Minggu ini adalah “Long Week End”, terkait dengan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Mulai dari Jum’at schedulenya sudah penuh sekali. Jum’at ke toko kain Indonesia dan Maria menemani ibu Angga beli keperluan jahit menjahit. Seharian penuh sehingga karena kelelahan sampai rumah tertidur pulas dan terbangun pas adzan Ashar, usai sholat menyelesaikan setrikaan sibuukkk teu puguh sampai lupa membaca surat Al-Kahfi. Astaghfirullah.....! Maafkanlah aku ya Allah karena urusan dunia ini aku mulai tak istiqomah.
Lantas hari Sabtu sejak ba’da Subuh sudah ke masjid Taqwa untuk ikut pengajian, pulangpun harus mampir ke rumah ibu Angga lagi untuk ambil daging ikan giling pesananku. Seperti biasa kalau sudah bertemu ibu Angga itu tak bisa sebentar, entahlah tak pernah habis cerita kami. Sambil cerita macam-macam, makan siang akhirnya jam setengah 2 baru sampai rumah. Sholat dan akhirnya kembali tertidur dan terbangun saat adzan Ashar. Gedebak gedebuk di dapur mengolah ikan giling tadi. Maghrib selesai juga urusan pempek. Habis Isya aku masih kerja keras lagi, cuci baju bebenah rumah meski sampe jam setengah 12 malam gak juga sempat ngepel. Kenapa sibuk sampai malam karena pada akhir pekanlah rumahku bisa di sentuh total padahal besok minggu sudah berencana untuk jogging dan menelusuri jalan-jalan kota tua Palembang.
Tibalah minggu yang telah dinanti. Heheee... aku sih senang sekali kalau bisa exercise. Sesuai rencana awal yang sangat menjadi kontroversi di awal aku menyusun rute, karena Kotada anak yang sangat pendiam itu sempat berkomentar “Rute itu ditempuh jalan kaki yo bik Esi”. Ketika aku jawab iya dia langsung bilang “Alamakkk... tekepor!” Ahaaaaa....ahaaaa. Aku ngakak sih.
Rute yang aku setting adalah Kemudi – Lemabang – Boom baru – Kuto – Pasar 16 ilir dan sampai jembatan Ampera (karena niatku ingin foto-foto di jembatan Ampera...hiks). Kotada pasti langsung mikir W O W..... karena memang jauhnya lumayan sihhhh. Tapi yang paling bikin dia khawatir dia pikir jalur tersebut akan ditempuh bolak balik. Setelah aku bilang satu jalur saja pulangnya kita naik gocar, baru dia bilang oooohhhh.... Bahkan Atikpun demikian khawatirnya, ketika awal berangkat berulang kali dia bilang, rute yang aku setting itu jauh, gimana kalau kita naik angkot saja sampai Kuto dan baru jalan kaki ke Ampera dari Kuto. Ahaaaa... pada jiper semua, tapi aku tetap ngotot.
Jam 6 kurang 10 kami start dari rumah masa kecilku di jalan Kemudi 3 menuju Lemabang, saat sampai di pasar Lemabang lalu lintas sudah terasa agak ramai, ini artinya sudah agak kesiangan. Jalan terus di jalan yang agak menanjak membuat sedikit “mengas” sampailah di pelabuhan Boom Baru, seperti biasa foto-foto kalau melihat spot agak menarik dan menjadi ikon alias pertanda kita pernah kesini. Dari Boom Baru artinya pasar Kuto tidak begitu jauh lagi (itu menurut kalkulasi aku) nyatanya yah lumayan jauh sih. Seraya bercanda-canda perjalanan menjadi tidak kerasa jauh dan sampailah kami di pasar Kuto.
Start dari rumah masa kecilku ini |
Mampir dulu di pelabuhan Boom Baru |
PASAR KUTO
Pasar Kuto yang berada di Jl. Slamet Riyadi, Palembang, Sumatra Selatan, ini sebenarnya pasar tradisional biasa yang berada di pusat kota Palembang, dan menjual berbagai kebutuhan pokok sehari-hari, seperti sayur-mayur, beras, lauk-pauk, jajanan, dan lain-lain. Tetapi, di sepanjang jalan depan Pasar Kuto ini, terdapat kios-kios tenda yang menjajakan durian. Durian pasar Kuto sangat terkenal “manis”, meskipun sedang tidak musim durian tenda-tenda di pinggiran jalan itu selalu menyediakan/menjual durian. Aku sempat menawari Atik dan Kotada untuk makan durian, mereka menggelengkan kepala.
