Sabtu, 18 Februari 2017
Setelah menempuh penerbangan selama 7 jam, akhirnya jam 9.00 pagi waktu Korea (perbedaan waktu antara Korea dan Indonesia adalah 2 jam. Korea lebih cepat 2 jam), kami mendarat di bandara Incheon. Begitu turun dari pesawat belum terasa perubahan cuaca karena kami turun melalui garbarata dan langsung menuju area departure yang nota bene masih di dalam ruangan. Tapi satu hal yang sangat menarik perhatian dan menjadi catatanku adalah “kebersihannya”. Luar biasa....! Dari berbagai sumber yang sempat aku searching di google mengatakan bahwa bandara Inchieon merupakan pintu gerbang international.
BANDARA INCHEON KOREA SELATAN
Bandara Incheon, adalah sebuah bandara yang terletak di sebuah pulau sendiri yang dihubungkan ke kota metropolitan Seoul dengan jembatan panjang membentang di atas laut. Begitu keluar pesawat, dan berada di bandara Incheon, aku langsung dibuat takjub dengan kondisi bandaranya, terang, bersih dan canggih. Lapisan karpet berwarna biru di area pertama departure setelah keluar dari garbarata merupakan pemandangan pertama yang impressif sekali. Sangat bersih bahkan debupun tidak nampak sama sekali. Pada dinding bangunan terlihat slide monitor gambar-gambar tentang icon objek wisata Korea. Interior bangunannya juga terkesan futuristik dengan dominan warna abu-abu di dalamnya. Bangunan bandara Incheon terdiri dari 4 lantai, yang terdiri dari terminal keberangkatan, terminal kedatangan, saluran rel kereta bawah tanah (subway) dan lantai terbawah semacam untuk office
|
Arriving area Incheon Airport sesaat setelah kita keluar garbarata. Karpet biru dan slide monitor ukuran besar di dinding yang memajang spot wisata Korea. |
|
Area yang menarik sekali sehingga cukup memakan waktu untuk foto-foto di area ini. Bergantian pula 7 orang..hmmm... |
|
Lihatlah dinding kaca yang membuat ruangan menjadi terang benderang dan karpet biru yang sangat bersih sekali |
Proses selanjutnya adalah kami harus melewati barisan panjang di imigrasi kontrol. Memang bulan Februari merupakan highseason untuk wisata ke Korea. Smart Entri Service adalah program wisatawan terbesar yang dioperasikan oleh Korea yang menyediakan proses mempercepat untuk pre-approved, low-risk travelers melalui penggunaan e-gates. Bea Cukai dan Border Protection AS telah bermitra dengan imigrasi Korea untuk menghubungkan program SES dengan program Global Entri. Anda perlu mengajukan permohonan sebelumnya untuk layanan ini.
Kami hanya mengikuti mbak Nuri saja untuk melakukan imigrasi kontrol secara normal agar dapat cap kedatangan katanya di pasport (hmmm... penting untuk rekomendasi pengajuan visa jika kita ingin bepergian ke luar negeri). Dalam proses ini pula kami harus mengisi kartu data kedatangan 2 buah yang telah dibagikan di pesawat. Ini juga yang membuat agak lambat karena aku dan juga rombongan tidak begitu menganggap kartu itu penting untuk diisi malah punyaku entah tinggal dimana. Dengan sabar mbak Nuri mengisi kartu tersebut untuk kami satu persatu.
Keluar dari imigrasi kontrol kami langsung menuju gate 8 dan turun ke bawah di area pengambilan bagasi. Di bandara ini tidak terdapat orang-orang yang menawarkan jasa angkut bagasi. Jadi kita bisa menunggu bagasi dan mengambil trolly dengan tenang tanpa ada kamus rebutan. Bahkan trolly untuk mengangkut bagasipun tersedia dalam jumlah yang cukup banyak dan free alias gratis (berbeda saat di Eropah trolly ini harus berbayar dengan biaya seber 2 euro per trolly). Semua tindak tanduk dan kegiatan manusia yang ada di bandara ini terlihat sangat tertib.
Rombongan kami merasa nyaman karena Idham dan Kotada sudah mengurus bagasi kami. Sementara Idham dan Kotada menunggui barang bawan kami langsung menuju toilet untuk bebersih, berganti baju, cuci muka, sikat gigi dan make up. Kita dapat dengan mudah menemukan keran air minum yang biasanya berada di depan pintu toilet. Jangan merasa was was air dari keran air minum ini memang higienis untuk diminum tanpa efek samping sakit perut atau apapun. Hehee... aku sudah mencobanya.
Bukan bermaksud merendahkan Indonesia, pemandangan kontras antara bandara Incheon dan Soekarno-Hatta bukan hanya ada di kondisi fisiknya saja. Di Incheon, begitu keluar pesawat, kita bakal digoda dengan iklan-iklan pariwisata Korea yang mencolok di tembok tembok di sepanjang jalan mulai dari garbarata hingga loket imigrasi. Bagaimana dengan bandara Soekarno-Hatta? Yang ada malah peringatan bahaya narkoba, stop perburuan binatang langka, stop korupsi dan misal kalau pun ada iklan pariwisata suatu daerah, fotonya sangat kecil sekali. Tapi saya tetap berharap bandara Soeta akan mampu seperti Inheon someday...inshaa Allah! Terlebih lagi setelah kita punya terminal 3 yang desainnya rada-rada mirip. Amin...!
Selesai berdandan akhirnya kami keluar menuju tempat meeting point, disana sudah menunggu local guide kami. Seorang laki-laki yang masih lumayan muda bernama Mr. Jin, ramah (karakter orang Korea memang ramah, sopan dan baik hati) dan fasih berbahasa Indonesia. Menurut cerita beliau untuk fasih berbahasa Indonesia dia sempat kuliah di UI selama 3 tahun. Dia juga paham tentang budaya dan karakter orang Indonesia. Jadi inget Ramazhan local guide saat ke Turki.
Sebelum melangkah keluar aku masih harus ke ATM untuk tarik tunai uang dalam bentuk Won. Ini fasilitas memudahkan disamping kursnya relatif lebih bagus. Kita tidak perlu menukarkan mata uang sebelum berangkat. Di Palembang agak sulit mendapatkan won. Penukaran won di palembang hanya bisa dilakukan di money changer (dan itupun cuma ada di money changer yang di dekat bakery Taman Kenten), kurs dan ratenya sangat tinggi sekali. Selanjutnya kami menuju terminal bus yang telah menunggu. Sebelum naik ke dalam bus, serahkan saja koper / bawaan kita ke petugas shuttle bus bila naik shuttle atau ke sopir. Mereka akan mengangkat dan mengatur ke dalam bagasi bus, dengan suka cita! Semua free dan gak bakal ada yang tiba-tiba minta uang rokok atau tips. Aku melihat Mr. Jin juga sangat senang hati membantu mengangkat koper dan menyusunnya ke bagasi. Luar biasa... amazing people!
Keluar dari bandara waktu sudah menunjukkan pukul 11 lewat. Jadi terpaksa ada beberapa itinerary yang harus di skip dan dipindahkan ke hari lain. Kalau dalam itinerary semula pertama datang kami akan langsung menuju Kimchi school dan Handbok experience maka kedua schedule itu harus di skip dan dipindah ke hari ketiga. Tujuan awal hari ini adalah lunch di Korea tradisional cuisine yaitu “Bulgogi”
|
View di kiri kanan jalan sepanjang jalan keluar dari bandara. Air sungai yang membeku. |
Maka kami langsung diantar untuk makan siang ke sebuah resto tradisional Korea “Gungjo” yang lokasinya berada di lantai 2 sebuah gedung pertokoan. Masuk ke resto aku terpesona dengan desain interiornya yang memiliki ciri khas Korea. Kami duduk lesehan di lantai yang terbuat dari kayu dan kursi tipis terbuat dari kayu pula. Heater atau pemanas ruangan mengalir di bagian bawah lantai kayu tempat kami duduk. Indonesia memang luar biasa...karena sebagaian besar pengunjung resto tersebut adalah group tour dari Indonesia. Artinya Indonesia itu kaya... :D.
|
Harus mengeluarkan energi dulu sebelum kita santap |
|
Jangan tanyakan seberapa dinginnya ya Bunga. Oh no...freezing |
|
Papan nama mengindikasikan ini Nami Island |
|
Disain cerobong penghisap asapnya antik |
|
Keren ya biar lapar masih bisa kocak. Iam...Atik |
|
Exis dan lapar itu kebutuhan pokok... |
|
Antara lapar dan kedinginan menyatu |
|
Full team siap santap siang, selang perunggu yang ada diatas adalah alat penghisap uap. |
|
Meja 3 menanti harap harap cemas |
Bulgogi adalah masakan daging asal Korea. Daging yang di gunakan adalah daging sapi yang bagus (Sirloin). Menu ini terbuat dari irisan daging sapi yang di celupkan dalam saus yang terbuat dari jus buah pir, bawang putih, kecap, dan lainnya. Rasanya, adalah sepotong daging gurih, manis, dan lezat mirip semur daging. Di Jepang, makanan sejenis ini di sebut Yakiniku. Tetapi, bumbu daging untuk Bulgogi di buat lebih manis. Air pada bumbu cukup banyak sehingga daging di pangang di atas panci datar. Didalam panci tersebut juga berisi berbagai macam campuran lain seperti jamur, labu kuning, pokcay, kol.
|
Penampakan Bulgogi yang yummi itu.... |
Setiap meja terdapat hidangan satu panci dengan dikelilingi menu lain yang disediakan dalam piring-piring kecil, seperti kimchi, teri cabe hijau, bola-bola tepung beras rasa gurih udang yang dilumuri saos manis asam, salad buah dan masih banyak lagi. Sayangnya aku lupa mengabadikannya secara rinci.
Kami makan dengan lahap karena memang sudah terlalu lapar, sarapan di pesawat tadi aku cuma menyantap sepotong rotinya saja, karena bubur sayur yang disajikan masih cukup meragukan bagiku. Ada suatu hal menarik yang aku catat dari cerita Mr. Jin. Resto di Korea biasanya dikelolah oleh sebuah keluarga, sehingga yang menjadi juru masak mungkin saja ibunya, bapaknya bisa sebagai kasir, anak-anaknya sebagi pelayan/penyaji. Sebuah resto Korea tidak pernah meng”hired” orang lain untuk dijadikan pelayan, karena bayarannya sangat mahal, maka itulah semua dikelola sendiri.
Menariknya lagi mereka membiasakan setiap pengunjung resto menjadi orang yang mandiri dan tidak harus dilayani (ini juga menjadi kebiasaan hidup orang Korea “mandiri”). Seperti mengambil tambahan minum, nasi, mengambil sayur atau lauk tambahan pengunjung harus melakukannya sendiri. Jadi begitu pemilik resto selesai menyajikan menu maka aktivitas selanjutnya adalah tanggung jawab pengunjung. Aku kagum dengan Mr. Jin dia merelakan dirinya sebagai pelayan yang meladeni kami. Memberikan tambahan kuah bulgogi, sayur, lauk, minum. Hmmmm... amazing banget sikap orang Korea terhadap tamu. Aku suka sekali dengan keramah tamahan penduduk negara ini sejak menginjakkan kaki di Incheon pagi tadi. Love it....!
|
Family foto group |
|
Eksisss terussss.... tiada taraaa |
NAMI ISLAND
안녕하세요!
Nami Island adalah pulau mungil yang terletak di Kota Chuncheon, provinsi Gangwon-do. Nami Island berjarak 63km dari ibukota Seoul, dan bisa ditempuh sekitar 2-3 jam perjalanan dengan mobil. Sekilas kisah tentang pulau ini, dulunya tempat ini bukanlah pulau melainkan daratan biasa. Namun sekelilingnya terendam air sungai sehingga membentuk sebuah pulau kecil ditengah sungai. Namanya sendiri berasal dari Jenderal Nami, yang merupakan salah satu jenderal di Dinasti Joseon, yang mati dibunuh karena fitnah orang-orang yang iri akan kecerdasannya.
Para pecinta drama Korea pasti sudah tidak asing sama pulau yang satu ini. Nami Island (남이섬) merupakan pulau yang sering dijadikan lokasi shooting drama atau film Korea. Salah satunya adalah drama Winter Sonata yang sudah sangat terkenal. Maka dari itu tidak hanya turis lokal, turis mancanegarapun banyak yang datang kesini.
Dari google search aku mendapat informasi tentang tips jika ingin ke Nami Island, berangkatlah pagi hari, karena perjalanan cukup memakan waktu. Ada dua cara untuk ke Nami Island, yang pertama adalah dengan Subway (sekitar 2000won, 2,5 jam, one-way), yang kedua adalah dengan ITX (5200won, 1 jam, one-way) menuju Gapyeong Station (가평역). Teman-teman bisa pilih yang mana yang lebih sesuai dengan budget dan waktu yang dimiliki.
Dari Gapyeong Station menuju Nami Island hanya berjarak sekitar 10 menit perjalanan. Jika kamu berpergian sendiri atau berdua, direkomendasikan untuk naik bus dari depan Gapyeong Station (1200 won per orang). Tapi jika bertiga atau berempat, naik taksi akan lebih murah dan praktis, hanya sekitar 4000 won saja. Nah, kalau teman-teman ingin ke objek wisata lain seperti Petite France dan Garden of Morning Calm, kita sarankan untuk naik Gapyeong Travel Bus. Harga tiketnya adalah 6000won perorang dan bisa digunakan selama seharian penuh. Jadwal busnya seperti foto diatas.
|
Pandangan pertama yang terlihat begitu keluar dari bis |
Jam 3 lewat kami sampai di pelataran imigrasi pemberangkatan Ferry menuju Nami Island. Mr. Jin local guide kami yang sabar dan sangat memahami mempersilahkan kami ke toilet dulu sebelum menyebrang. Sampai di gerbang utama Nami Island, pengunjung harus membeli tiket yang disebut "Entry Visa" atau visa masuk negara Nami. Harga tiket masuk adalah 8000 won (sekitar Rp 96.000), sudah termasuk tiket round trip kapal ferry menuju Nami Island (tetapi karena ikut tour group semuaya biaya sudah termasuk di dalam total biaya). Bagi yang suka tantangan, boleh mencoba menyebrangi sungai dengan Zip Wire atau semacam flying fox. Harganya 38.000 won atau kurang lebih Rp 450.000. Dalam satu menit kamu sudah sampai ke Nami Island. Ayo siapa berani?
|
Gerbang masuk Imigrasi Nami Island |
|
Masih sempat foto di pinggiran dermaga Ferry sebelum naik |
Selanjutnya kami masuk ke ferry untuk menyebrang. Di dalam kapal, pengunjung sangat ramai sekali. Pemandangan di sekeliling pulau di luar kapal sangaaaaat indah. Hamparan laut atau danau, lalu bongkahan-bongkah es membatu yang mirip stalagtit terbalik juga berjejer di pinggiran sebenarnya bagus sekali untuk jadi objek foto. Tapi tak satupun kami yang berani keluar karena udaranya sangat dingin.
|
Suasana di dalam Ferry, comfortable karena ada heater |
Setelah menyebrangi sungai dengan kapal ferry, akhirnya tiba di Nami Island (waktu untuk menyebrang hanya sekitar 5 – 7 menit). Bongkahan es batu yang indah menyambut kami! Indah sekali. Benar-benar seperti di drama Korea. Menurut Mr. Jin untuk winter tahun ini terjadi anomali cuaca sehingga di Korea salju jarang turun. Tetapi suhu udara sangat dingin, suhu udara saat itu berkisar minus 3 derajat celcius tetapi disaat angin berhembus suhu udara bisa mencapai minus 10 – 12 derajat. (Meski salju tidak turun di sepanjang perjalanan menuju Nami Island tadi aku menyaksikan banyak sekali hamparan sungai yang airnya membeku. Takjub sekali melihatnya!). Di dalam kawasan Nami Island juga terdapat kebun binatang mini, taman bermain untuk anak dan beragam fasilitas lainnya seperti restoran, cafe, toko souvenir, perpustakaan, bank, money changer, dan musholla.
|
Bongkahan es yang cantik menjadi welcome greeting |
Selesai berfoto di bongkahan es yang indah tersebut Mr. Jin menyuruh kami berkumpul untuk diberikan sedikit pengarahan mengenai spot-spot penting di Nami Island dan yang paling penting kami sudah harus berkumpul kembali di meeting point jam 5 kurang 15 menit. Begitu bubar jalan kami (Iyun, Atik, aku dan Nuri) bergegas mencari musholla untuk sholat Ashar dan Dzuhur. Cukup jauh ke dalam lokasi mushollahnya. Mushollah tersebut cukup besar dan bagus. Bahkan tempat sholat juga kamar mandinya sangat rapih dan bersih. Ketika kami masuk ke mushollah banyak pengunjung yang merupakan group tour dari Indonesia baru saja menyelesaikan sholat mereka. Mereka menyapa ramah dan memberikan instruksi ke arah mana kami harus masuk, karena melihat wajah kami yang masih bingung.
|
Gedung Musholla yang ada di Nami Island |
|
Lorong masuk ke tempat sholat |
Ruang sholat terletak di lantai 2 sedangkan di lantai dasar terdapat perpustakaan serta ruang bermain anak. Alhamdulillah...kaum muslim di Korea yang telah mendirikan dan memelihara fasilitas ini. Subhanllah...semoga Allah merahmati mereka.
|
Satu spot menarik yang diambil Iam dan Kotada |
|
Jajaran pepohonannya itu gak sebagus di foto-foto orang |
Sudah tidak sempat lagi memikirkan spot dan teknik pengambilan gambar yang baik. Padahal rencanaku selangit untuk ambil gambar di tempat ini, malah sempat mencari referensi teknik pengambilan gambar yang hasil terbaik sebelum berangkat. Hmmmmm.... Karena diburu-buru waktu yang sempit bahkan sudah berkali-kali Nuri menelpon aku sengaja tidak mengangkatnya. Pastilah itu telpon untuk menyuruh segera ke meeting point karena memang batas waktunya sudah lewat. Dengan sangat menyesal aku tidak dapat menemukan patung Bae Young Joon dan Choi Ji Woo yang merupakan aktor dari drama Winter Sonata. Patung kedua aktor ini pun menjadi icon dari pulau ini. Kepopuleran drama yang ditayangkan pada tahun 2002 ini memang menjadi faktor utama Nami Island dikembangkan menjadi objek wisata. Benar sekali suggestions dari beberapa traveler yang menyarankan sebaiknya kita harus berangkat dari pagi hari bila ingin explore Nami Island.
|
Bunga dapet foto di spot menarik |
|
Salah satu icon utama juga di Nami Island |
|
Salah satu view di Nami Island |
|
Wisatawam lokal yang sangat ramah... Ajumaaa...dia panggil kami. Wah sudah tante-tante dong saya... |
|
Ajuma yang baik hati..... |
|
Yang terlalu sibuk foto... amazing ya Iam? |
|
Salju yang cukup tebal |
|
Sempat foto di tempat Komedi traveller |
|
Foto group sebelum pulang |
|
Gerbang Ferry saat kembali |
Acara selanjutnya adalah makan malam dengan menu ayam panggang. Di resto ini pula kami belajar makan ala-ala Korea yang pernah aku lihat di drama-drama. Sajian makam malam ini adalah ayam yang diiris tipis-tipis dan dimasak dengan cara dipanggang yang panggangannya langsung di atas meja. Sebelum dimasak biasanya lembaran-lembaran daging ini akan dimarinasi atau didiamkan terlebih dahulu dengan campuran kecap, gula, minyak wijen, bawang putih, lada, dan juga bumbu lain seperti jahe supaya rasanya lebih lezat dan teksturnya lebih lembut.
Selain ayam panggang beragam lauk lain yang masing-masing disajikan dalam mangkuk-mangkuk kecil. Kami diajarkan cara menyantap ayam panggang tersebut ala Korea . Sepotong ayam panggang dibungkus dengan daun selada bersama olesan sambal kemudian siap untuk dilahap. Rasanya yummi...agak pedas seperti daun mint dan terasa rasa asam alias kecut dan pedas dari sambal. Ahayyy.... maknyus.
|
Dinner dengan menu ayam panggang khas Korea |
Di dekat toilet ada toko souvenir yang menjual berbagai macam pernik. Baru hari pertama di toko ini kami sudah mulai merogoh kocek. Tapi apapun yang dibeli adalah bermanfaat yaitu peralatan winter yang masih kurang. Karena peralatan winter yang kami bawa dari Indonesia tidaklah memadai untuk menjadi pelindung diri di tengah cuacanya yang extrim dingin. Jauh dari prediksi kami. Aku sendiri membeli sarung tangan winter dan kaos kaki winter tebal. Tami juga membeli beberapa pernik penting termasuk longjhon.
Sebelum sampai ke hotel kami masih harus mampir lagi ke suatu rest area agar sopir bisa sedikit melepas penat. Toilet visiting, minum kopi atu snack yang hangat dan seperti biasa merogoh kocek lagi di toko souvenir yang ada di sana. Aku sempat membeli longjhon. Demikian juga yang lainnya. Semua yang dibeli adalah perlengkapan winter yang memadai.
Usai melepas penat dan merogoh kocek bis melaju ke tempat kami menginap. Malam ini kami akan menginap di sebuah kondominium di area sekitaran Mount sorak. Kondominium ini dipilih supaya keesokan harinya saat kami ke Mount sorak tidak memerlukan waktu yang lama. I-Park Kondominium.
I – Park Kondominium adalah sebuah kondominium yang terletak di daerah Goseong-gun, Gangwon-do. Kalau tidak salah inget kondominium ini terdiri dari 8 lantai. Aku sendiri malam itu mendapat kamar di lantai 4. Desain interior kamar memakai etnik khas korea. Dimana lantainya terbuat dari kayu yang dibawahnya mengalir heater. Suasana kamar jadi hangat. Terdapat pula perangkat dapur dan memasak lengkap bahkan terdapat mesin cuci otomatis segala. Kamarnya sangat luas. Aku hanya mengintip-intip saja pernik dapurnya tidak berniat untuk memakai ataupun menyentuhnya.
Setelah mandi (perlu diingat bagi traveler, karena Korea sudah menjalankan prinsip go green maka di setiap hotel atau penginapannya tidak menyediakan sikat dan pasta gigi yang hanya sekali pakai itu. Handukpun tidak tersedia, Jadi bila travelling ke Korea kita harus membawanya sendiri) dan sholat aku masih harus membereskan koper karena esok hari kami akan pindah hotel. Bagiku membereskan koper tidak terlalu sulit karena aku mempunyai tips dalam packing baju untuk setiap travelling. Aku mengemas seluruh perlengkapan yang akan dipakai perharinya yang terdiri dari baju, dalaman termasuk legging, longjhon, CD dan bra, ciput, jilbab, bahkan kaos kaki dan bross dalam satu kemasan plastic bag. Sehingga aku hanya perlu membuka koper dan mengeluarkan 1 plastic bag, mengeluarkan seluruh isinya ke dalam lemari. Selanjutnya pakaian kotor yang aku pakai hari ini aku lipat dan aku masukkan kedlam plastic bag lalu kususun di bagian paling bawa isi koper. Sudah tinggal ditutup saja kopernya. Setelah rapih aku merebahkan diri meski agak sulit tidur karena suara angin sangat kencang sekali di luar, sehingga membentur jendela kaca dan menimbulkan suara gaduh sekali. Aku takut.... dan akhirnya karena terlalu capek aku tertidur juga.
No comments:
Post a Comment