Tuesday, 2 October 2018

TAMAN PURBAKALA KERAJAAN SRIWIJAYA

Minggu tanggal 30 September 2018 aku berencana untuk survey pasar peralatan dan material renovasi kamar mandi. Rencananya mau mengajak Kotada ke toko/supermarket material yang baru launching di sebelah Larisa. Seperti biasalah kalau sudah keluar rumah bersama “3 serangkai” (aku, Kotada dan Atik) aku tak mau hanya punya 1 kunjungan saja. Selalu pakai peribahasa “Sekali mengayuh dayung, 2 sampai 3 pulau terlampau”. Nah ...sudah pasti kebiasaan aku yaitu hunting lokasi untuk refreshing dan jadi objek foto yang bagus untuk di share ke Instagram juga bahan buat updating travel blog.

Semula aku ingin updating Jakabaring Sport City dan jembatan Ampera yang sudah bersolek cantik selama perhelatan olah raga Asian games kemarin. Menyesal memang karena selama perhelatan tersebut aku tidak menyempatkan diri untuk hadir. Yah...jadilah kalau aku datang menengok cantiknya 2 lokasi tersebut saat ini. Lumayan buat ...”menyampah” (heheee...) di Instagram atau biar travel blog aku update (maklum sudah lama tak travelling). Apalagi jembatan Ampera yang telah bersolek cantik itu, aku belum mendapatkan hasil capture foto terbaik di sana. Pas malam hari beberapa bulan lalu hasil fotonya tidak memuaskan sama sekali..... Too much light...!

Oke...perjanjian tentang itinerary a half day sudah deal. Atik dan Kotada ikut aja. Ehhh... selalu saja datang inspirasi untuk menemukan lokasi destinasi wisata baru di Palembang ini. Malam Kamis di saat aku makan sahur tanpa sengaja aku sempat nonton tayangan di AnTV tentang serba-serbi Palembang, Nah.... disitulah ditayangkan tentang TPKS. Dasar otak dan instingku itu langsung korslet jika lihat lokasi yang hits dan bagus buat foto. Aku kok mupeng banget ya buat kesitu. 

Sebenarnya sih aku sudah beberapa kali melihat orang lain upload foto di Instagram saat berada di tempat tersebut, salah satunya yaitu kak Devie. Keren banget fotonya di jembatan merah, dan di icon tulisan I Love warna merah. Aku sempat tanya ke kak Devie, dimana itu. Dia bilang situs Karang Anyar Gandus. Pada saat itu aku gak begitu antusias, secara aku mikir Gandus itu di mana seperti negeri antah berantah. Seingatku aku pernah ke daerah Gandus saat mengantar Piyan dan keluarganya dari Bogor mengunjungi Al-Qur’an Akbar. Tapi kurang berkesan sih karena jalan menuju kesana itu jelek sekali, berlobang, apalagi mobil Jazz aku saat itu beberapa kali “kepantek” di lobang.

Anehnya setelah nonton tayangan di AnTV itu kok aku sangat bergairah sekali buat ke sana yah? Aku kontak Kotada apakah dia tahu lokasi itu? Dia bilang tidak? Hmmmm... aku masih gigih bilang, “tapi kan kita bisa pakai google Map menuju kesana?”. Oh iya bisa...! Dududu...aku bahagia. Mulailah aku browsing-browsing tentang lokasi tersebut, terutama denah lokasi menuju ke sana. Yang aku kuingat adalah Tangga Buntung, Jalan Syakyakirti. Belum puas lagi aku coba kontak Atik, karena sebagai guru yang sering bawa gathering muridnya dia tahu lokasi-lokasi seperti itu. Benar saja dia tahu... dekat SMA 10 katanya. Jadi amannnn....

Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya yang merupakan situs sejarah yang dikenal dengan nama Situs Karanganyar. Nama Situs Karanganyar ini diberikan karena memang secara administratif, situs ini berada di Kelurahan Karanganyar, Palembang. Situs Karanganyar ini kemudian dipugar dan kanal – kanalnya dirapikan. Pada tanggal 22 Desember 1994, Situs Karanganyar ini diresmikan sebagai tempat wisata sejarah dengan nama Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya oleh Presiden Soeharto.

Di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya Palembang, kita dapat belajar mengenai sejarah masa lampau yang berkaitan dengan Kerajaan Sriwijaya. Banyak hal yang dapat kita pelajari dengan adanya Museum Sriwijaya. Museum ini berisi mengenai segala informasi yang berkaitan dengan Kerajaan Sriwijaya. Jadi, dengan berkunjung ke Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya Palembang, kita dapat menambah wawasan kita tentang sejarah Sriwijaya.

Selain sebagai tempat wisata sejarah pada lokasi ini juga difasilitasi dengan berbagai objek menarik seperti kolam buatan, pulau buatan dan juga taman – taman yang cantik dan indah untuk objek foto. Itulah sekilas info yang aku dapatkan dari google searching. 