Di pasar Kuto ini kami mampir sejenak untuk sarapan pagi di warung Abah yang menyediakan makanan khas Palembang. Banyak pilihan sarapan di sini yang terdiri dari makanan khas tradisional Palembang antara lain burgo, lakso, laksan, ragit, laksan, celimpungan. Di meja-meja pengunjung penganan kecil seperti ketan serundeng, pempek sudah tersaji. Kami memesan sajian yang disebut “campur”, maka sajian yang dihidangkan adalah campuran laksan, celimpungan, burgo, ragit dalam 1 piring. Untunglah porsinya tidak terlalu banyak alias pas hanya untuk mengganjal perut saja. Sedangkan minumannya aku memilih air mineral, meskipun aneka rupa minuman juga tersedia seperti, kopi, kopi susu, teh panas manis, teh susu dan minum kemasan.
Palembang tidak hanya terkenal dengan pempek dan pindang saja, namun juga aneka jenis sarapan khas nya yang menggoda. Kawasan Pasar Kuto menjadi tempat makanan khas kota Palembang tersebut. Di kawasan Pasar Kuto terdapat 3 tempat sarapan pagi mulai dari Warung Aba, Warung Kopi Madina, hingga Nasi Minyak Abuk. Umumnya pada pedagang sudah membuka usahanya lebih dari 50 tahun.
Usai sarapan kami kembali meneruskan perjalanan dan aku mulai merasa sedikit lelah, karena perut terisi kali yah?? Sehingga badan terasa berat...heheee.... Dari sini jalan menuju pasar burung agak sedikit harus pelan-pelan dan hati-hati karena jalur yang kami tempuh tidak memiliki fasilitas trotoar untuk pejalan kaki. Terpaksa deh agak mepet-mepet.... Aku sama sekali tak paham daerah sini, untung saja ada Kotada yang paham dan memandu belok kanan, atau kiri atau terus soalnya dari warung Abah tadi banyak sekali belokan. Cukup lumayan jauh sampailah kami ke pasar burung.
PASAR BURUNG
Adalah satu pasar yang menjajakan berbagai jenis hewan, yang letaknya tak jauh dari pasar 16 ilir. Pasar burung merupakan salah satu daya tarik lain bagi siapa saja yang sedang mencari hewan peliharaan. Pasar yang berjajar di sepanjang Jalan Ki Marogan ini menjual berbagai jenis hewan mulai dari burung, ayam, ikan, kelinci, dan kelelawar pun ada disini.
Tak hanya hewannya saja yang banyak di jual disini, banyak juga pedagang yang menjual kadang, makanan, hingga obat - obat untuk hewan tersebut.
Suasana di pasar ini sangat ramai meskipun hari masih cukup pagi. Hal ini disebabkan karena banyak pedagang yang datang dari luar kota palembang. Mereka sengaja datang untuk menjajakan dagangannya. Aku sempat membuat insta story di akun IG ku , lucu deh bapak-bapak pedagang senang sekali di shoot olehku. Hmmm.... mereka kira aku turis. Turis dari Thailand sangka mereka. Kenapa?? Karena saya sipit dan putih yaaa??? Swadikap....!
Pasar Burung (foto diambil dari suatu sumber di google karena aku hanya shoot video di isnta story dan tidak di save) |
Selanjutnya berjalan tak jauh dari pasar burung akhirnyaaaaaaa...sampai juga kami di jembatan Ampera. Sempat foto-foto di depan masjid Agung meski rada sulit karena kondisi dilokasi sangat berantakan, terkait peralatan pengerjaan LRT. Kami hanya foto dari seberang jalan saja. Usai mengabadikan view di atas jembatan Ampera kami kembali jalan tujuannya adalah UKB (Universitas Kader Bangsa) karena kata Kotada disitulah tempat yang pas buat nunggu dan booking gocar sebab jika di Monpera sopir gocar bisa digebuki sopir angkot atau sopir taksi biasa.
Masjid Agung Palembang di kejauhan konon kabarnya inilah titik nol Palembang |
Pasar 16 ilir dan proyek LRT |
Jembatan Ampera kebanggan wong kito galo |
Jembatan LRT |
Jembatan Ampera dan LRT yang berdampingan |
Arah luar jembatan Ampera dikejauhan terlihat tiang-tiang jembatan Musi 6, |
Dermaga 10 Ulu yang tak terawat padahal menarik |
Dermaga 10 ulu andai di sentuh dengan sedikit renovasi akan seperti pelabuhan Sunda Kelapa |
Jembatan Ampera tampak dari dermaga 10 ulu |
Sambil menyusuri trotoar di atas jembatan aku melihat-lihat, ehhhh seketika di bawah kulihat ada view menarik yaitu seperti dermaga yang di bibir sungainya berderet kapal-kapal kecil. Dari atas sih bagus banget seperti daerah Sunda Kelapa. Namun setelah turun... hmmmmm kondisi area kumuh, tanahnya lengket, besi besi bekas beserakan. Rupanya di area itu adalah lokasi peralatan dan penimbunan peralatan pengerjaan LRT milik Waskita Karya. Kulihat dermaga disitu baru ada renovasi, sebenarnya agak serem sih karena meski dia area ini sepi ada beberapa orang laki-laki berseliweran dengan badan kekar dan tampang serem, tapi kami (baca = aku) bener-bener nekad demi dapat foto yang baik. Masih rada bingung apa nama tempat ini (informasi ini sangat penting bagiku untuk menambahkan lokasi saat upload foto di IG dan juga untuk explain saat review perjalanan kami). Pas nyari-nyari papan nama atau apalah sehingga aku dapat info dimanakah saat ini kami berada, lewatlah seorang bapak bermotor membonceng anaknya yang masih kecil. Aku mendekati dan bertanya nama lokasi ini. Ihhhh entah logat dan gaya orang Palembang bapak itu menjawab dengan ketus sangar dan keras seperti membentak “10 ulu”. Aku jiper dengernya, bayangkan suaru selembut aku bertanya dijawab dengan nada yang sangar. Hmmmm... but anyway bersyukur masih dijawab ya... Terima kasih bapak. Ternyata rute yang kami jalani hari ini memang lumayan jauh. Faktanya adalah pertama saat aku share foto di group family, ibu Angga langsung berteriak astaghfirullah... alangkah jauhnyaaaa. Kedua faktanya aku langsung tepar ketika sampai rumah tertidur pulas dari jam setengah 1 sampe adzan Ashar. Badan pegel bahkan nundukpun berat ahaaaaaa......
