Thursday, 8 March 2018

KEBIASAAN SHOPALCOHOLIC TRAVELLER INDONESIA

Travelling merupakan hobbyku, bahkan “my goals is travelling arround the world”. Baru sebagian kecil sih negara yang aku kunjungi. Eropah Barat, Turkey, Asia Tenggara dan Asia Timur. Memang dari serangkaian travel yang aku jalani adalah ikut “travel group” dan ikut sebuah program suatu travel wisata. Dari rangkaian perjalanan travelling inilah dapat membuat sebuah resume, yang bisa menjadi pelajaran bagi diriku sendiri.

Ide tulisan ini muncul di akhir Februari 2018 kemaren saat antri check in di bandara International King Abdul Aziz, ketika pulang umroh. Sudahlah antriannya panjang dan banyak sekali, counter untuk check in tidak banyak, petugas custumer service tidak begitu cekatan, eh...ditambah lagi “kerusuhan” petugas tersebut membongkar dan mereject koper penumpang rombongan kami. Menyebabkan proses check in menjadi sangaaattttt lama. Padahal waktu flightnya sudah mepet sekali. 

Aku hanya melirik, mengerlingkan mata dengan tim keluargaku yang sangat disiplin dan taat pada aturan. Kami hanya mampu beristighfar dan menarik nafas panjang. Ya Allah... astaghfirullah! Tahukah apa yang menyebabkan koper-koper tersebut direject. Pertama overweight. Kedua, koper-koper tersebut basah. Basah???? Ternyata sebagian besar jamaah memuat air zam-zam di dalam koper bagasi mereka. Innalillahi....! Bukankah ini jelas-jelas salah? Lantas????? Tak habis pikir kok kreatif sekali ya, koper baju dimuati air zam-zam dengan botol dan kemasan seadanya? Entahlah!

Banyak sekali tingkah laku jamaah rombongan kami, ada yang gelisah saat antri check in karena koper mereka belum terlihat. Pihak travel berkali-kali meyakinkan “tenang saja koper kita tak akan hilang kok. Masih diturunkan dari bis”. Tim keluarga besarku tenang saja, berpikir ikhlas kalau memang hak kita tak mungkin hilang kok. Disamping itu kami berpikir logis, bukankah koper umroh itu seragam alias sama? Kenapa harus khawatir hilang? Pasti koordinator travel yang timnya terdiri dari petugas bandara, petugas travel dan para mutawif akan mengumpulkan semua tas yang sama sampai habis. Itu yang ada di pikiran tim keluargaku sehingga jadi tenang.

Namun rupanya belakangan baru kami paham apa yang menyebabkan sebagian besar jamaah gelisah adalah koper mereka yang akan masuk bagasi bukanlah hanya koper besar saja. Sudah ada tambahan 2 bahkan 3 koper lagi yang identitasnya sudah tidak memberikan ciri khas travel umroh kami. Ohhhhh... seperti itu! Banyak sekali problem check in ada yang koper tambahannya hanya tas plastik (seperti tas yang biasa dibeli oleh ibu-ibu saat shopping di Tanah Abang atau Pasar Baru Bandung), sehingga petugas bandara memerintahkan untuk di “wrapping”. Peristiwa yang sangat menghambat kelancaran check in, yang sebenarnya tak perlu terjadi jika jamaah memahami dan mentaati aturan yang ada. 

Fakta dan kejadian seperti ini seringkali aku jumpai saat travelling ke mana saja. Berkali kali entah itu saat ke Turki, Eropa, dan sebagainya dalam pengalaman travellingku lalu, aku selalu menyaksikan suasana yang sama, ekspressi yang sama dari anggota group travel. Betapa mereka gelisah saat sudah harus check in kepulangan. Lucu sekali mereka-mereka yang selama travelling memandang sebelah mata kepada kami yang sama sekali tidak pernah belanja saat berhenti di tempat-tempat yang menawarkan berbagai produk (mereka yang selama shopping time meng “underestimate” kami karena dianggap tak punya uang dan mereka kaya) tiba-tiba menjadi sok baik dan ramah, hanya karena untuk nitip barang agar disatukan dengan koper bagasi kami. Kami hanya tersenyum dan mempersilahkan saja selagi itu memang bisa membantu mereka. Hmmmm....

Tidak bermaksud menyalahkan dengan sikap sebagian besar traveller ini. Setiap orang pasti punya tujuan sendiri dalam travelling. Ada yang memang berniat banget buat “shopping” (karena sejak dari belum berangkatpun mereka sudah punya catatan dan angan-angan ingin beli ini beli itu). Alasan shoppingpun macam-macam ada yang untuk memenuhi hasrat diri sendiri (biasanya di mata mereka barang yang dijual di negeri orang lebih indah/bagus), buat oleh-oleh, memenuhi pesanan teman dan kerabat yang menitip minta dibelikan dan sebagainya. 