Lalu....sampailah waktu yang ditentukan. Pagi minggu tanggal 30 September 2018, pas jam 8 kami sudah OTW ke TKP. Tidak sulit dan tidak lama (hanya sekitar 30 menitan) sampailah kami di tempat yang dituju. Aku tersenyum ketika mobil kami masuk gerbang seperti yang aku lihat di browsingan google beberapa hari lalu. Ahaiiii nyampe juga gue ke tempat ini.... Masuk gerbang kami disapa oleh petugas yang sangaaatttt ramah sekali. Mereka tanya berapa orang . 3 orang . Terus si bapak memberikan karcis masuk dan kami harus bayar 12 ribu rupiah saja sudah including parkir mobil. Hmmmm...murah banget. 

Parkiran masih sepi, jadi kami bebas memilih mau parkir di mana. Yah...sudah masukkk... Aku masih agak celingukan sana sini, secara aku sedang mencocokkan dan mencari spot favorit yang pernah aku lihat. Dari lokasi parkir aku langsung mengajak ke sebelah kanan karena kulihat ada hutan kecil yang lebat. Aku pernah melihat foto orang lain di IG di sini dimana hutannya itu sangat artistik, kupikir di situlah. Tapi...kok gak mirip ya? Ah sudahlah cekrek-cekrek saja dulu. Musibahnya di lokasi itu nyamuknya ganas-ganas sekali. Kotada sampai berdarah-darah dan bentol-bentol digigit nyamuk. Pantess gak ada orang yang minat masuk ke hutan kecil ini. Tempatnya juga agak-agak parno gitu...remang-remang..... yo wis lah... puas foto-foto disitu kami naik lagi ke atas. 

Lorong jalan menuju hutan kecil. Lihatlah dinding-dinding itu terlihat pudar dan kotor sekali

Hutan kecil yang rindang



Candid selfie

Di tengah-tengah lokasi ada sebuah pendopo berbentuk rumah Limas, pada saat itu sangat ramai dipakai oleh acara anak-anak sekolah atau pesantren gathering. Kami jalan lebih kedalam lagi. Di sebelah kiri terdapat sarana flying fox khusus anak-anak, lalu ada mushola dan toilet. Dikejauhan ada semacam pendopo lagi yang pada saat itu sedang dipakai acara resepsi pernikahan. Sedangkan di sebelah kanan terdapat pendopo- pendopo kecil yang juga sedang digunakan oleh anak SMA melaksanakan acara semacam outbond, itupun terdiri dari beberapa kelompok yang berbeda. Ramai sekali sepagi ini. 

Beberapa meter kedalam setelah dari gerbang masuk terlihat sebuah icon menarik yang sangat eye-catching. Warna merah menyala tulisan I Love Sriwijaya merupakan spot foto yang bagus yang mengingatkan aku icon serupa di Bandung, Kuala Lumpur atau I am sterdam di Belanda. Keren... Lantas cekrak cekrek kami di sini. Baiklah kita kembali melanjutkan perjalanan. 

Icon favorit

Kudu ada makhluknya biar sahhhhh

Hanya beberapa meter dari icon menarik I Love Sriwijaya terlihat sebuah jembatan penyebrangan yang lagi-lagi eye-catching dengan merah menyala. Ini spot paling instagramable. Di bagian bawah jembatan terdapat danau buatan yang bisa dinikmati dengan berperahu dari hulu ke hilir, tapi sayang karena musim kemarau yang nampak hanyalah endapan lumpur, sedangkan perahu-perahunya terdampar di pinggir danau. Duhhh sayang ya...

Jembatan merah yang kece ....

Tetep bagus sih...

Saya dulu gilirannya

Si merah di arah sebaliknya....
Di bagian seberang jembatan merah kita akan disambut oleh sebuah gerbang cinta berwarna putih. Pada lokasi ini merupakan sebuah taman cantik dengan taman bunga warna warni. Ada pula ayunan kayu yang dapat dijadikan tempat mengaso untuk menikmati semilir angin. Dipojok terdapat sebuah pelataran kayu yang dipagar nya disediakan tempat memasang gembok cinta. Lucunya cuma ada 2 gembok yang terpasang disini. Mungkin masyarakat Palembang belum terbiasa buat pasang gembok-gembok ala-ala Namsan tower di Korea. Mubazir jugalah gemboknya kan harus beli seharga 25 ribu....

Gerbang cinta

Duduk-duduk manja

Pojokan seperti di Situ gunung dan di pagar itu disediakan sarana untuk memasang gembok cinta. Lihatlah cuma segitu doang... 2 biji ...

Taman bunga dan langit biru panorama yang indah sekali
Sampai di taman cinta itu kami sudah berasa jenuh dan bosan, lagipula sudah tak adalagi spot menarik di sekitar situ yang bisa di explore. Memang area TPKS ini tidak terlalu luas, tapi ini baik karena tak terlalu lelah jadinya. Kami memutuskan pulang, di pelataran parkir terlihat pengunjung mulai agak ramai. Kami pun berniat pulang.