Dan usai ambil beberapa foto kami melanjutkan perjalanan lagi menuju UKB seraya nunggu gocar. Dari bawah jembatan Ampera itu kami mampir lagi ke PTC untuk belanja bulanan dan sekalian makan siang, tapi karena hari masih lumayan pagi (jam 8.15) sedangkan mall baru dibuka sekitar jam 10 keatas. Disamping itu Kotada dan Atik sakit perut mau BAB (WC mall pun belom dibuka) maka kami memilih pulang ke rumah by gocar saja.
PTC Mall masih lengang tapi kalau mau ikut senam bersamanya sudah telat |
Menunggu jemputan pak "Gocar" |
Demikianlah rentetan perjalanan panjang kami hari minggu kali ini, reviewnya adalah sesungguhnya kota Palembang itu mempunyai spot-spot menarik yang sangat banyak yang bisa dijadikan potensi wisata. Sayangnya tidak dikelola dengan baik. Seperti di pasar Kuto ada toko kopi tua “Kopi Roda” bangunan tuanya sangat artistik jika dilestarikan atau di berikan sedikit sentuhan renovasi tanpa mengubah keaslian sejarahnya boleh jadi akan bisa di munculkan sebagai destinasi wisata seperti toko kopi di jalan Braga Bandung atau di Kota Tua Jakarta. Trus... daerah 10 ulu yang merupakan dermaga kapal-kapal kecil itu bisa diolah sehingga menjadi seperti pelabuhan Sunda Kelapa. Sungai Musi dan area pesisir serta bangunan di pinggirannya bisa ditata sehingga bisa menandingi “Seine river cruise” di Paris, atau “Canal Cruise” di Amsterdam Belanda, atau pesisir dibawah jembatan “Bosphorus” Turki. Palembang ini kaya.
Belom lagi timbunan sampah yang banyak dan menyengat di area bawah jembatan Ampera sangat tidak menarik hati. Tumpukan sampah yang menggunung di aliran sungai-sungai kecil di sepanjang jalan daerah Kuto sangat-sangat mengganggu pemandangan (Lihatlah Amsterdam Belanda, kanal alias saluran got saja bisa dilalui kapal kecil saking bersihnya!). Aku miris, sedih lihat kotaku. Kota yang sangaaaaatttt kaya potensi wisata, namun belum terjamah belum diolah. Entahlah ...apa penyebabnya apakah tak bisa maju karena pola perilaku masyarakatnya yang belum bisa maju??? Ataukah kekurangan dana untuk mengelola???? Ataukah pimpinan daerahnya yang belom memiliki ide dan kreatifitas untuk mengelolanya???? Wallahu alam.... aku hanyalah rakyat kecil yang mengkhayal dan memimpikan kotaku, negaraku bisa maju dan memanfaatkan kekayaan alam yang telah dianugerahkan oleh Allah (aku memimpikan ini berdasarkan penglihatan dan pengalamanku travelling ke luar negeri. Sesungguhnya luar negeri itu tak ada apa-apa dengan alamnya. Tidak kaya. Maka dengan keterbatasan yang mereka miliki mereka berusaha keras mengelolanya dengan baik sehingga berbondong-bondong wisatawan datang melihat keindahan yang mereka ciptakan sendiri). Yang bisa aku lakukan hanyalah memperbaiki diri dengan tingkat kedisplinan diri seperti mematuhi aturan yang sudah ada dan selalu membuang sampah pada tempatnya (inshaa Allah aku akan konsisten untuk sampah ini, kulit permenpun aku selalu kantongi sampai aku membuangnya di rumah) dan terakhir mendo’akan kotaku dan Indonesia bisa maju ke depannya. Aamiinn....
#palembangindah #inipalembang
No comments:
Post a Comment