Bagiku sendiri travelling mempunyai tujuan untuk menikmati keindahan alam, mengetahui budaya, mengetahui sejarah, mengetahui adat istiadat dan belajar tentang suatu sistem dalam negara yang aku kunjungi misalnya sistem transportasi, bagaimana mereka mengelola pariwisata, bagaimana kedisplinan, dsb. Makanya aku akan langsung bete jika membaca itinerary suatu perjalanan yang terlalu banyak shoppingnya. Aku memang kurang suka shopping (selalu saja aku pusing dan mau muntah jika harus muter-muter pasar atau tempat-tempat belanja apapun, meski tempatnya keren misalnya Grand Lafeyete di Paris kemaren). 

Aku sama sekali tidak tertarik dengan barang-barang yang dijual di negara orang lain. Di mataku buatan Indonesia lebih baik. Aku belajar rasa nasionalis dan cinta Indonesia dari orang Turki saat aku travelling ke Turki. Disitu tour guidenya menceritakan bagaimana rasa nasionalis rakyat Turki dibentuk. Rasa cinta terhadap negeri mereka, produksi dalam negeri mereka, bahkan mereka tidak mau/diperkenankan memakai apapun selain buatan negeri mereka sendiri (seperti pakaian, tas dsb). Hebatkan? 

Akupun demikian ... aku tak mau membuang devisa di negara orang lain. Berdasarkan pengalamanku berbelanja banyak pada saat travelling hanyalah emosi sesaat saja, khilaf dan biasanya setelah tiba di tanah air baru kita menyadari barang-barang yang dibeli  kurang begitu bermanfaat. Mubazirkan??? Selain itu alasan lainnya adalah memang aku tidak punya dana untuk shopping, bayangkan untuk merealisasikan travelling ke suatu negara aku harus nabung selama setahun, jadi dananya hanya pas buat biaya travelling dan sedikit untuk membeli pernak-pernik khas negara yang kukunjungi.

Itu bukan berarti aku tidak belanja sama sekali. Aku tetap belanja kok tapi yang penting saja seperti pernak-pernik, kerajinan tangan, makanan kecil khas negara destinasi. Yang paling pasti adalah aku selalu beli piring keramik kecil bercirikan khas negara untuk dipajang di meja display di rumah biar tahu negara mana saja yang pernah aku singgahi. 

Jika ikut “group traveling” menurutku setiap peserta harus mampu mengendalikan diri agar tidak berbelanja yang berlebih-lebihan, karena efek barang belanjaan yang banyak akan berpengaruh kepada kenyamanan peserta lain apapun bentuknya. Ingat kenangan saat ke Eropah, dimana para peserta begitu maniak belanja produk tas, sepatu dsb yang sedang diskon besar-besaran sehingga satu peserta saja membeli minimal 10 buah tas bahkan lebih. Bis menjadi overload, kami penumpang yang tidak berbelanja susah bergerak karena di lorong-lorong jalan dalam bis penuh dengan barang belanjaan mereka. Malah ada pemandangan lucu di kursi sebelah kami pak Masykur yang anggota DPRD Kaltim itu seakan hilang ditelan tumpukan belanjaan Uni Anis teman sebangkunya wkwkwwk. Saat itu aku, Atik dan pak Masykur hanya bisa saling lirik dengan tatapan mata penuh arti, tersenyum, geleng-geleng kepala lalu istighfar menyaksikan suasana itu. Sungguh manusia telah diperdaya oleh nafsu. 

Ingatlah jika ada orang yang merasa terganggu dan tidak nyaman akibat perbuatan kita bukankah itu dosa??? Apalagi di saat umroh, bukan kita beribadah untuk menambah catatan amal baik kita??? Rugilah kalau amal kita akan berkurang hanya karena perbuatan yang sia-sia. 

Sebenarnya tulisan ini untuk peringatan bagi diriku sendiri, namun di share siapa tahu ketika ada yang membaca dan hatinya tersentuh lalu menyadari kebiasaan ini memberikan efek yang kurang baik. Bijaklah dalam segala hal, pikirkan sebelum bertindak karena setiap perbuatan akan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Saat berbelanja dalam travelling harus selalu ada dalam benak kita “ingat ada batasan bagasi”, sehingga kita bisa membatasi emosi diri dalam berbelanja dan tidak panik bahkan merepotkan orang lain saat check in di bandara menuju kepulangan. Bukankah sejatinya travelling adalah “time to refreshing”? Bukan buat stress, panik memikirkan barang bawaan yang beraaattttt.... sehingga di setiap saat entah itu di bis, di kamar bahkan sampai di bandara ribet karena harus berulangkali "repacking". ??????? Mana nikmatnya travelling kalau begini caanya?

Malpensa Airport Milan Italy, seperti biasa saat peserta ribet repacking dan stress mikirin bagasi yang overweight aku sudah clear dan mejeng buat foto-foto.

Changi Airport di Arriving Area saat Umroh 2018