Tuesday, 3 January 2017

WEST EUROPE TRIP DAY 8tH, SWITZERLAND

Day 8th, Kamis 25 November 2016
MOUNT TITLIS

Direncanakan kami akan meninggalkan Terrace hotel jam 8 pagi. Jadi jam 7 kami sudah di resto hotel. Aku mengambil menu spageti (meski rada-rada ngeri akan tercemar harm, tetapi aku pe de aja karena tidak ada taburan daging atau sosis disana), sepotong roti gandum yang kuoles selai strawbery dan segelas orange jus. Resto belum begitu padat dan tumben rombongan Marwa cs itu sudah ada di resto. Rasa spagetinya agak aneh tetapi setelah diracik dengan menambahkan bubuk cabe dan garam terasa lumayanlah. Ternyata setelah memakan sepinggan kecil spageti dan segelas orange jus itu aku merasa kenyang. Karena sudah terlanjur ambil sepotong roti itu aku lipat dan bungkus. Rencananya mau aku buat bekal aja, sayang dan mubazir dibuang. Tetapi sebelum selesai aku membungkus sisa roti itu dengan tisue tiba-tiba datang seorang pelayan wanita dengan wajah bengis berkata. “You only can eat the food here, and may not bring the food out from restaurant”. Wah...karena memang tak pernah membungkus atau mengambil makanan mukaku memerah, malu sekali. Seakan kami perampok aja. Akhirnya roti itu aku letakkan lagi dipiring dan tak jadi aku bawa. Cuma sekeping...bukan setangkup. Ih....sadis amat sih! Belum lagi rasa maluku hilang pelayan wanita yang sama itu mengusir kami yang masih ngobrol. Jika sudah makan silahkan ke luar ini tempat makan bukan tempat ngobrol katanya.

Ya Allah... serem amat ini hotel! Pantesan gak ada wisatawan yang mau nginep disini. Dan kejadian yang aku rasakan ini bukan terjadi pada kami saja. Teman-teman yang lain juga mengalaminya. Huft...bener juga kata pak Masykur, mereka orang-orang Eropah adalah kaum materialistis dan tidak mempunyai sisi humanis. Dari awal sampai hari ini semuanya sama dimana segala sesuatu dikalkulasi secara “accountable” sehingga mereka tidak mementingkan rasa kepuasan pelanggan. Kok teori manajemen pemasaran tidak berlaku di Eropah? Hanya negara Belanda yang masih memiliki rasa humanis.

Kami menunggu keberangkatan dan peserta lain berkumpul dengan mengabadikan pemandangan di teras hotel yang sangat indah. Cuaca dingin kabul tebal menyelusup. Setelah puas berfoto-foto peserta sudah siap berangkat, lalu kami kembali menuju pelataran parkir melalui rute kemaren. Lewat lift sederhana, lorong terowongan yang seram dan menuju pelataran parkir dengan catatan geret-geret koper yang gede. Ahaaa...
Teras hotelnya hmmm...cool bro..!
Balkon Terrace Hotel...pemandangannya wowo...
Puncak Mount Titlis terlihat di kejauhan
Gak berasa puas foto-foto di keindahan seperti ini, coat rajut baru yang dibeli semalam kembaran dengan uni Yulimar dan mbak Indah
Kabut saljunya pekat...dan membekukan tubuh
Indahnya lukisan Allah...
Sengaja digelapkan supaya embun salju yang memutih itu makin nampak jelas
Bayangin damainya ini dilihat dari balkon hotel...
Bersyukurlah jadi objek fotoku hasilnya pas...
Titlis adalah sebuah gunung di pegunungan Alpen dan terletak di Engelberg, sebuah desa dekat Kota Lucerne di Swiss. Puncak Titlis mencapai 3.020 meter. Dan berlokasi di atas garis salju beriklim salju dengan salju abadi sepanjang tahun dan temperatur yang berada pada titik beku.

Bis travel yang kami tumpangi melaju kencang menembus kabut dan awan salju. Perjalanan menuju Mount Titlis ditempuh hanya dalam waktu kurang lebih 15 menit. Udara dingin semakin terasa menusuk ketika bis kami berhenti di pelataran parkir, namun hamparan keindahan bukit-bukit salju dan berjalan di atas permukaan es menjadi sensasi tersendiri yang sulit diungkapkan, ini kulihat dari ekspresi para peserta lain yang mengungkapan rasa takjub mereka dengan cara tersendiri. Aku sendiri sudah tidak begitu exited sekali karena aku sudah merasakan sensasi salju pada saat kami ke Uludag Turki (pada saat itu saking takjub aku merasa ingin menangis melihat bulir-bulir salju yang luruh ke bumi sebagai suatu kebesaran Allah). Dari pelataran parkir kami harus berjalan sekitar 5 menit menuju gedung tempat terminal kereta gantung.