Tetapi baru saja menyebrangi jalan tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah replika kapal Chengho dan aku langsung tertarik dan mengajak Kotada dan Atik berhenti. Aku pernah melihat seorang blogger berfoto di kapal Chengho itu, bagus. Kamipun segera berhenti dan turun. Untuk sampai ke area kapal tersebut kita harus melewati jembatan beton berwarna netral yaitu putih. Jembatan ini sudah terlihat lusuh banget karena catnya dibiarkan memudar

Replika kapal Laksamana Chengho

Tujuannya adalah kapal chengho tetapi tepat di depan muara jembatan ada sebuah lokasi yang dipenuhi oleh tumbuhan yang unik. Kalau kata Atik nama tumbuhan itu adalah “Pohon Kari” (kayak nama gulai ya...). Pucuk pohon ini tidak menjulang ke atas melainkan melengkung ke tanah, dan membuatnya seperti payung pelindung. Aku langsung mikir....ini dia lokasi foto yang pernah diupload orang lain ke IG. Baru aja cekrak cekrek 2 kali tiba-tiba seorang petugas wanita mendekat, dengan nada dan intonasi suara yang agak kasar meminta bayar karcis masuk, katanya masing-masing orang 3 ribu rupiah. Aku membalasnya ramah seraya bertanya 

“Oh... lokasi ini lain lagi ya mbak. Beda dengan retribusi dari yang di depan”, aku sih gak masalah bayar juga, iseng aja nanya. 
Eh dia balik tanya “memang ibu sudah punya tiket masuk dari depan?”. 
“Iya...” jawabku
“Coba lihat tiketnya ?”
“Tunggu ya mbak saya ambil dulu karena ditarok di mobil”, baru ngomong gitu tiba-tiba Atik mengeluarkan tiket kami tadi, rupanya Atik yang simpan. Pas aku balik badan, eh ... si mbak sudah tak terlihat bahkan tidak muncul lagi sampai kami bubar. 

Karena tempat itu memang menakjubkan, kami tak puas-puas berpose, termasuk Kotada yang agak kurang suka berfoto jadi mau minta difotoin. Hmmmm.... setelah usai foto disitu kami sudah kehilangan selera buat mengexplore lokasi ini, bahkan kapal Chengho itu juga tidak. Akhirnya kami pulang. Seneng sih karena membawa oleh-oleh foto yang bagus. 

Lihatlah dahan pohon yang melengkung hampir  menyentuh tanah 

Menuntun murid wisata....wkwkwwk

Terkaget kaget ketika anak bujang juga minta difotoin... galak...pule...aku, katanya

Si Bontot centil
Pengarah gaya Kotada Al Fikri
Due beradeng.... Dem...nak cak mano lagi pose oiiii....
Pohon deket pohon kelapa itulah spot foto yang unik. sekali lewat tak nampak bahwa di bawah rindangnya itu begitu indah

Jembatannya sampai karatan gitu yak....


Sedikit review tentang destinasi wisata ini. Tempat ini memang asyik dan cukup interesting buat rekreasi keluarga akhir pekan. Penempatan taman atau spot-spot sangat tertata dan tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan hutan wisata Punti Kayu. Dan satu catatan lagi murah... Namun masih sangat disayangkan karena taman wisata disini terkesan kurang perawatan. Seperti dinding dekat hutan kecil tadi cat nya sudah memudar bahkan mengelupas. Bak sampah yang sudah penuh dan meluber, sepertinya sudah beberapa hari sampah tidak diangkut. Rumput yg tinggi menyebabkan nyamuk merajalela dengan ganas dan siap menghisap darah pengunjung. Fasilitas toilet dan mushollah kurang terjaga kebersihannya. Bahkan di lorong masuk menuju icon I love Sriwijaya beton penyangga untuk lampu penerangan sudah hancur sehingga untuk menahan tiang besi lampu hanya diikatkan tali goni ke pohon. Kurang safety. 

Setiap mengunjungi tempat wisata di Palembang/Sumatera Selatan kesan yang aku bawa pulang selalu sama. Kurang perawatan dan kurang professional. Mungkin karena daerah Palembang dan Sumatera Selatan khususnya masih cukup kaya, sehingga sektor pariwisata itu hanya sebagai income sampingan. Belum menjadi sumber penghasilan utama seperti di Bandung, Bali atau Turki misalnya. Sayang sekaliiii..... but anyway lumayanlah ... Aku berdo’a semoga kotaku ini semakin maju... sektor pariwisatanya sehingga aku bisa promosiin kepada teman-temanku yang dari luar daerah. Inshaa Allah....

Ditutup dengan santap siang di Suki Dinsum



No comments: