Banyak pengunjung hanya sekadar menonton permainan sulapnya. 

Cukup menarik di saat sekarang ini jika rajin membaca nama toko di sepanjang lorong Basah, ada yang tertulis alamatnya jalan Sentot Ali Basah atau Sentot Ali Basa tanpa huruf “h” di akhir nama. Ada pula secara berselang seling tak beraturan tertulis tetap bernama lorong Basah. Di atas perbedaan itu, kini memang lorong Basah tak lagi basah. 

Demikian sejarah singkat Lorong Basah yang kudapat dari sumeber tulisan dosen ahli sejarah Unsri di Sumeks Express. 

Namun yang aku tahu Lorong Basah yang terletak di kawasan Pasar 16 Ilir sebelumnya sebuah jalan atau lorong tempat berjualan pedagang kaki lima mulai dari penjual ikan, sayuran sampai penjual barang kelontongan. Setelah dilakukan penataan oleh Dinas Pariwisata Kota Palembang dalam rangka perhelatan Asian Games di Palembang lorong ini telah tertata rapi dan indah.

Saat ini lorong Basah telah menjadi salah satu destinasi wisata cukup terkenal di Palembang. Pada malam hari suasana menjadi lebih gemerlap dengan cahaya lampunya. Di lorong ini akan kita dapati jejeran pedagang kuliner menawarkan berbagai macam varian makanan khas Palembang. Kini namanya telah berubah menjadi Lorong Basah Night Culinary. 


PASAR 16 ILIR 
Lepas dari lorong basah perjalanan di lanjutkan ke pasar 16 ilir. Tujuan aku ke pasar 16 ilir hanya untuk membeli ciput alias dalaman jilbab. Kenapa harus ke sini? Yah karena aku sudah pernahmencoba membeli secara online, juga beli di PTC mall. Kurang sreg ketika dipakai. Sudahlah harganya mahal barangnya kurang bagus. Cuma itu saja barang yang ingin aku beli. Hmmm...keukeh ya sejauh ini ditempuh .... 

Pasar 16 ilir terletak di lokasi yang sangat strategis di tepian Sungai Musi dan tak jauh dari Jembatan Ampera. Lokasi yang strategis membuat pasar ini juga sering dijadikan destinasi favorit oleh para wisatawan. Warga lokal pun sering datang ke sini untuk mencari kebutuhan sehari-hari., Pasar 16 Ilir merupakan pasar tersibuk di Palembang. Banyak wisatawan berbelanja dipasar ini. Pasar yang terdiri dari 4 lantai ini, lantai dasar tempat menjual berbagai perhiasan, souvenir untuk oleh oleh, lantai kedua tempat menjual bebagai produk fashion grosir mulai dari pakaian anak anak remaja dan pakain sekolah, lantai ketiga juga menjual grosir produk fashion seperti tas, sepatu, dompet aneka jilbab, lantai keempat tempat menjual berbagai barang fashion bekas (BJ). Pasar ini juga menyediakan kebutuhan sehari hari dan oleh oleh. Pasar 16 ilir merupakan pasar terbesar dan teramai di kota Palembang, pasar yang juga menjadi salah satu icon kota palembang.

Aktivitas jual beli di 16 Ilir hampir tak pernah sepi. Pembeli selalu datang untuk mencari beragam barang seperti pakaian, kebutuhan dapur, dan makanan. Sementara para pelancong kerap menghampiri pasar ini demi mencari suvenir serta oleh-oleh untuk keluarga di tempat asal mereka. Makanya kondisi pasar 16 ilir selalu saja padat pengunjung. Hampir tak pernah sepi bahkan seperti gang senggol. Untuk itu sebagai pengunjung harus sangat berhati-hati karena sangat rawan copet. 

Dalam rangka menyambut perhelatan akbar Asian Games pada Agustus 2018 kemarin , pemerintah kota Palembang berinisiatif mempercantik berbagai sudut kota. Tujuannya agar kontingen dan penggemar olahraga dari seluruh Asia merasa terkesan ketika berjalan-jalan mengeksplorasi tiap sudut Palembang. Pasar 16 Ilir termasuk salah satu yang berdandan menjelang perhelatan akbar tersebut. Hasilnya, ruko-ruko yang dulunya tampak semrawut kini jadi nampak teratur. Dari kejauhan kompleks pasar jadi terlihat kian menarik karena dihiasi cat colorful, sehingga pasar 16 ilir terlihat cantik. 

Sampai di pasar 16 ilir mataku langsung tertuju pada bangunan toko yang sangat colorful itu. Aku bilang ke Atik aku harus dapat foto terbaik di sini. Tapi hasilnya mengecewakan. Sulit buat dapat spot/scene yang pas karena pengunjung sangat padat. Tapi jadilah ada fotonya buat share dan update blog. 
Pertokoan yang colorful
Gerai di lantai 2 yang menjual produk fashion dan pakaian dalam
Lapak pedagang di luar pertokoan
Lapak pedagang kaki lima
Aneka dagangan di lapak kaki lima dari tas , jilbab sampai jam tangan
Pedagang kaki lima
Karena item belanjaku tak banyak maka hanya sebentar kami di pertokoan. Setelah dapat ciput yang kuinginkan aku sempat membeli selusin pakaian dalam dan langsung keluar. Iseng di jalan keluar bagian samping ada rumah makan khas Palembang-Arab. Aku pernah diajak makan siang oleh Ana dulu saat kami cari souvenir tutup arisan RT. Cita rasa masakannya lezat. Iseng aku nawarin Atik untuk masuk (agak ragu sih karena hari masih sangat pagi jam 10.20, makan siang belum masuk waktu hehee...) tapi Atik mau. Ya sudah cus...kami masuk. Kami hanya memesan 2 porsi sate ayam tanpa lontong (sedang diet karbo) dan segelas es cincau. Hmmmm...kenyang sekali sampai engap. 


Wajah belum laper jadi tidak terlalu tegang...wkwwkwkw
Daftar menu di resto ini. Yang tak jelas itu Darca itu apa....???Makanan India atau Arab kah?
Dia sudah ludes baru difoto
Tusukan terakhir
Akhirnya kami keluar dan menuju apotik Musi yang lokasinya di ujung pengkolan untuk beli inhaler obat asthma aku. Pulangnya kami kembali naik angkot Sayangan. Menyenangkan juga ya belajar hidup seperti orang biasa tanpa naik turun mobil ber AC. Itulah seputar ulasan week end aku minggu ini. 


Berhasil juga foto disini tapi tetap tidak dapat toko-toko colorful itu
Apotik Musi yang telah ada sejak zaman baheula, dulu terkenal lengkap dan murah. Tapi sekarang tidak lagi.Lebih mahal harga obatnya dibanding apotik Muhaga Mulia

CITRA GRAND CITY MARKET FESTIVAL

Sabtu , 27 Oktober 2018 ini adalah acara kebersamaan dengan keluarga. Kami semua berusaha ada dan hadir di acara ini dalam rangka mensupport Angga keponakanku yang ikut dalam bazaar food festivalnya. Setelah hijrah dari kemudharatan dan menjauhi riba (Angga resign dari pekerjaannya sebagai karyawan bank), dia berusaha berbisnis kuliner dengan nama “Mie Ayam 17 Agustus”. Akulah yang paling mendukung dan menyetujui Angga dengan langkahnya ini. Aku yakin Allah akan memberkahi, karena dia meninggalkan riba karena Allah. In Shaa Allah akan dapat gantinya yang lebih baik.

Sebenarnya tidak ada rencana sama sekali untuk hadir di event ini, karena memang agak kudet alias kurang update. Hanya karena Tami share foto di lokasi di WA group Family, lantas Atik menyatakan mau kesitu. Lalu ditanggapi oleh Ita yang memang sudah tahu dan sudah punya rencana buat ke situ.Singkat cerita ba’da Ashar aku dan Atik otw ke lokasi by Grab car ditengah hujan deras demi kebersamaan. Sedangkan Ita sekeluarga besar sudah menunggu di lokasi. Beruntungnya di lokasi tidak hujan. Lokasi festival adalah di sebuah komplek perumahan elit Citra Garden City. Sampai di lokasi suasana sangat ramai. Banyak pertunjukan dan entertainment yang dipersembahkan di sana. Jejeran makanan aneka rupa juga ditawarkan di sana, mulai dari makanan tradisional hingga western food.

Penataan lokasi juga sangat menarik. Mulai sejak pintu masuk dekorasinya sudah sangat indah buat dijadikan spot foto.Masuk ke arah kiri dekorasinya berupa lampu kecil-kecl yang dijadikan langit dan hembusan asap seperti salju membuat suasana seperti di Korea. Lokasi ini memang menjajakan makanan khas Korea dan western food. Setelah berjalan melintasi area ini belok kekiri kita akan menemukan kedai-kedai makanan yang langitnya berhiaskan lampion warna warni. Lokasi ini mengingatkan aku pada China Town di Malaysia atau Singapura. Cantik sekali dan aku gak puas-puasnya berfoto (tapi sayangnya fotonya tak sengaja terhapus di HP hiks... beruntung sempat share di group WA family, itu saja tersisa.) Inilah lokasi Angga dan kedainya. Begitu kami sampai kesini Ita dan keluarganya sedang asyik menyantap mie Angga.

Menjelang malam suasana semakin indah karena peran lampu menampilkan keindahan yang dominan. Sementara pertunjukan aneka rupa dipersembahkan oleh kaum milenial. Sayang kami harus pulang, karena hari sudah menjelang Maghrib. Lumayanlah refreshing akhir pekan kali ini. Bagus juga bila event seperti ini sering di adakan di kota pempek karena akan memancing kreatifitas kaum milenial dan ajang refreshing akhir pekan.

Denah penunjuk lokasi
Desain gerbang masuknya
Gerbang masuknya keren ya
Ini memang spot foto di setelah melewati gerbang masuk. Adalagi spot foto menariknya. Tapi semua fotoke delete tak sengaja.
Hembusan asap dari attic yang dipenuhi lampu-lampu kecil itu berasa di musim salju
Sama aja
Kedai makanan dan Mie Ayam 17 Agustus sebelah kiriku
Tuan rumah yang jadi pembeli
Kegaduhan kita
Arsya yang menggemaskan
Kedai mie ayam 17 Agustus yang ramai pembeli
Full team minus Ade yang sedang fotoin
Di Belakang kami itu Western food area
Mencari jalan pulang
Foto terakhir sebelum pulang