Sampai di terminal kereta gantung kulihat thermometer di dinding menunjuk angka minus 5 derajat celcius. Hmmm.... Suasana sangat hiruk pikuk, padat sekali pengunjung dari berbagai travel group dan berbagai negara. Ada travel group dari Malaysia, India, China dan entah darimana lagi. Pak Irwan berteriak menyuruh kami berkumpul di pojokan yang agak sedikit lega. Pak Irwan memberikan sedikit pengarahan dengan suara hampir tidak terdengar saking ramainya pengunjung. Aku mendengar dengan seksama.

Berombongan kami naik escalator menuju lantai 2 yaitu terminal cable car yang pertama. Deretan panjang antrian untuk naik cable car.  Setiap cable car mempunyai kapasitas 8 orang. Cable car berhenti di sebuah stasiun. Sesuai arahan pak Irwan tadi dari sini kita akan naik lagi cable car dengan kapasitas angkut yang lebih besar menuju terminal gedung di puncak Mount Titlis. di lantai 4 Tetapi karena cuaca tidak memungkinkan (terjadi badai salju) maka rute tersebut ditutup. Jadi kami turun lagi melalui lift ke lantai 2. Dari sini kami naik lift ke lantai 5 dan akhirnya masuk ke cable car yang kapasitas angkutnya lebih dari 20 orang. Seorang laki-laki tampan dan ramah mengemudikan cable car tersebut.

Berada diatas ketinggian yang menjulang dengan hamparan lereng-lereng salju dan hanya bergantung diatas sebuah kabel (seutas tali menurut versiku) membuat seluruh perasaanku berkecamuk. Antara takjub juga takut. Bagaikan burung yang terbang bebas di udara sambil menikmati pemandangan yang luar biasa indah bertabur salju. Sungguh, keindahan yang membentang ini bagaikan sebuah lukisan buah karya sang Maha Pencipta. Daun-daun cemara hijau mengintip dibalik timbunan salju yang memutih berkilau diterpa hangat mentari. Langit biru kontras dan manusia-manusia yang berseluncur di bawah terlihat begitu kecil.

Sangat tinggi dan tak berbatas yang terlihat hanya serpihan putih membentang seluas mata memandang. Namun meskipun aku dalam ketakutan peserta lain luar biasa exited dan heboh. Ada yang sibuk berfoto dan berteriak-teriak histeris senang. Ya Allah... Subhanallah nyaliku ciut aku takut kabel kereta ini putus dengan kehebohan mereka. Belum lagi udara dingin itu menusuk meski di dalam cable car itu ada heater. Bayangkan tadi saat di terminal pertama dan masih di bawah temperatur sudah menunjukkan angka minus 5 oC apalagi disini di ketinggian yang berselimut salju ini? Kami bertiga aku, Atik dan Kotada diam saja di pojokan. Seperti biasa bibirku tak lepas melafazkan dzikir.

Akhirnya cable car sampai juga di terminal yang berbeda. Karena lift penuh kami yang masih dianggap muda naik tangga menuju lantai empat. Lumayan...huft. Kami dikumpulkan lagi dan diberi pengarahan bahwa meeting point adalah lantai 4 dan di tempat ini juga kami bisa sholat di lorong kosong sebelah kiri tangga. Untuk menuju menara building dimana kita dapat langsung bersentuhan dengan salju kami harus naik lagi ke lantai 5. Bubar pengarahan kami langsung menuju lantai 5. Pengunjung sangat padat, kami segera ke area luar yang merupakan hamparan halaman salju. Aku terperangah melihat ulah pengunjung yang ada di sana. Wisatawan China dan India banyak yang bertelanjang dada tiduran di hamparan es atau ada juga yang membentur-benturkan kepala di es. Duh...uji nyali bro???

Kami berlima (aku, Atik, Kotada, uni Yulimar dan Indah) mencari posisi yang sedikit lega untuk ambil foto. Terlihat rombongan pak Bunyamin mengikuti kami. Baru 2 atau 3 kali pose tiba-tiba badai salju datang. Angin yang berhembus sangat kencang bahkan menara building inipun bergoyang seperti gempa dan tubuh kami seakan ingin terlempar. Hembusan aangin membuat serpihan es yang berterbangan itu terasa seperti sayatan silet menampar mukaku, tapi aku masih berusaha mengambil foto Kotada dengan mata terpejam. Dan ternyata hasil fotonya lucu sekali. Foto yang diambil sebatas leher saja. Ahaaa... maafin Kotada.

Kelak sesampai di bis kami baru mengetahui bahwa badai ini menyebabkan seorang ibu peserta dari Semarang yang ada di bis 1 mengalami cidera patah tulang lengan karena terjatuh/terpeleset saat berlarian menuju menara building. Ibu tersebut dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Ternyata patahnya parah dan harus dilarikan ke rumah sakit umum terbesar di Swiss untuk operasi. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Untunglah ibu tersebut disertai oleh kedua putranya. Ya Allah...

Ketika badai salju datang...
Ini nih foto Kotada yang terpenggal kepalanya hahaaaa...lucu inget ekspresi Kotada ketika melihat hasil foto ini. "ya Allah... bik Esi kok tega nian kepalaku dipotong? hahaaahaaahaaa.... Ya iyah wong aku ambil fotonya sambil merem

Kami berlarian masuk lagi kedalam gedung. Dingin yang sangat menusuk itu membuatku seperti orang linglung. Kepala pengeng, hampa dan bingung mau ngapaian. Akhirnya kami turun melalui tangga ke lantai 4 yang terdapat cafe. Kami memesan mie cup instant dan cappucino. Mencari tempat duduk yang tersisa di pojokan. Lumayanlah penghangat badan menyantap mie cup yang panas. Baru saja menghabiskan mie tiba-tiba ada beberapa peserta lain yang datang. Secara tegas mbak Yuli menyuruh kami pergi dan gantian untuk duduk (hmmm...mulai ketularan jadi orang Swiss yang kasar, bengis dan judes juga). Belumlah turun mie yang kami makan sudah diusir lari jadi berasa pengen muntah.

Kami keluar dan sepakat naik lagi ke lantai 5. Alhamdulillah cuaca mulai baik. Lumayanlah kami bisa mengambil beberapa foto tanpa berdesak-desakan. Setelah itu kami turun lagi ke lantai 4 dan duduk-duduk di rest room yang full free wifi, seraya menunggu peserta lain menjalankan sholat berjamaah di bawah tangga. Akhirnya rombongan kembali lagi menaiki cable car yang kapasitas besar itu turun menuju lantai 2. Menunggu peserta lain turun, kami bergegas cepat ke lantai 2 untuk menuju teras dengan hamparan salju (tempat ini memang menjadi incaran aku karena viewnya sangat indah, aku sempat meliriknya sekilas ketika kami antri lift saat akan naik ke top tadi pagi). Tentunya izin dulu dengan pak Irwan. Pak Irwan ini sekarang baik banget dengan kami bertiga setelah protesku tadi malam. Pemandangan di pelataran lantai 2 sangat indah, jauh lebih indah dibanding pemandangan salju di menara building tadi. Hamparan salju di kelilingi hutan pinus yang memutih di bungkus salju dikelilingi oleh perbukitan salju. Kotada dan Atik sangat exited foto-foto di tempat ini. 

Setelah badai reda...
Macam-macam ekspresi kedinginan
Ekspresi Kotada
Mampir sebentar di danau
Teras lantai 2 with petugas yang mengeruk salju yang mulai menebal
Salju yang memutih
Ekspresi exited plus kedinginan
Pengen bergaya ibu-ibu sosialita angkat-angkat kaki. Lucuuu...
Kotada yang sibuk sendiri bermain salju...
Hasil  foto yang terbaik hasil jepretan aku...

Kami menuju bis (hanya kami bertiga dan pak Irwan yang lain entah kemana). Setibanya di bis aku langsung membuka lapisan topi rajut yang terdiri dari 3 lapis topi dan 1 lapis coat rajutku yang bagian luar berwarna milo. Hmmmm... rasanya lega sekali. Legaaaaa...tadi rasanya nyesek dan seperti diikat dengan baju dan topi yang berlapis-lapis. Pak Irwan langsung membagikan kotak makan siang untuk kami. Baik banget bapak ini. Tak lama kemudian muncul uni Yulimar dan Indah mereka disuruh ambil sendiri makan siang di plastik yang diletakkan di belakang kami.

Setelah peserta berkumpul perjalanan dilanjutkan lagi menuju suatu factory outlet yang digadang-gadangkan oleh Euis harga murah. Seluruh peserta lain (kecuali kami berlima,aku, Atik, Kotada,  uni Yulimar dan Indah yang tidak mau membayar biaya tambahan untuk optional place ini) sangat antusias berteriak senang dan tidak sabaran. Hari sudah sore sekitar jam 3 ketika kami sampai di tempat ini. Cuaca dingin dan hujan angin deras menyapa kami. Sopir bis men drop di pinggir jalan, karena kami tidak ingin ikut belanja kami tidak mau turun. Sopir bis berteriak marah dan membentak memaksa kami turun, dengan sangat terpaksa kami turun sambil berlarian menuju factory outlet. Asli sedih banget melihat kami yang disusir dari bis dan bingung mau ngapain...

Iin juga ikut dalam rombongan kami karena kami memang berasal dari travelnya dia. Sepertinya dia merasa tidak enak hati pada kami, apalagi aku yang selama ini telah menjadi pelanggan setia travel dia. Beberapa hari lalu jelas-jelas aku menyatakan komplain atas ketidaknyamanan pelayanan travel kali ini. Benar dari seluruh pengalaman travelling aku merasa ini adalah pelayanan tour yang paling buruk. Ketika kami bilang kalau mbak Iin mau belanja silahkan saja, Iin berkilah tidak punya uang karena habis kecopetan sore kemaren. Entahlah.... !

Kami mencari toilet dan akhirnya mampir di sebuah cafe terbuka di tengah mall tersebut. Masing-masing memesan cappucino dan susu cokelat. Sengaja minumnya diperlambat untuk membunuh waktu. Sialnya karena kelamaan kami diusir juga dari tempat itu. Hiks...hiks... Kami kembali berbondong-bondong berjalan tak tentu arah. Tiba-tiba pak Masykur dan pak Bunyamin beserta anaknya juga muncul kulihat mereka juga tidak membeli apa-apa. Kami menuju pintu keluar dan menunggu beberapa lama di sini. Betapa girangnya kami melihat bis datang. Alhamdulillah....kami berlarian di tengah hujan menuju bis.

Hampir 1 jam kami menunggu di bis, kami lihat sopir bis sudah kelihatan gelisah dan jengkel (dari awal perjalanan sopir ini selalu marah-marah dan ngomel-ngomel melulu. Dia protes dan selalu minta kompensasi tambahan biaya karena sering molor. Entahlah siapa yang salah apakah sopirnya yang terlalu matre atau memang pesertanya yang keterlaluan). Akhirnya peserta mulai berdatangan dengan kehebohan luar biasa. Heboh karena barang belanjaan sudah tidak muat di bis, bayangkan 1 orang saja menenteng 10 tas belanjaan yang besar-besar. Mbak Ines yang duduk berdekatan dengan kami membeli 10 tas wanita, 5 pasang sepatu dan lain lain. Bagasi kabin bis yang terletak di atas penuh, lorong-lorong jalanpun penuh. Yang lucu lagi pak Masykur karena di bis dia duduk sendirian maka bangku kosong di sebelahnya menjadi tempat penitipan barang, sampai di lorong kursi sehingga pak Masykur sudah tidak nampak lagi. Hahaaaa.... tapi bapak satu ini dengan sabar melayani permintaan ibu-ibu yang minta angkatin dan titip barang.

Melihat kepanikan dan kebingungan peserta yang bingung dengan barang belanjaannya yang banyak, kami (aku, Atik dan pak Masykur) cuma saling lirik dengan kerlingan mata penuh arti dan tersenyum. Sungguh manusia itu sangat mudah diperdaya syetan dengan godaan dan nafsu. Lihat saja betapa mereka bingung dengan barang belanjaan yang banyak itu. Apalagi nanti di hari akhir tentu akan diminta pertanggung jawaban tentang hal-hal yang mereka belanjakan itu. Aku beristighfar berkali-kali... audzubillah ya Allah bimbinglah aku terus istiqomah di jalan yang KAU ridhoi ya Allah. Jangan biarkan aku menjadi manusia yang khilaf dan dikuasai nafsu. Astaghfirullah.....

Perjalanan malam hari ini ditutup dengan pembagian kunci di hotel Novotel Milan Italy. Selamat malam ini malam terakhir karena esok adalah hari kepulangan ke Indonesia. Kangen Indonesia dan cinta Indonesia.

No comments: